SL_056
Setelah Jin Woo menyelesaikan urusan untuk memeriksa saldo
akunnya, dia pergi dan membeli setelan jas, dan bahkan punya waktu untuk
memotong rambut di salon terdekat.
“Hmm.”
Dia adalah orang yang sama sekali berbeda, dari ketika dia
meninggalkan rumah.
Jin Woo berhenti di sebelah jendela toko dan memeriksa
tampilan barunya di cermin.
‘Ini seharusnya cukup
bagus.’
“Paling tidak, aku tak
akan meninggalkan kesan buruk.”
Dia memeriksa waktu.
Itu 4:20.
‘Dia berkata, jika aku akan berada di sana
tepat jam 5.’
Dia akan berhasil tepat waktu.
“Taksi!”
Dia memanggil taksi dan tiba di sekolah dengan masih
memiliki waktu yang tersisa. Dia melihat Jin Ah menunggunya di depan.
“Sung Jin Ah.”
Adik perempuannya tak menyadari, jika dia telah mendekat dan
melompat.
“Oppa?”
Jin Ah menatapnya seperti rusa yang tersorot lampu.
“Maaf, apa kamu benar-benar Sung Jin Woo-ssi?”
“Apakah kamu tak mengenali oppa-mu sendiri?”
Jin Ah melihat ke atas dan ke bawah pada sosoknya dan
berseru,
“Yah, kamu orang yang sama sekali berbeda!”
“Apa kamu pikir, aku akan bertemu guru dongsaeng-ku dengan
pakaian olahraga dan sandal?”
“Wow…”
Jin Ah tak bisa menutup mulutnya.
“Rahangmu akan jatuh. Aku akan masuk.”
Sepertinya Jin Ah terlalu terkejut untuk membimbingnya, jadi
Jin Woo yang memimpin. Dia adalah seorang siswa di sini 5 tahun yang lalu. Tempat
ini akrab baginya.
Dia tahun pertemuan itu akan terjadi di ruang konferensi dan
bukan ruang kelasnya. Jadi, dia menuju ke arah itu.
Langkahnya cepat.
“O-oppa! Tunggu aku!
”
Jin Ah dengan cepat berlari mengejar kakaknya.
“Halo guru.”
“Hmm? Oh, halo. ”
Di tengah jalan, dia menyapa berbagai guru. Semua dari
mereka menatapnya, saat dia berjalan.
‘Siapa itu?’
‘Apakah dia seorang
alumni? Aku tak berpikir ada siswa seperti itu di sekolah kita. ”
‘Apakah dia guru
baru?’
Para guru bukanlah satu-satunya yang menoleh.
“Wah, tampan.”
“Siapa itu?”
“Bukankah itu Jin Ah di sebelahnya?”
“Itu pasti kakaknya. Wow, dia sangat keren.”
Tubuh berotot dan pakaian modis. Bahkan, orang yang
berpenampilan sederhana akan menarik perhatian, jika seperti itu.
Yah, Jin Woo benar-benar tak tertarik.
‘..…’
Bisikan siswa masuk satu telinga dan keluar di yang lainnya.
Orang yang bersemangat adalah Jin Ah. Dia memgangngi telinganya dan
mendengarkan bisikan teman-temannya, lalu pergi ke kakaknya dan memegang
sikunya.
“Wow,Oppa kamu cukup
populer …”
Dia mengabaikannya untuk pertama kali.
“Kamu tahu, oppa tak
punya pacar, kan?”
Dia mengabaikannya untuk kedua kalinya.
“Haruskah adik
perempuanmu yang imut memperkenalkanmu, kepada seseorang?”
Dia mencubit pipinya untuk ketiga kalinya.
“Jangan mengacau.”
“M-maaf.”
Jin Woo melepaskannya, dan dia mengusap pipinya yang merah.
“Che, aku tahu kamu
menikmati semua ini …”
Ketika pasangan bersaudara itu telah tiba. Jin Ah berputar
dengan penuh gaya lalu memberi isyarat.
“Oppa, di sini.”
Saat Jin Woo akan masuk, dia berbalik ke Jin Ah.
“Bagaimana denganmu?”
“Ini hanya untuk orang tua / wali dan guru. Aku di sini
hanya untuk mengantarmu.”
Oh benar, Jin Woo ingat saat tahun terakhir sekolah
menengahnya. Pada saat itu, tak ada yang datang untuknya.
‘Ibu sudah kesulitan
bergerak saat itu.’
