UG_008
UG_008
8. Pelatihan Neraka Albert (2)
‘Ternyata, Tuhan tak meninggalkanku.’
Dia akhirnya menyadari, jika dari semua ketidak-beruntungannya ini, dia masih memiliki berbagai keberuntungan.
Mulai dari setelah mendapatkan title terkutuk ‘Unlucky Player’,
dan mendapatkan semua status minus yang membuatnya sangat menderita. Dia
akhirnya menyadari, jika ada banyak hal yang membawanya pada ‘situasi khusus’
ini.
Dia awalnya tak menyadari, mengapa dia mendapatkan kondisi
yang sangat menyedihkan ini. Seolah, Tuhan telah membuang dan membiarkannya
membusuk di dasar jurang terdalam. Tapi, setelah mendapatkan pelatihan neraka
Albert, dia menyadari sesuatu.
[Indomitable naik 1 point.]
Saat nafasnya terasa berat, seluruh persendian dan tulangnya
yang terasa hancur, daging dan otot yang terasa tersayat-sayat, dan juga mental
yang dipaksa untuk tetap bangkit, walau telah diinjak-injak…
“Ghah… ghah… ghah…”
Dia tak bisa untuk tidak menarik nafas kasar, setelah pria
tua yang di depannya itu membersihkan tangan kanannya yang baru melepas tongkat
kayu itu. Seolah, ingin menghapus bekas genggaman kotor kayu itu.
Dengan terus terfokus pada tangannya, pria tua itu berucap
pelan.
“Minor healing.”
Ada rasa hangat yang menyebar ke seluruh bagian tubuhnya,
dari kepala hingga kaki. Tapi, dirinya yang sudah sembuh 100 persen itu tetap
tak ingin beranjak dari tidurnya di tanah yang keras ini. Dia masih tak ingin
beranjak dari istirahat yang sangat ia dambakan ini.
“Bangun, atau kamu ingin merasakan Fireball, waterball,
lightning, atau mental curse lagi?”
Suara tanpa ampun itu membuat tubuhnya yang telah pulih itu
memberontak. Seolah protes, kapan siksaan itu bisa berakhir.
“Cih!”
Dia hanya mendecakkan lidahnya, dan…
“Lightning.”
Blarrr…
Tiba-tiba, seluruh tubuhnya terasa tersengat, dan kemudian
itu menjadi sangat kuat, hingga membuat tubuhnya kejang.
“Aaarrgggghhh…”
Setelah dua detik, yang serasa seperti dua tahun, tubuhnya
kembali jatuh ke tanah. Dan bau hangus terasa di hidungnya yang hampir mati
rasa. Bahkan, dia tak bisa merasakan, apakah dia hidup atau mati sekarang.
“Minor healing.”
Sensasi hangat itu kembali menghampirinya, dan memulihkan
seluruh luka di tubuhnya.
‘Psikopat sialan!’
Dengan tertatih-tatih, dia mengangkat tubuhnya yang
tersungkur, dengan bantuan kedua tangan yang gemetaran. Tapi kali ini, dia
tetap terdiam, mengertakkan giginya dengan sekuat tenaga.
“Minor vitality.”
Kini, cahaya biru muda mulai menyelimutinya. Berbeda dengan
cahaya emas yang tadi ia rasakan, kini energinya yang benar-benar habis serasa terisi
ulang. Tanpa menyisakan rasa lelah di tubuhnya, meski telah dihajar
habis-habisan dan dijadikan terget sihir tanpa jeda sedetik pun.
“Segera ke dapur, dan cuci piring dan gelas. Aku harus
segera membuka pub.”
Pria tua yang tak lain adalah Albert itu segera beranjak
pergi, tanpa ragu. Seolah, dia adalah manusia yang tak pernah melakukan apapun
di tempat ini.
‘Awas saja, kau… psikopat tua!’
