Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

***Dukung kami: Traktir ngopi! (min Rp 1.000,-)***
Laporan Donasi

BAE_081

gambar

The Beginning After The End


BAE_081

Chapter 81: Setidaknya

 

#PoV: Elijah Knight

 

Pada saat petugas Komite disipliner dan Dewan Siswa keluar dari pertemuan bersama para Profesor, itu sudah larut malam.

Dan aku mengambil kesempatan itu untuk memberi-tahu mereka semua, apa yang aku tidak bisa katakan sebelumnya. Tentang kenyataan, jika Arthur masih hidup dan aman.

“Ya! Aku tahu itu! Aku tahu, dia akan bertahan hidup.”

Claire tenggelam di atas kursinya, dengan lega sambil menutupi mukanya dengan tangan. Mungkin, itu untuk menyembunyikan air mata liar yang meluncur di pipinya.

Curtis hanya menghela napas lega sambil bersandar ke dinding. Tapi, reaksi Putri Kathlyn yang aku lihat, membuatku lengah.

Untuk kali ini, aku bisa dengan jelas melihat wajahnya menjadi cerah, saat dia memastikan apakah aku berbohong atau tidak. Aku juga hampir bisa melihat mata coklatnya berbinar, saat mereka menyempit ketika dia menunjukkan senyum langka.

“Terima kasih Dewa,” gumamnya berulang kali secara pelan, setelah aku menegaskan kembali informasi dengan anggukan canggung.

“Seperti yang diharapkan dari * sniff * rivalku. Mhmm.”

Elf yang terus bersikeras jika dia adalah saingan Arthur terlihat bangga. Seolah-olah, dia adalah orang yang menyelamatkan Arthur atau sesuatu seperti itu. tapi, jelas cairan hidungnya yang bocor keluar, telah mengkhianati ekspresinya itu.

“Heh, aku tahu, jika orang picik itu tidak akan mati hanya karena jatuh saja,”

Beruang yang bersandar di kursinya mengejek. Theodore mencoba untuk memainkan peran santai, walau setengah mulutnya tersenyum. Dia mencoba menahan diri untuk memberi-tahu semua orang, jika ia cukup senang mendengar ini.

Aku pikir itu namanya, Kai merespons dengan sangat acuh tak acuh, dengan senyum yang tampak dangkal.

“Sepertinya, aku akan mendapatkan pertandingan latihan sebentar lagi.”

Penghalang kecil yang terlalu jelek untuk dianggap sesuatu, walau bisa dianggap sebagai seorang Dwarf yang ‘menarik’, mengangguk mengantisipasi, dan lengannya disilangkan untuk memamerkan vena-nya yang menggembung.

Ugh, aku mengingat beberapa kenangan yang tidak menyenangkan lagi.

Cukup jelas jika mereka semua lega, mereka juga tidak keberatan tentang dia yang tidak akan kembali untuk membantu di situasi saat ini.

Justru sebaliknya, rasanya seperti mereka ingin kegagalan ini berhasil diurus, sebelum Arthur dan Tessia kembali.

Ini aneh, lebih banyak profesor di sini. Tapi aku merasa, seperti Arthur akan mampu melakukan sesuatu tentang kekacauan ini, jika Direktur tidak bisa kembali tepat waktu.

Aku mengatakan tentang Arthur ini kepada petugas Komite Disipliner, setelah bangunan Tri-Union berada di bawah kendali. Untungnya, tidak ada yang meninggal dan hanya beberapa siswa luka ringan saja.

Dikatakan, jika seorang Emitter dibawa dari Adventurer Guild untuk menyembuhkan mereka. dan, mereka juga dibawa ke bangsal perawatan mana. Sebelum orang tua mereka datang, pihak sekolah akan memberikan penjelasan tentang apa yang terjadi sebelumnya.