Setelah dia jatuh sakit, ibunya harus cepat dirawat di rumah
sakit. Tak ingin Ibunya mengerahkan tubuhnya yang lemah, Jin Woo tak
memberitahunya tentang pertemuan orang tua / wali.
Dia harus menahan amarah gurunya untuk sementara waktu,
karena hal itu. Mengingat pengalaman itu, dia menyadari mengapa Jin Ah gugup,
ketika dia meminta waktunya.
Dia bertanya pada adik perempuannya sambil tersenyum,
“Kamu juga pulang terlambat hari ini, kan?”
“Ya, kamu bisa pulang tanpa aku.”
“Baiklah.”
Dia menepuk kepalanya sebelum dia bisa bereaksi, dan
mengacak-acak rambutnya.
“Belajarlah dengan
keras.”
“Ah, danggit, jangan lakukan itu.”
“Aku akan melihatmu di rumah.”
Jin Woo memasuki ruang konferensi sambil tersenyum. Jin Ah
memperbaiki rambutnya sambil cemberut.
“Berapa lama kamu akan memperlakukanku seperti anak kecil…”
Yah, itu tak seperti dia membencinya. Dia melihat
sekeliling, khawatir seseorang mungkin melihatnya. Setelah memastikan tak ada
orang di sekitarnya, dia kembali ke kelasnya.
***
Jika dia harus menggambarkan kesan pertamanya tentang wali
kelas Jin Ah dalam sebuah kalimat …
‘Hmm …’
‘Dia tampak seperti
orang yang berbudi luhur.’
“Kamu pasti kakak
laki-laki Jin Ah.”
Dia adalah guru wanita paruh baya yang tampak bijaksana. Seseorang
yang senyumnya cerah, membuat orang lain merasa nyaman. Mengetahui keadaan
rumah tangganya, dia tak mempertanyakan keberadaan Jin Woo sama sekali untuk
pertemuan orang tua / wali.
“Senang bertemu denganmu. Aku adalah wali kelas Jin Ah. Aku
tidak menyadari jika Jin Ah memiliki kakak lelaki yang tampan, hoho.”
Pada sapaannya yang sopan tapi menyenangkan, Jin Woo
menundukkan kepalanya.
“Aku tak mengingatnya,
saat aku di sini.”
Dia pasti menjadi guru baru, setelah dia lulus. Mereka
mengatakan kesan pertama adalah hal yang sangat penting. Setelah salam mereka, dia
bisa sedikit rileks.
‘Dia sangat menghormati
seseorang yang jauh lebih muda sepertiku.’
Tampaknya, tahun akhir adik perempuannya tak akan terganggu
oleh guru yang buruk.
“Silahkan duduk.”
Dia menunjuk ke sebuah kursi. Jin Woo duduk dan menghadap
guru yang berada dibalik sebuah meja besar.
“Aku pikir kamu tak
perlu khawatir tentang Jin Ah.”
Mereka berbicara tentang masalah biasa untuk pertemuan orang
tua / wali. Percakapan mereka berlanjut dengan suasana hati yang baik untuk
beberapa waktu. Karena Jin Ah adalah murid teladan, gurunya tak punya apa-apa,
selain mengatakan hal-hal baik.
“Kamu sadar jika Jin
Ah ingin pergi ke sekolah kedokteran, kan?”
“Ya.”
Guru membaca profil Jin Ah.
“Nilai ujiannya bagus, dan nilai keseluruhannya sangat
bagus. Dia pasti lebih dari mampu untuk masuk ke sekolah yang bagus. Jadi,
tolong jangan terlalu menekannya.”
Jin Woo dengan tegas mengangguk. Wajah guru dipenuhi dengan
harapan untuk Jin Ah. Sejujurnya, banyak guru wali kelas untuk siswa SMA
dipenuhi dengan stress, karena nilai siswa.
Bagaimanapun juga, tahun-tahun terakhir seorang siswa di SMA,
menentukan jalan hidup mereka setelahnya.
‘Dan itulah sebabnya, aku mendengar sebagian
besar guru ingin menghindari untuk mengajar di tahun akhir.’
Dia telah mendengar jika beberapa guru harus dipaksa ke posisi
itu. Dengan mengingat hal itu, jelaslah jika guru Jin Ah adalah seseorang yang
bersemangat untuk pekerjaan itu.
Sebagai wali Jin Ah, Jin Woo sangat berterima kasih untuk
ini.
Pertemuan hampir berakhir setelah 15 menit.
“Lalu…”
Saat Jin Woo hendak bangkit, sang guru dengan hati-hati
mengajukan pertanyaan,
“Aku dengar oppa Jin
Ah adalah seorang Hunter.”