Sebenarnya, dia ingin mengucapkan itu dengan keras. Tapi,
setelah dua pengalaman mengerikan yang telah ia rasakan, ketika mengucapkan
kalimat itu tanpa berpikir… membuatnya harus hangus, gosong, ataupun tenggelam,
karena sihir dari Albert itu.
Yang entah bagaimana, lelaki tua itu bisa mendengarnya,
walaupun dengan suara lirih dan jarak yang cukup jauh.
Setelah mentor-nya menghilang di dalam pub, Azvein segera
menutup matanya, dan menarik nafas dalam-dalam. Dia mengumpulkan semua yang ia
rasakan di ujung mulutnya, dan membuang itu dengan hembusan keras.
Lalu, dia membuka matanya, dan berkata.
“Stats Window.”
Azvein |
Race |
Human |
|
Level |
1 |
Class |
Newbie |
Fame |
0 |
Title |
Unlucky Player |
|
|||
Health Point |
15 |
Mana Point |
-28 |
Strength |
-42 |
Agility |
-35 |
Endurance |
-44 |
Intelligence |
-27 |
Wisdom |
-39 |
Luck |
-2(-999) |
Indomitable |
6 |
Flexibility |
4 |
Ability Point: 13 |
Dia menatap itu dengan senyum kecut. Bagaimana tidak, andai
dia tak dilatih Albert, tentu saja dia masih akan terjebak lebih dalam di
‘negative stats’-nya ini.
Terlebih lagi, melihat perkembangannya yang sangat
signifikan, dengan kondisi awalnya, hampir semua statistiknya naik 10 poin
dalam seminggu ini (waktu game).
Tentu saja, dia lebih bahagia lagi, dengan kemunculan stat
baru, Indomitable dan Flexibility.
Kedua stats ini berbeda dengan stats utama yang bisa naik 1
poin (bonus point), saat dia mencapai 10 kali naik level. Keduanya tak akan
naik, meski dia sudah naik level puluhan kali.
Awalnya, stats Indomitable ini muncul, ketika selesai
pelatihan neraka di hari pertama. Stats itu muncul, setelah dia dihajar
habis-habisan oleh Albert. Yang mana, hari itu terasa paling berat olehnya, dan
yang paling membuatnya trauma.
Coba bayangkan. Bagaimana seorang lelaki kekar dan kuat,
memukul bayi yang baru lahir dengan sekuat tenaga?
Terlebih lagi, psikopat tua itu juga bisa merapal sihir
‘mirror healing’, yang langsung menyembuhkannya seketika. Tentu saja, pria tua
itu tak akan membiarkan dia bersantai. Tanpa jeda sedetikpun setelah ia
berdiri, dia akan langsung terpukul keras oleh ‘tongkat kematian’ mentor
psikopatnya itu.
Setelah itu, mirror healing kembali digunakan padanya.
Saat dia pura-pura pingsan, pria tua itu langsung
menggunakan sihir ‘fireball’ tanpa permisi. Itu sungguh mengejutkan, bagaimana
seseorang bisa merapal sihir kelas priest dan mage secara bergantian.
Tak punya waktu terkejut, Azvein langsung terbakar hangus dalam
sekejap.
Dan saat dia dengan susah payah berdiri ‘minor vitality’,
yang memulihkan stamina, juga tiba-tiba mengenai tubuhnya. Alhasil, tubuhnya
yang sedari tadi letih dan lemas, langsung sehat seketika.
Dia sempat mengrutu, kenapa dia bisa pulih seketika. Tapi,
belum sempat ia bersuara, tongkat yang menggantikan ranting itu langsung
menghantam perutnya dengan keras.
“Ugh…”
Lelaki tua itu ingin mengeluarkan apapun yang ada di
perutnya. Tapi, tak ada yang keluar, selain udara. Lalu, tubuhnya langsung terbang
ke belakang dengan keras dan kasar.
Setelah itu…
“Minor healing.”