Suasana di dalam akademi kini menjadi memburuk, karena jelas ada celah yang membagi antara siswa sekarang. Para elf dan Dwarf marah, generalisasi ini hanya mengatakan jika semua manusia adalah seorang brutal yang rasis. Sedangkan siswa manusia yang sombong, tidak berniat menyalahkan tindakan ras mereka.

Beberapa siswa manusia yang merasa buruk tentang apa yang telah terjadi, akhirnya menjadi dikucilkan oleh kedua belah pihak. Pada akhirnya, mereka hanya mengambil sikap netral, terlalu takut untuk mengatakan apa-apa. Karena pada titik ini, situasinya terlalu fluktuatif.

Semua orang berusaha untuk menemukan orang lain, untuk disalahkan.

Sangat aneh melihat, bagaimana orang-orang ini bertindak lebih sembrono, saat mereka bersatu. Seakan, seperti mereka mendapat kekuatan dari satu sama lain.

Kedua belah pihak juga menjadi lebih aktif, setelah bangunan dipadamkan. Dan bahkan itu hampir berbalik menjadi adu fisik, sebelum profesor lebih dahulu mengatakan kepada mereka semua, untuk membubarkan diri.

Sambil terus gelisah, karena semua keadaan ini, aku berhenti di ruang pelatihan yang Arthur telah izinkan padaku untuk dimasuki.

Aku biasanya tidak menggunakannya. Tapi, karena baik Arthur dan Tessia tidak berada di sini, aku memutuskan akan baik-baik saja, jika aku masuk.

Penjaga menatapku lucu, tapi wanita yang ada di meja depan yang bernama Chloe, cukup ramah untuk mengawalku secara pribadi ke dalam ruangan.

“Haaa…”

Aku menghela napas dalam-dalam ,saat aku merasa inti mana-ku gemetar dalam kegembiraan, karena aku lepaskan.

Tidak seperti Arthur, aku sudah belajar banyak, sejak aku datang ke akademi ini. banyak aspek praktis untuk sihirku tampaknya bekerja secara berbeda, bila dibandingkan dengan orang lain.

Dan satu hal yang aku sangat perhatikan adalah jika meditasi tidak berguna banyak untukku. Inti manaku dikembangkan dan diperkuat dengan kecepatannya sendiri, setiap upaya sadar yang sengaja aku lakukan untuk meningkatkan inti mana, tampaknya tidak membantu untukku.

Tapi bahkan tanpa upaya nyata itu, aku mampu menerobos sampai ke tahap orange awal. Walau setelah mencapai tahap ini, aku yakin tidak bisa membuat keuntungan apapun lagi nanti.

Aku mengepalkan tanganku menjadi tinju dan kemudian melepaskannya. Aku mengulangi gerakan ini, seakan tanganku bergerak sendiri.

‘Earthen Spear.’

Aku merasa mana-ku berintregasi lebih baik saat ini. setelah itu, segera batu tajam melonjak dari tanah beberapa meter di depanku.

‘Earthen Spear.’

Aku merapal lagi, kali ini dengan lebih banyak menjiwai mana ke dalam mantra.

Dua tombak tebal lalu menembak dari bumi, pada sudut di hadapanku. Sejujurnya, bahkan perapalan ini tidak perlu untukku. Itu hanya menjadi kebiasaan bagiku, agar bisa menyimpan visulaisasi yang kuat tentang apa yang ingin aku buat.

Tapi jika aku berlatih lebih banyak, mungkin aku bahkan bisa langsung melemparkan beberapa aliran mantra sekaligus, tanpa rapalan terlebih dahulu.

‘Stone Barrage.’

Kali ini, tanah di bawahku hancur saat potongan bumi mulai melayang.

Setelah beberapa saat konsentrasi, aku menembakkan batu melayang ini ke arah depan.

* BOOM * * BOOM * * BOOM * * BOOM *

Hanya empat dari sepuluh batu yang ditembakkan, yang benar-benar mampu memukul pohon yang aku anggap sebagai target. Itu membuatku sedikit kecewa.

