Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

***Dukung kami: Traktir ngopi! (min Rp 1.000,-)***
Laporan Donasi

UG_013

gambar

Unlucky Game

UG_013


13. Top Ranker Pertama

 

“Baiklah, aku mulai.”

Tanpa membuang banyak waktu, Arthur mengayunkan great sword-nya dengan kecepatan mengagumkan. Tentu saja, lawannya tak akan diam dan merima serangan itu dengan baik hati.

Albert mengangkat longsword-nya dan berhasil menahan pedang yang lebih besar dari miliknya itu.

“Kamu kuat,” ucap Albert sambil melihat ke arah rongga yang ada di dalam helm hitam itu.

“Kamu juga.”

Mengambil langkah mundur, Arthur mulai mengukur kekuatan dari lawannya, menggunakan pertukaran serangan pertama itu.

‘Dia masih menyembunyikan kekuatannya.’

Dengan cepat, Arthur mampu menganalisis semua hal yang terjadi, dan memperhitungkan segalanya. Pantas saja, dia menjadi Top Ranker Pertama tanpa bisa melakukan hal apapun yang menakjubkan.

“Room of Death.”

Dari tanah di bawah kakinya, mulai melebar area melingkar dengan dia sebagai pusatnya, aura hitam yang mengeluarkan asap. Lalu, dia menekan kaki kanannya, dan menghempaskan tubuhnya ke depan.

“Triple Slash.”

Tiga ayunan kuat yang mengeluarkan bilah energi melaju mengarah pada lawannya yang tetap diam mengawasinya.

Dengan tenang, lawannya itu membelokkan arah bilah energi itu dengan pedangnya.

Darkness.”

Great sword-nya kini mulai memancarkan warna merah darah di antara bilahnya. Seperti denyut dari nadi yang bermula dari pegangannya, menuju ke segala penjuru pedang.

[Darkness

Melepaskan segel pertama dari demon sword yang telah ditakhlukkan. Meningkatkan attack power dari demon sword itu, dengan mengorbankan setengah Demon Energy pengguna.]

[Demon Sword Sharmez melepaskan segel pertamanya.]

Bilah yang sedari tadi halus dan tajam, kini berubah menjadi bergerigi, seperti gigi hiu.

Menyadari perubahan dari senjata lawan, sikap tenang Albert mulai berubah. Karena, itu adalah pedang yang sama, yang ia lihat di reruntuhan gereja tadi.

‘Jadi, dia menggunakan dark energi untuk melepas segel senjatanya.’

Memahami pergerakan lawan, Albert mulai menyiapkan kuda-kuda, dan mulai bersiap. Tapi, dia masih mengkhawatirkan seorang gadis lemah yang ada di belakangnya.

“Hey…”

Bamm…

Untungnya, gerakan refleks yang sangat bagus miliknya, bisa mendeteksi kecepatan lawan yang meningkat drastis. Dia kembali melihat ke depannya, melihat ke arah senjata yang sepertinya ingin melahapnya hidup-hidup. Tapi untungnya, senjatanya tepat di antara kedua matanya.

“…Jangan meremehkan aku.”

“Aku tidak.”

Jawab singkat Albert yang mulai menyadari, jika tangannya bergetar. Dia sejenak kaget, namun sorot matanya tetap tenang.

“Triple Slash.”

‘Apa?!’

Menggunakan skill jarak jauh di jarak sedekat ini?

Tapi, sebelum Albert bisa mengerti pergerakan baru ini, dia mulai menyadari, jika efek skill Triple Slash itu dirubah, karena efek skill sebelumnya, Darkness.

Demon sword itu menjadi lebih berat dan mulai menggoyahkan pertahanan Albert. Lalu, dia mengayunkan kaki kirinya, untuk menghantam tubuh lawan yang masih bertahan di udara.

Tapi, kaki itu dihadang dengan kaki kanan lawan.

“Seriuslah, kalau tidak, aku akan membunuh mereka.”

Seolah waktu berhenti, lawan sudah memindahkan pedang berat itu menjadi tusukkan. Itu membuat Albert menyadari, jika tubuh bagian atas lawannya menjadi tiga, dan ada tiga bilah pedang yang mengarah padanya.

Itu adalah Triple Slash yang disinkronasikan dengan efek pelepasan segel Sharmez, menjadikan senjata dan tubuh penggunanya menjadi tiga. Menukarkan tiga bilah energi jarak jauh menjadi tiga serangan jarak dekat bersamaan.

Holy Barrier.”