Neraka yang tak pernah usai itu kembali terulang, meski
matahari tak lagi berada di puncak tertingginya.
Walaupun pelatihan neraka itu hanya tiga jam tiap harinya,
itu terasa tiga puluh tahun baginya.
Dan akhirnya, itu berakhir dengan kemunculan stats baru.
[Karena berhasil bertahan dari tekanan fisik dan mental yang
berada di luar kekuatan tubuh untuk waktu yang lama, Anda telah berhasil
membuka hidden stats, Indomitable.]
Kekuatan fisik dan
mental yang semakin kuat, tak kala bertahan dari jurang keputus-asaan dan
kematian.
*Stats ini tak bisa
level up dengan ability point atau bonus point.]
Seolah Tuhan tak meninggalkannya, dia juga mendapat hidden
stas lain, Flexibility, dua hari kemudian.
Stat Flexibility memudahkan ia untuk mencuci gelas dan
piring di dapur. Sehingga, keefektifannya dalam naik level di quest tak
terbatas itu bisa terus dinaikkan.
Itu ibarat, dia menemukan permata, di dalam septi-tank.
“Semua ini berkat Evaline.”
Ya, dia menyadari hal ini. Andai kata dia tak bertemu
malaikat itu, apakah dia bisa terus berharap pada game virtual reality ini?
Terlebih sebagai mantan player MMO-RPG, dia sudah
mengetahui, jika dirinya sedang berada dalam suatu ‘event’ tersembunyi.
Sungguh sangat tak masuk akal, bagaimana dia bisa terjebak
dalam pelatihan neraka ini, dengan mentor psikopat yang multi-talent itu.
Dia percaya, event neraka ini akan membantunya keluar dari
kondisi mengerikan ini.
Ya, dia yakin itu…
Ditambah, ‘keberuntungan’ lainnya yang ia sadari keanehannya
adalah, ketika dia melangkah keluar dari grand hall menuju pub, untuk melakukan
quest ‘Uncle Albert’.
Entah mengapa, tak
ada NPC yang menabraknya. Kalau ada seseorang yang menabraknya dengan tubuh mereka,
tentu dia akan mati seketika. Karena Blessing of Michael’s Compassion tak kebal
terhadap serangan tubuh.
Ada saat ketika dia sampai di pub dan akan dijegal oleh
player. Tiba-tiba, pemilik pub, atau Albert tiba-tiba menolongnya. Itu sungguh
keberuntungan yang aneh…
Setelah dia memikirkan ini dalam-dalam. Akhirnya dia
menyadari, jika ini adalah bagian dari ‘event’ tersembunyi.
‘Tuhan tidak meninggalkan aku.’
***
Saat dia masuk ke pub, dia mendegar percakapan antara Albert
dan seorang NPC priest.
“…maafkan aku.”
Tiba-tiba, priest wanita itu menunduk dalam, seolah
melakukan kesalahan besar.
“Di mana lokasi mereka?”
“Di utara, setelah Freezing River (sungai beku).”
“Baiklah. Pergilah.”
Setelah mengucapkan kalimat pendek itu, aura di sekitar
Albert kembali memanas. Seolah, dia tak ingin mendengar apapun lagi dari priest
itu.
Sehingga, priest yang sebenarnya ingin berkata-kata lagi,
ketakutan dan langsung berlari menuju pintu keluar.
‘Ada apa?’
Ketika tatapan matanya beralih ke sumber aura menakutkan itu,
yang sudah akrab baginya karena pelatihan nerakanya. Dia melihat jika tatapan
kebencian muncul dari kedua mata Albert.
“Hei, bocah.”
“Ya?”
“Tutup pub. Aku akan pergi.”
“Hah?! Kemana?”
Sungguh, hal yang jarang bagi Albert, yang biasanya tak
meninggalkan pub selain berbelanja stok logistik pub, untuk pergi di waktu ini.