Jika aku tidak bisa bermeditasi untuk memperkuat inti manaku seperti orang lain, aku mungkin bisa lebih baik mengendalikan mantra.

Aku belajar di kelas Pemanfaatan Mana, tentang apa sebenarnya afinitas terhadap elemen tertentu, itu berarti.

Untuk mage dengan sangat sedikit afinitas dengan fire, pada dasarnya itu berarti jika mage harus menjadi jauh lebih fokus ke rapalan. Yang juga berarti, jika rapalan mantra yang dibutuhkan lebih panjang.

Setiap kata dari rapalan yang kami lantunkan, dapat membentuk jenis fenomena yang kami inginkan terjadi.

Untuk mantra Rock Bullet, mage dengan sedikit afinitas earth akan memerlukan sebuah kata untuk setiap langkah yang ia ambil. Mulai dari bentuk batu, kepadatan, di mana itu akan terbuat.

Jika kamu menambahkan putaran dalam pelurumu, maka kamu juga perlu melantunkan rapalan untuk itu juga. Tidak lupa lintasan awal mantra serta, jika kamu ingin peluru batu menguat agar kamu bisa menembus target. Atau, jika kamu ingin peluru meledak setelah menghantam target.

Semua itu memerlukan rapalan, yang sangat jelas akan membuat rapalan si mage, dengan sedikit afinitasi menjadi semakin panjang.

Semua ‘faktor’ mantra ini dapat dengan mudah hanya dibayangkan oleh mage, yang memiliki afinitas yang besar dengan elemen. Mage seperti mereka memiliki afinitas tertinggi terhadap elemen. Jadi, mereka dapat memanfaatkan kapasitas mental dan mana terbaik mereka.

Dan bagiku, bumi di bawahku terasa seperti perpanjangan dari tubuhku. Mungkin, itu karena aku dibesarkan dengan para Dwarf. Walau aku selalu punya pikiran yang mengganggu di belakang pikiranku tentang kenyataan, bahkan aku tidak bisa dianggap normal juga di antara mereka.

Aku tidak bermaksud mengatakan tidak normal dalam hal semacam jenius seperti Arthur. Ini lebih condong ke keanehan alam.

Yah, walau aku kira, Arthur juga semacam keanehan alam dengan caranya sendiri…

Itu sedikit pemikiran anehku. Fakta-fakta tentang tubuhku atau disposisiku bukanlah hal yang rahasia. Tapi, aku juga tidak secara eksplisit memberi-tahu siapa pun tentang ini.

Aku ingin mengatakan kepada Arthur tentang perbedaan dalam tubuhku. Tapi, aku selalu melewatkan waktu. Dan aku juga merasa, jika ini bukanlah hal yang cukup mendesak untuk menariknya, hanya untuk menjelaskan semua ini.

Tapi itu tak masalah, semua karena aku merasa seperti mungkin, mungkin saja, aku suatu hari nanti bisa mengejar Arthur. Yah, jika aku berlatih cukup keras.

Ya, aku tahu dia mage quadra-elemental tingkat yellow akhir dengan dragon will. Dan dia juga entah bagaimana memiliki keterampilan luar biasa, dalam pertempuran jarak dekat. Tapi hei, seorang pria bisa bermimpi, kan?

Aku menggunakan lebih banyak mantra, setengah untuk berlatih, dan setengah untuk meringankan frustrasi yang terpendam.

Aku ingin mengejar Arthur. Tapi, bukan karena aku ingin menjadi lebih baik dari dia. Ini karena aku ingin membantunya.

Aku merasa, seperti dia selalu memiliki pertempuran sendiri yang harus ia hadapi. Sebagai sahabatnya, aku ingin menjaga punggungnya, baik melalui waktu yang baik, atau melalui perang.

