SL_179

SL 179
Dengan banyaknya telepon dari stasiun penyiaran dan surat
kabar, yang ingin mewawancarai Hunter Sung Jin Woo. Komunikasi Asosiasi Hunter
Jepang menjadi lumpuh.
Beep… beep… beep…
“Ya. Asosiasi Hunter Jepang …”
-Aku baru saja menelepon. Mengapa kita tak bertukar beberapa
pertanyaan dengan cepat, alih-alih wawancara?
“Itu masih wawancara, Tuan.”
-Tidak tidak. Yah, wajah Hunter tak akan kami tampilkan, dan
kami akan menggunakan subtitle.
“Dia bilang, dia menolak untuk syuting atau wawancara. Aku
minta maaf.”
Klik.
Beep… Beep…
“Ya. Asosiasi Hunter Jepang.”
- Aku Direktur Berita TV XXX.Tak ada bedanya …
“Itu tidak mungkin.”
Klik.
Ratusan panggilan seperti itu muncul setiap jam, dan itu
membuat Asosiasi kesulitan melakukan pekerjaan normal mereka.
Sekarang, Kepala departemen mereka mengalami sakit kepala,
karena selalu mendengar suara panggilan telepon.
Tapi..
“Aku kira, ini menunjukkan seberapa banyak perhatian publik
difokuskan pada Hunter Sung Jin Woo.”
Bukannya Asosiasi tak memahami minat mereka yang menelepon. Krisis
yang membuat negara Jepang hancur hingga 40%, telah diselesaikan di tangan satu
orang.
Siapa yang tak bisa menunjukkan minat pada orang seperti
itu?
Kepala Departemen juga penasaran, orang seperti apa Hunter
Hunter Jin Woo dan kata-kata apa yang akan keluar dari mulutnya.
Tapi, itu dan ini berbeda.
Dia memiliki posisi sebagai karyawan Asosiasi Hunter Jepang.
Dan dia juga menghargai niat Hunter Sung Jin Woo, yang mengatakan dia tak akan
mau mengikuti acara wawancara. Dan dia diberi tugas untuk menolak permintaan
dari media masa kepada Asosiasi Hunter.
“Sepertinya, tak terlalu menyenangkan. Menjadi dermawan yang
menyelamatkan Negara.”
Seorang karyawan baru ragu-ragu untuk mendekat, mengangguk
dengan wajah bersemangat.
“Hei … Ketua.”
Ketua Departemen berkata sebelum orang baru itu bisa
mengatakan apa pun.
“Aku sudah bilang, tidak.”
Tak masalah apa yang ingin ia katakan, karena semuanya sudah
sangat jelas. Itu pasti dari kantor berita yang menginginkan hak untuk
wawancara dengan Hunter Sung Jin Woo.
Tapi kali ini ternyata berbeda.
Wajah karyawan baru yang bertanggung jawab mengangkat
telepon terlihat tegas, dan ia berkata.
“Tidak, bukan itu. Ada pesan dari Korea.”
“Dari Korea?”
“Ya. Ini dari Go Gunhee, Presiden Asosiasi Hunter Korea. Dia
memintaku untuk menghubungkan panggilannya ke orang yang bertanggung jawab.”
“Go Gunhee.”
“Ya.”
Tak mungkin ada dua orang bernama Go Gunhee yang berasal
dari Asosiasi Hunter Korea. Kemitraan antara Hunter Sung Jin Woo dan Asosiasi
Hunter Korea sudah terkenal.
Dan juga, bukankah dialah orang yang mengumumkan ekspedisi
Hunter Sung Jin Woo kali ini?
Orang yang bertanggung jawab yaitu dirinya. Lalu, dia
bergegas ke tempatnya dan menunjukkan pembuluh darah di lehernya lalu
berteriak.
“Hubungkan aku!
cepat!”
“Ah ya.”
“Presiden Asosiasi Go Gunhee. Aku yang bertanggung jawab di
sini, silahkan bicara ..”
Wajah Ketua Departemen sedikit ragu, saat dia mendengar
penelpin berbicara dalam bahasa Jepang. Tapi dia terus mendengarkan.
“Ya ya. Baik. Ya, aku akan segera menghubungimu lagi.”
* * *
‘Aku tak bisa bosan melihatnya berkali-kali.’
“Ya… ”
Yoo Jin Ho banyak terkejut hari ini.
Adegan di mana monster hitam yang bangkit dari mayat raksasa,
yang berlutut dan bersumpah setia. Itu membuatnya sangat tersentuh. Karena itu
sama seperti adegan di film yang ia lihat.
‘Kamu luar biasa, Hyung-nim!’
Telinga Jin Ho yang sedang menatap Jin Woo dengan penuh
kekaguman, tiba-tiba mendengar suara parau yang berasal dari belakangnya.
“Waa…”
“Tidak, bagaimana mungkin?”
“A-Apa itu? ”
Du du du du..
‘Aku sendiri bahkan tak
terbiasa dengan ini, walau sering melihatnya.’
‘Jadi, bagaimana bisa
orang yang melihatnya untuk pertama kali menangani ini?’