“Kamu dengar tadi kan? Rombongan Evaline diserang demon, dan
hilang kontak.”
“Apa?!”
Sungguh, kejadian ini mengejutkannya hingga ke batas
akalnya. Azvein tak menyangka, alur event tersembunyi ini sangat berat. Azvein
sungguh tak tahu, bagaimana harus bersikap sekarang.
Dia tak mungkin ikut, dengan kondisi negative stats
miliknya. Terlebih lagi, apa yang event ini harapkan, agar ia lakukan? Tentu
saja, dia tak hanya harus diam dan melihat event ini terus berjalan
meninggalkannya kan?
Seolah instingnya sebagai gamer berbunyi, dia melihat
keganjilan saat melihat Albert.
Pria tua itu mengenggam sebuah cermin arloji genggam.
Mungkin saja, itu adalah arloji sihir.
“Apa itu?”
Karena dia sekarang tak memiliki skill apapun yang bisa
mengidentifikasi item di atas tingkat normal. Dia bertanya pertanyaan itu.
“Item pelacak, Eye of Seeing.”
“Apakah itu item rare?”
“Item unique.”
Matanya membelalak tak percaya. Di depannya sekarang, ada
arloji perak yang hampir tak ada bedanya dengan arloji biasa. Yang ternyata
adalah item unique…
Dia semakin curiga dan penasaran, tentang identitas
sebenarnya dari Albert.
“Tracking, Angel’s Tear Necklace.”
Saat Albert mulai mengaktifkan item unique itu, Azvein mendekat
untuk melihat lebih jelas arloji itu.
Di layar yang seharusnya ada jam yang berputar, kini berubah
menjadi radar yang mendeteksi apapun yang dicari, dengan layar biru dan garis
putih yang terus berputar seperti jarum jam.
Lalu, muncul satu titik putih di sana.
“Ba… bagaimana bisa?”
“Sihirku ada di kalung itu.”
Tanpa memperdulikan Azvein yang benar-benar terkejut dengan
item unique itu, Albert langsung beranjak dari tempatnya dan masuk ke kamarnya
dengan terburu-buru.
Lalu, dia menekan buku merah yang ada di dalam rak, di
sebelah meja belajar.
Lalu, di lantai samping meja itu, muncul tangga yang menuju
ke bawah, dengan suara ‘ggrrr’.
Tanpa membuang waktu, Albert segera masuk ke dalam.
Melihat itu, Azvein juga segera mengejar pria tua itu. Tapi,
saat tiba di bawah, dia tak melihat apapun. Hanya ada ruang kosong di sana.
Perlahan, dia mengerakkan kedua tangannya di udara dan
dinding, untuk mencari-cari sesuatu yang tersembunyi. Tapi, dia tak menemukan
apapun.
Setelah menunggu beberapa saat…
Dinding di depan tangga, tempat Azvein menunggu, tiba-tiba
bergelombang, dan mengeluarkan sosok Albert dari sana.
“…?!”
Pria tua itu keluar dengan jubah hitam seperti serigala,
dengan satu longsword, sarung tangan, leather armor, dan sepatu baru.
Itu sungguh penampilan berbeda, dari Albert yang suka
berdandan rapi dan elegan. Itu merubah imagenya menjadi gagah dan pemberani.
Tanpa membuang waktu, Albert segera mendekati tangga, di
mana Azvein berada. Seolah, menyuruhnya untuk menyingkir.
Tapi, pemuda itu berdiri dan menatap Albert dengan kokoh.
“Apa ada yang bisa aku bantu?”
“Cihh…”
Albert hanya tersenyum sinis, dan membuang muka.
Azvein sendiri sebenarnya sudah tahu, jika dia tak akan
berguna dalam kondisi saat ini. Tapi, demi Evaline, dia harus melakukan sesuatu.
Setelah memberi jalan pada Albert, Azvein berkata.
“Tolong selamatkan Evaline.”