Aku tidak tahu hal-hal apa dia akan lalui nanti. Tapi jika aku ingin selalu bersamanya, aku yakin perlu untuk menjadi lebih kuat.

***

 

#PoV: Arthur Leywin

 

Aku ingin kembali, tapi itu sudah terlambat. Aku sudah berada di dalam portal. Dan perjalanan melalui transportasi ini tidak pernah berlangsung lebih lama dari beberapa saat pusing yang menyenangkan.

Walau kali ini, itu terasa lebih lama… tidak. Ini MEMANG lama.

“Kuu…”

Sylvie yang menempel di kepalaku seperti lem, mulai gemetar.

‘Rasanya ada yang salah, Papa,’

Sylvie mentramisikan, instingnya membuatnya khawatir.

Perjalanan melalui gerbang transportasi, seharusnya tampak seolah-olah kamu bisa dengan cepat menuju ke tujuanmu. Dan itu hanya memerlukanmu untuk berdiri di atas panggung, saat warna menjadi kabur bersama dengan latar belakang. Sampai akhirnya, kamu menghilang ke dalam cahaya.

Setelahnya, kamu akan keluar di ujung lainnya. Itu adalah sensasi aneh yang aku tidak bisa gambarkan dengan kata-kata. Tapi kali ini, semuanya jelas berbeda.

Ruang di sekitarku memang terdistorsi menjadi kabur dengan warna seperti biasa. Tapi bukannya semakin cerah, warna disekitarku ini semakin hilang, dan terus berbalik menjadi redup di setiap detiknya. Hingga akhirnya, itu menjadi gelap gulita.

‘Papa, aku takut.’

Getaran Sylvie yang berasal dari kepalaku adalah satu-satunya cara aku tahu, jika ikatanku ini masih ada bersamaku.

Dan ini juga pertama kalinya Sylvie mengatakan kepadaku, jika dia takut. Ada saat-saat dia waspada, atau peringatan. Tapi, dia tidak pernah takut seperti ini.

Setelah sensasi perjalanan melalui pintu gerbang yang biasanya membuatku mual berhenti. Aku dengan tegang menyalakan bola api di atas telapak tanganku.

“Apa…”

Itu aneh. Bola api yang seharusnya memberiku, setidaknya semacam sedikit gambaran, tidak melakukan apapun saat ini. Ini hampir seperti melemparkan bola berwarna merah ke dalam gua yang gelap. Itu tidak berpengaruh pada kegelapannya.

* VWOOOOM *

Aku jatuh pada lututku, dan langsung memperkuat tubuhku dengan mana sebagai respon.

Aku takut.

Monster seperti apa yang memiliki niat berbahaya, yang cukup mampu membuatku berlutut?

Aku tidak bisa berhenti menggigil, mana dalam tubuhku juga tersebar. Itu menolak untuk mendengarkanku, karena kurangnya kontrol mentalku.

Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, aku merasa seperti anak… yang sebenarnya, anak tak berdaya di depan hadapan hantu.

“Siapa di sana?”

Aku mencoba yang terbaik untuk berkata tegas. Tapi, suara gemetarku jelas mengkhianatiku.

Saat itu, sepasang mata mulai terlihat entah dari mana. Aku tahu persis, siapa pemilik sepasang mata ini. Aku sangat yakin akan hal itu. namun, itu tidak menghiburku atau membantuku dalam mempelajari situasi sama sekali.

Pasangan mata itu, yang bersinar putih dan berbintik-bintik dengan bintang, yang memikatku saat pertama kali aku melihatnya. Itu terus menjadi dekat. Suara otoritatif yang tanpa emosi juga mulai menusuk telingaku. Seolah-olah, dia berbicara langsung ke telingaku.

“Akhirnya. Kita sekarang memiliki sedikit privasi untuk dengan berbicara santai.”




< Prev  I  Index  I  Next >

Post a Comment for "BAE_081"