Ketiga seragan itu terpental, dan tubuh lawan pun segera mendarat di belakang. Tapi, Black Demon itu tak berhenti, dan kembali menerjang.

‘Sialan…’

Albert hanya bisa mengutuk di dalam hatinya, kerena dia telah meremehkan lawannya ini. Ternyata, lawannya benar-benar kuat.

Flash.”

Di telapak tangannya, muncul cahaya terang, yang langsung diarahkan ke arah lawan. Black Demon terkejut, memalingkan wajahnya, dan mundur.

Tak menyia-nyiakan peluang itu, Albert mulai menyerang balik.

Silent Steps, Sword Empowerment.”

Selain menghilangkan suara langkahnya menggunakan Silent Steps, menyadari jika lawannya adalah demon, Albert melapisi longsword-nya dengan energi merah, agar bisa mengimbangi great sword lawan.

Secepat kilat, Albert berdiri di belakang lawan, di titik butanya.

Eye of Death.”

Menggunakan skill yang bisa mendeteksi titik lemah lawan, mata biru Albert menjadi merah. Ada titik lemah yang ia temukan di celah leher belakang, antara helm dan armor dada. Jika itu diserang dari atas, tentu dia akan bisa melakukan instant kill.

Tapi…

Dang…

Tusukan dari atas Albert tertahan oleh pedang hitam yang dihamparkan itu.

“Aku tak lupa, jika kamu seorang Saint Assassins.”

“Aku tahu…”

Tanpa menunggu aba-aba, tangan kirinya telah terlepas dari pedangnya, dan menuju ke arah celah tangan kiri lawan yang terangkat.

Ya, di celah armor lengan, ketiak lawan, juga ada titik lemah musuh. Tanpa membuang kesempatan, bilah yang tersembunyi di pergelangan tangan kirinya keluar, setelah jari-jarinya di keraskan. Lalu, itu langsung tepat mengenai target.

Tapi…

“Cih…”

Dengan mendecakkan lidahnya, Albert mulai menjaga jarak.

Di sisi lain, Arthur berterima kasih dengan skill Room of Death miliknya, yang bisa mendeteksi pergerakan lawan, selama itu di dalam area-nya. Itu benar-benar skill yang sangat membantunya.

Andai skill itu sudah non-aktif, dia tak akan bisa menghindari tusukan di ketiak kirinya itu. Untung saja, dia berhasil menggerakan tubuhnya tepat waktu, dan menghalau bilah itu.

“Aku selamat.”

Memang seperti itulah kekuatan dari NPC bernama. Kuat dan tak tertebak. Mereka seperti player pada umumnya, memiliki kekuatan hebat, skill tinggi, dan kecerdasan di atas rata-rata.

‘Mereka memang tak bisa diremehkan, walau sedetik pun.’

Matanya yang sedari tadi berkobar bersemangat, tak pernah menurunkan penjagaannya sedetik pun. Tapi, ada beberapa hal lain yang membuatnya tak bisa bergerak bebas. Terutama, ketika dia harus berperan sebagai demon.

Banyak skillnya yang tak bisa ia gunakan dengan bebas, saat tak melawan demon lain. Karena, dia tak ingin memancing player lain menganggu quest-nya.

Ya. Memang sudah menjadi hal yang umum, jika yang teratas akan memiliki banyak orang yang iri. Dan juga, banyak orang yang ingin menjatuhkannya.

Terlebih lagi, dengan race quest yang sedang ia lakukan, ia tak ingin memancing resiko lebih banyak dengan memancing berbagai player di dekatnya.

Itulah sebabnya, dia lebih suka menggunakan nama Black Demon.

Tapi, dia sadar, dia tak akan bisa hanya menggunakan itu untuk menang. Lawannya kali ini terlalu kuat.

‘Jadi, aku tak punya pilihan lain…’

Dia tertawa kecut atas pembatasan kondisi miliknya ini.

Tapi…

“Guuaaaahhhhh…”

***

 

Beberapa saat sebelumnya.

“Bawa mereka kemari.”

Dengan segera, para demonkin itu membawa tiga demon wolf yang memiliki tubuh lebih besar dari serigala biasa.

Lalu, Duke Demon itu turun dari kudanya, dan membelai ketiga demon wolf itu.

Ketiga magic beast itu mengusapkan wajahnya pada Duke Demon, seperti seorang anak yang menerima kasih sayang induknya.

“Kalian kuat…”

-Huftt…

Yang terbesar di antara ketiganya, mengeluarkan erangan, tanda ia senang.

“…tapi, lawan kalian sekarang adalah salah satu saudaraku, yang seharusnya sudah mati.”