Bahkan walau Jin Ho tak mengerti kata-katanya, dia dapat
memprediksi apa yang ia ucapkan.
Jin Ho mengangkat bahunya melihat itu.
“Ahem.”
Staf Asosiasi Hunter Jepang yang mendekati Jin Ho karena
suatu alasan, lalu berkata,
“Apakah Anda seorang
Hunter?”
“Oh, itu dia … ”
Jin Ho menunjuk ke Jin Woo setelah mendengar kata ‘Hunter’, tapi
karyawan itu dengan cepat menggelengkan kepalanya, dan menunjuk Jin Ho.
“Tidak, kamu.”
Jin Ho terkejut.
“Mm?”
“Ya.”
Setelah menjawab menggunakan bahasa Inggris yang singkat,
Jin Ho tiba-tiba mengambil alih telepon, yang ditawarkan oleh staf Asosiasi.
Wajah Jin Ho yang sedang bingung terlihat semakin gelap,
setelah menerima telepon.
Sampai panggilan terputus, Jin Ho hanya mengulangi ‘ya’ saja,
hingga empat kali.
Jin Woo yang telah membangkitkan Shadow Army baru, menyimpan
raksasa itu ke dalam banyangannya.
Jin Ho lalu mendekati Jin Woo, seolah-olah dia telah
menunggu hal itu. Dan kemudian, dia menundukkan kepalanya dan berkata.
“Maaf, hyung-nim. Aku rasa, aku harus segera kembali ke
Korea.”
Jin Woo yang mendengar itu, bertanya dengan wajah serius
pada Jin Ho.
“Apa yang sedang terjadi?”
“Aku juga tak tahu. Tapi ada masalah keluarga, jadi aku akan
pulang cepat.”
“…..”
Jin Woo terus menutup mulutnya. Karena dia bisa menebak, apa
yang sedang terjadi.
‘Ini pasti mengenai Ketua Yoo … ‘
Jika itu masalahnya. dia mengerti, jika si penelepon tak
bisa memberi tahu Jin Ho detailnya.
Bagaimana bisa kamu memberi tahu seorang putra yang berada
di luar negeri, jika ayahnya sedang koma.
Jin Woo lalu berhenti bertanya lebih banyak lagi.
“Ya, sejauh ini, kamu
telah melakukan pekerjaan dengan baik.”
“Tidak, hyung-nim. Maaf aku tak bisa menyelesaikannya
bersama sampai akhir.”
Sekali lagi, Jin Ho meminta maaf dengan sopan. Kemudian, dia
naik ke mobil yang sudah disiapkan oleh Asosiasi Jepang.
Mobil menyala dan langsung menuju bandara.
‘..…’
Jin Woo diam-diam menyaksikan bagian belakang mobil bergerak,
tanpa mengatakan apa-apa. Meskipun dia berusaha bersikap tenang di depannya. Nyatanya,
Jin Ho tak bisa menyembunyikan kecemasannya.
‘Di telepon, dia
mendengar suara ibunya …’
Dan itu adalah pertama kalinya, dia mendengar suara Ibunya
yang manis dan hangat begitu terguncang.
***
‘Apa yang sedang terjadi?’
Jantung Jin Ho berdegup kencang.
‘Apa Ayah sangat marah,
karena aku pergi ke Jepang bersama hyung-nim tanpa izin?’
Tak ada orang tua yang akan menyambut anaknya, yang menuju
tempat berbahaya.
Jin Ho yang menatap ke luar jendela di mobil yang sedang
berjalan, menggelengkan kepalanya. Seolah ingin menghilangkan sesuatu.
‘Tidak, jangan
memikirkannya.’
‘Aku tak tahu apa yang
terjadi. Dan hanya akan menjadi sangat rumit, jika aku terus khawatir.’
‘Ini mungkin bukan
apa-apa.’
Saat dia tiba di Bandara Incheon, mungkin akan ada sedikit
harapan.
Tapi..
“Yoo Jin Ho.”
Begitu dia melihat Kim yang datang untuk menjemputnya. Dia
menyadari, jika sesuatu yang tak biasa, sedang terjadi di keluarganya.
“Tuan…”
“Aku punya mobil yang sudah menunggu. Tolong ikuti aku.”
‘Apa yang terjadi?’
Pikiran Jin Ho terus menanyakan banyak pertanyaan, seperti asap
yang keluar dari cerobong asap. Tapi dia takut dengan jawabannya. Jadi, dia tak
bisa mengucapkannya.
“Cepat.”
Sekretaris Kim menunjuk ke luar bandara.
“Ah…”
Tapi entah kenapa, Jin Ho tak bisa melangkah. Sekretaris Kim
yang tahu apa yang dipikirkan Jin Ho, mengangkat tangannya lalu menepuk bahu Jin
Ho, yang menunjukkan wajah bingung.
“Jin Ho… Di saat
seperti ini, kamu harus tegas. Aku akan menjelaskan semuanya dalam perjalanan
nanti.”
Mendengar itu, Jin Ho menggangguk dan mulai mengikuti Kim.
Selama perjalanan, Kim diam-diam menjelaskan kepada Jin Ho.