Tiba-tiba matanya berubah serius. Jin Woo menyadari ada
sesuatu yang terjadi.
“Ya, benar.”
“Jika… Jika Jin Ah mengalami ‘Kebangkitan’, akankah kamu
membiarkan dia bekerja sebagai Hunter?”
“Tak akan.”
‘Tak akan pernah.’
Jin Woo menjawab dengan tegas. Dia tak perlu memikirkannya. Ekspresi
gurunya menjadi gelap.
“Seperti yang aku harapkan…”
Ketika Jin Woo menatapnya dengan curiga, guru melanjutkan
dengan ragu,
“Jika tak terlalu
banyak masalah, bisakah aku meminta bantuanmu?”
Jin Woo mengangguk.
“Jika itu sesuatu
yang bisa aku lakukan …”
Setidaknya dia akan mendengarkannya. Wanita itu adalah guru
Jin Ah. Dia tak ingin merusak hubungan mereka dengan memotongnya dari awal.
Khawatir jika dia akan berubah pikiran, guru itu dengan
cepat berbicara,
“Salah satu siswa perempuan di sini baru-baru ini mengalami ‘Kebangkitan’.
Dan dia berencana keluar dan mulai bekerja sebagai Hunter. Dia sudah absen
selama beberapa waktu.”
‘Ah.’
Itu adalah kejadian umum. Orang-orang yang baru menerima ‘Kebangkitan’
mereka mengabaikan akal sehat dan menceburkan diri ke dalam profesi Hunter.
Meskipun tak tahu apa sebenarnya yang dimaksud dengan
pekerjaan itu, mereka melakukannya dengan bangga. Karena mereka merasa, jika
mereka berbeda dari orang biasa.
Bahkan, jika kamu adalah manusia yang Dibangkitkan dan
mengambil gelar Hunter. Untuk mendapatkan jumlah uang yang dapat mengubah hidup,
itu tetaplah hal yang sulit.
Guru itu menghela nafas dalam-dalam,
“Jika ini terus
berlanjut, sekolah tak akan punya pilihan selain mengambil tindakan. Aku ingin menghindarinya
jika memungkinkan. Bahkan jika kamu seorang Hunter, bukankah kamu pikir
setidaknya harus memiliki ijazah SMA? ”
Jin Woo mengangguk setuju. Pada respon positif, wajah guru
itu menjadi sedikit cerah.
“Bisakah kamu meyakinkannya, untuk setidaknya
mempertimbangkan untuk lulus dari sini?”
Guru itu tersenyum memohon. Jin Woo mengajukan pertanyaan
karena penasaran,
“Siswa itu, apa Rank-nya?”
“Dari apa yang aku dengar… itu adalah rank terendah…”
E-Rank.
‘Dia tak akan berumur panjang.’
Jin Woo mendecakkan lidahnya di dalam kepalanya. Bahkan
hanya membutuhkan kehati-hatian saja, saat memasuki Dungeon pada peringkat itu.
9 dari 10 kali, memasuki Dungeon dengan sikap riang yang
timbul dari kesombongan akan mengakibatkan cacat atau sekarat.
Fakta jika seorang gadis seusia adik perempuannya mungkin
menghadapi nasib seperti itu, ini sangat membebani Jin Woo. Tapi, dia tahu ini
adalah keputusannya.
Tak ada yang memaksanya.
Sangat disayangkan, tapi dia tak ingin mengambil waktu
berharga dari jadwalnya untuk mengganggu pilihan orang lain.
“Aku tak yakin,
apakah aku bisa meyakinkannya.”
Orang-orang seperti itu tak suka diberi tahu, apa yang harus
dilakukan. Maka, Jin Woo memutuskan untuk menolak dan mulai bangkit.
Tapi guru itu melanjutkan,
“Namanya adalah...
Ah, Jin Ah seharusnya mengenalnya.”
Ketika dia mendengar nama siswanya, Jin Woo tak bisa
meneruskan itu. Dia meminta konfirmasi,
“Guru, siapa namanya
lagi?”
“Itu … Apa kamu mengenalnya? ”
“…..”
[Note : namanya memang tak diisi dari versi ENG, karena
versi RAW-nya juga sengaja dikosongkan. ]
‘ Dunia yang kecil.’
‘Hah…’
Jin Woo kehilangan kata-kata.
***
Di jam yang sama.
Tempat tinggal pribadi Ketua Yoojin Construction, Yoo
Myunghan. Dari pagi, mobil-mobil mewah dan mahal membuat penampilan mereka
tanpa henti di rumah.