Ucapannya tulus, tanpa mengatakan hal lain.
Albert hanya mendengus dan tersenyum, saat dia dengan ringan
menjawab.
“Tentu saja.”
***
Pemuda itu terus bekerja di station dapur dengan semangat.
Ya, kini, semua masalahnya tentang karakter game-nya sudah diatasi, tinggal
menunggu waktu. Dan juga, dia menyadari kejanggalan akan posisinya saat ini di
dalam event tersembunyi itu.
Sehingga dia yakin, suatu saat, karakter game-nya akan
menjadi sangat kuat.
“Hei…”
Kemunculan gadis yang selalu saja membuatnya ‘terasa hidup’,
melengkapi kegembiraannya.
“Hei, rat.”
Tapi, gadis itu tiba-tiba mengelembungkan pipinya, seolah
dia sedang ngambek.
Menyadari hal ini, Bagas segera menoleh.
“Ada apa?”
“Tidak.”
“Oke.”
Mendengar itu, Bagas kembali mengangkat kentang goreng dari
penggorengan. Tapi, aura tak menyenangkan dari sampingnya masih terasa. Setelah
beberapa saat, dia melirik ke samping. Dan, gadis yang menggelembungkan pipinya
itu masih bertahan di sana.
‘Kenapa dia?’
“Ada apa, rat?”
Kedua mata hitam indah gadis itu membelalak, seolah tak
percaya.
“Kamu benar-benar lupa?”
‘Lupa?’
Bagas hanya memiringkan kepalanya, mencoba mengingat-ingat
janji apa yang ia lupakan.
Seakan tak sabar, Ratna segera mendekat ke arah Bagas.
“ID Game!”
‘ID Game?’
Sejenak mengingat dengan petunjuk itu, akhirnya dia
menyadari sesuatu.
“Ah….”
Dia teringat, jika dia belum menerima satu-satunya
permintaan di list ‘friend request’ miliknya.
ID: Cherry Witch.
Dia teringat, sudah sangat lama ID itu ada di list friend
request miliknya. Sebenarnya, dia ingin menerima permintaan itu. Tapi sebagai
pria, dia malu untuk melakukan itu.
Ya, semua itu karena levelnya yang masih di angka 1,
walaupun sudah bermain hampir setengah tahun, jika dihitung sejak pembuataan
akunnya.
Berbeda dengan game-game lainnya, Throne of Paradise hanya
menampilkan ID Name dan ID Number Caracter yang bisa ia terlihat.
Memanfaatkan fitur ini, Bagas seolah-olah tak menerima
permintaan pertemanan Ratna. Tapi setelah berhari-hari gadis itu memojokkannya,
dia akhirnya tak bisa mengelak lagi. Terlebih lagi, Ratna terus menempel
padanya, dan tak melakukan pekerjaannya.
Andai bosnya tahu, dia pasti akan dimarahi lagi.
Menarik nafas panjang, Bagas hanya bisa teringat kejadian
kemarin, yang sama seperti ini. Lalu, bosnya datang dan memarahi mereka berdua.
Seolah tak peduli, Ratna kembali berulah.
“Baiklah. Nanti setelah aku login, aku akan menerimanya.”
“Janji?”
“Ya.”
“Yey…”
Seolah anak kecil yang mendapatkan mainan baru, Ratna
melompat-lompat dan menari. Itu membuat Bagas ingin pergi, dan pura-pura tak
mengenalnya.
Mengiringi kebahagian itu hingga akhir, mereka akhirnya
menyelesaikan shift-nya dengan gembira.
Saat keduanya ingin pulang, di depan restoran itu ada sosok
yang begitu ia kenal.
Bagas berdiri di sana dengan geram. Matanya merah dan
cengkramannya pada tasnya sangat kuat. Ya… dia sedang melihat musuh
bebuyutannya.
“Yudha!”
Post a Comment for "UG_008"
comment guys. haha