Tentang kondisi saat ini Ayahnya.
‘Tak mungkin.’
Jin Ho berusaha menyangkal penjelasan Kim.
‘Tidak, aku tak ingin mempercayainya.’
Tapi ketika dia tiba di rumah saki,t dan melihat ayahnya tertidur
seperti orang mati di balik dinding kaca. Dia tak dapat untuk tidak
mempercayainya.
Pada saat yang sama, dia juga merasakan sesuatu yang hancur
di hatinya.
Ketika Jin Ho melihat ayahnya yang selalu terlihat begitu
kuat, berbaring di atas ranjang dalam posisi lusuh. Sesuatu muncul di dalam
dirinya.
“Ayah.”
Dokter segera menahan Jin Ho, yang mau menerobos ke dalam
kamar.
“Pendekatan Hunter yang memiliki kekuatan sihir. Hanya akan
memperburuk penyakitnya.”
Dalam penjelasan dokter, Jin Ho berubah menjadi seseorang
tanpa jiwa.
“Begitukah…”
Putranya yang selalu mengecewakan ayahnya. Dan dia bahkan tak
dapat memegang tangan ayahnya, sampai menit terakhir.
“Aku anak yang tak berguna sampai akhir.”
Karena frustrasi, Kim menyerahkan file dalam kantung kulit
hitamnya kepada Jin Ho.
“Ini… apa itu?”
Jin Ho yang menerima file itu, mendongak dan bertanya.
Sekretaris Kim lalu menjawab dalam suara kecil.
“Ini adalah hal yang sedang Ketua kerjakan, tepat sebelum
beliau tidur. Aku mendapatkannya, ketika beliau membuka mata. Tapi sekarang, aku
pikir, aku perlu menyerahkannya padamu, Jin Ho.”
“Untukku?”
Sambil bergiliran menatap Kim dan file itu, Jin Ho perlahan
membuka filenya.
Bagian dalamnya dipenuhi dengan potongan-potongan koran. Tak
ketinggalan ada juga koran yang memuat artikel, tentang saudara lelakinya dan
juga keponakan perempuannya.
Ketika Jin Ho melihat itu, dia tahu dari mana kebiasaannya
itu diwarisi,ternyata itu dari ayahnya.
‘Kamu memiliki hobi
seperti itu.’
Di tengah kesedihannya, ketika dia melihat kakak dan
keponakan perempuannya saat masa kecil, senyum muncul di wajah Jin Ho.
‘Kakak dan keponakanku
adalah kebanggaan ayahku.’
Berbagai kontes, lomba, dan kompetisi.
Para genius yang telah membuat nama mereka terkenal secara
nasional di bidangnya masing-masing.
Wajar, kalau kedua orang itu memiliki banyak artikel.
Setiap kali Jin Ho membalikkan halaman, dia menjadi malu
pada dirinya sendiri. Karena, dia tak bisa menempelkan foto dirinya di sini.
Kemudian, saat membalikkan halaman terakhir, tangan Jin Ho berhenti.
[Siapa Yoo Jin-ho?]
[Dua Hunter yang pergi ke Jepang]
[Hunter D-Rank. Keberanian atau Popularitas?]
Artikel yang memuat namanya terlihat. Bahkan, gosip kecil
pun dipotong dengan hati-hati dan ditempelkan di sana.
“Uh..”
Jin Ho tak bisa mengatakan apa-apa.
Kemudian, Sebuah potongan koran jatuh.
Air mata Jin Ho bergulir, saat dia membungkuk dan mengambil
artikel itu. Itu adalah foto raksasa setingkat bos yang menunjukkan foto
dirinya sedang tersenyum. Karena, mengambil posisi hyung-nim nya yang menolak
untuk difoto.
Tanggal artikelnya adalah hari ini.
Kim meletakkan tangannya di bahu Jin-ho dan berkata.
“Dia melakukan banyak hal padamu, bukan karena dia tak
mencintaimu. Dia sebenarnya memiliki harapan besar untukmu, sama sebesar apa
dia mencintaimu.”
Setelah terdiam cukup lama, Jin Ho lalu berhasil mengangkat
dirinya tegap.
“Ayahku… Apakah ada cara untuk membangunkan ayahku?”
Sekretaris Kim menggelengkan kepalanya dengan wajah gelap. Tak
ada pasien yang pernah membuka matanya, ketika dia masuk ke keadaan ‘Eternal
Sleep’.
Kecuali satu pengecualian.
Tiba-tiba ada sekretaris Kim membuka mulutnya dan berkata
dengan begitu keras.
“Mungkin ada satu. ”
“Apa itu?”
“Tidak … Tak ada apa-apa.”
Bagaimanapun juga, Kim tak bisa membicarakan masalah ini. Karena,
ini sama saja dengan memberi harapan yang buruk. Dan sekarang adalah
masalahnya.
Kim menelan kembali kata-kata yang ingin ia katakan kepada Jin
Ho,yang sedang menangis di dinding kaca.
Tapi, Jin Ho diam-diam mendengarkan percakapan orang yang
ada di sekitarnya.
Post a Comment for "SL_179"
comment guys. haha