Mereka semua datang dengan alasan yang sama.
Itu untuk upacara peringatan ketua pendiri Yoojin
Construction, Yoo Byungcheol. Dia adalah ayah dari pengusaha nomor satu Korea, Yoo
Myunghan. Anak sulung pria itu memastikan untuk menghapus semua jadwal, tak
peduli sesibuk apa dirinya, dan mengurus layanan peringatan ayahnya setiap
tahun.
Sebagai bukti sikap dan pengaruh keras pria itu, seluruh
klan Yoo berkumpul sebagai satu pada hari ini.
Presiden perusahaan investasi tertentu. Ketua perusahaan
farmasi tertentu. Pemilik mall tertentu.
Anggota klan Yoo dipenuhi dengan kepala-kepala terkemuka
dari berbagai sektor bisnis. Bahkan, anak-anak mereka adalah elit di antara
para elit.
Kecuali satu.
Satu orang itu, tanpa diperintahkan untuk melakukannya, mengambil
tempat diam-diam di sudut, bertindak seolah-olah dia tak ada.
Itu Yoo Jin Ho.
‘Membosankan.’
Pria muda itu berharap seluruh upacara ini akan segera
berakhir.
‘Berlari melewati
Dungeon dengan hyung-nim seratus kali. Tidak, seribu kali lebih menyenangkan dari
ini.’
“Aku ingin tahu, apa
yang hyung-nim lakukan sekarang?”
Sekarang dia memikirkannya, dia tak bisa membayangkan
bagaimana Jin Woo akan menghabiskan hari liburnya.
Jin Jo iseng memikirkan hal-hal acak sambil menegak
minumannya. Ketika sebuah suara yang tak ingin dia dengar berbicara dari
belakangnya.
“Oy.”
Siapa lagi yang bisa melakukannya?
Bahkan sekilas, kamu dapat mengatakan jika pemilik suara itu
adalah orang yang berbakat.
Memancarkan aura elit. Mengenakan kacamata kelas tinggi. Tubuh
yang sempurna.
Itu adalah kakak Yoo Jin Ho, Yoo Jinsung. Putra sulung Yoo
Myunghan. Ahli waris yang akan mengendalikan Yoojin Construction, suatu hari
nanti.
Pria itu berdiri tepat di depan adik laki-lakinya dan
menatapnya.
“Kamu harus tegak dan
menyapa kerabat. Berapa lama kamu akan bertindak seperti anak kecil? ”
“Terserah.”
“Ketahuilah jika tindakanmu yang tak pantas, hanya akan menodai
nama ayah.”
Kata-kata Jinsung ak memiliki sedikit pun cinta persaudaraan
di dalamnya, hanya penghinaan yang benar-benar meremehkan seseorang yang lebih
rendah.
Tentu saja, Jin Ho juga memiliki sedikit cinta untuk
saudaranya. Tapi, dia tak berani berbicara menentangnya.
“..…”
Lagipula, saudaranya mengambil perhatian ayah mereka dengan
banyak cara. Dia adalah seorang jenius di antara para genius, yang berdiri di
puncak kelas dalam setiap mata pelajaran. Dan nilainya hanyalah setinggi puncak
gunung es.
Begitu dia lulus, dia dengan cepat mulai bekerja di bawah
ayahnya, Yoo Myunghan. Di berbagai sektor bisnis dan menghasilkan hasil yang
luar biasa.
Dibandingkan dengannya, Jin Ho tak menunjukkan apa pun untuk
dirinya sendiri. Bahkan, memasuki perguruan tinggi pun dengan bantuan nama
keluarga.
Setiap kali dia berdiri di sebelah saudaranya, Jin Ho merasa
dirinya menyusut hingga ak ada.
“..…”
“Menyedihkan.”
Kakak laki-laki itu mengerutkan kening kepada adiknya yang
lebih muda. Dia dengan cepat berbalik dan berjalan pergi.
“Paman yang
terhormat.”
“Oh,ini Jinsung. Apa kabar?”
Jin Ho akhirnya bisa mengangkat kepalanya setelah Jinsung
pergi.
Inilah sebabnya, dia benci pulang ke rumah. Kalau saja itu
bukan upacara peringatan kakeknya…
Sementara Jin Ho berulang kali menghela nafas pada dirinya
sendiri, suara akrab lainnya datang dari belakangnya.
“Wow, aku benar-benar membenci pria itu.”
Jin Ho berbalik. Itu sepupunya yang setahun lebih tua
darinya, Yoo Soohyun.
Post a Comment for "SL_056"
comment guys. haha