Dia tahu, siapa lelaki tua yang memimpin gerombolan manusia itu untuk keluar dari kepungan para demon.

Seorang saudara yang kalah duel suci dari Demon Lord sekarang. Seorang yang seharusnya mati di tangan para bawahan Demon Lord sekarang.

“Maka, aku akan memberikan kalian kekuatan.”

Setelahnya, dia mengeluarkan satu botol cairan hijau gelap dari sub-space-nya. Kemudian, dia membacakan mantra.

“___, ___,____,___.”

Lalu, dia meremas botol itu, dan cairan di dalamnya menjadi asap hijau gelap.

Asap hijau itu kemudian masuk ke dalam hidung ketiga demon wolf itu. Lalu, ketiga magic beast itu mulai meronta-ronta, dan mundur menjauh.

Tubuh mereka seakan membengkak, bulu-bulu hitamnya mulai semakin menghitam, dan juga gigi-giginya semakin besar. Bukan hanya fisiknya saja yang berubah, tapi juga dengan magic power dan demon energy-nya.

Ketiganya semakin membesar, terutama si pemimpin demon wolf itu.

-Aaaauuuuuu….

Seolah, dia mengumumkan kebangkitannya yang baru, dia memenggerang keras.

-Ggggrrrr….

“Sempurna! Baiklah… bukankah hal aneh, jika itu disebut ‘Wolf Hunt’, kalau tak ada serigalanya? Hahaha…”

Tawa keras itu menggema di seluruh area bersalju ini. Seolah, bisa mencairkan dinginnya es menggunakan tekanan itu.

“Bunuh semua manusia itu!”

-Gggrrr…

Tanpa menunggu lebih lama, ketiga demon wolf itu segera berlari menjauh dari pasukan itu.

Melihat ke arah anak-anaknya yang telah menghilang, Duke Demon itu mulai naik spectral horse-nya lagi.

Hendak berjalan pergi, ada seorang demonkin yang mendekatinya dan duduk menghadapnya.

“….?”

“Tuanku, bukankah Black Demon masihlah manusia?”

“Hahaha… tenanglah, Dzerka… jika dia layak, tentu dia akan meyelesaikan tugasnya.”

Tanpa menunggu balasan dari Marquess Demon itu, pemimpin pasukan ini segera bergerak pergi, meninggalkan demonkin yang masih terpaku pada tempatnya.

Dia memang sudah terbiasa dengan pemikiran di luar nalar dari tuannya ini. Tapi, ada sedikit keraguan atas perintah terakhir pada para demon wolf itu.

Membunuh semua manusia.

‘Dia memang jenius gila.’

Tatapan demonkin itu kini beralih pada tempat jauh, ke arah para demon wolf itu menghilang.

‘Semoga kamu bisa kembali, Arthur.’

***

 

“Guuaaaahhhhh…”

Ada teriakan keras di belakangnya, membuat Albert segera melihat ke sumber suara. Mengalihkan pandangannya, pada duel yang sempat terhenti itu.

Di sana, High Priest yang sudah kehabisan mana itu telah terkoyak-koyak, diserang ketiga demon wolf itu. Dan teriakan keras yang datang dari Bishop Vestri, membuat konsentrasinya pecah.

-Ggrrr…

Karena di depan dua orang yang lemah itu, ada tiga demon wolf dengan ukuran dan bentuk yang sangat aneh. Ketiganya lebih besar dari demon wolf biasa.

“Edzaw!”

Amarah mulai memuncak di benak Albert, mengingat siapa dalang dari kedatangan tiga demon wolf sangat tak normal ini.

“Mereka telah diberi mutant potion.”

Kalimat itu bukan berasal dari dirinya, tapi dari lawannya, Black Demon.

“Sepertinya, dia masih tak mempercayaiku.”

-Aaauuu….

Selain serigala terbesar yang sedang merayakan keberhasilannya membunuh mangsa pertama, kedua demon wolf lain mulai lari dan menyerang dua orang di depannya, Bishop dan priest lemah itu.

-Guahhh…

Dengan tendangan kuat yang diarahkan di kepala, Albert berhasil menghalau demon wolf yang akan menerjang gadis di belakangnya ini. Gadis itu langsung mendekat dan memeluk Albert dari belakang.

“Jangan jauh-jauh dariku, Evaline.”

Menatap hati-hati ke depan, Albert mengacungkan pedangnya dengan satu tangan, dan memeganggi gadis yang tak bisa berkata apapun itu, dengan tangan kirinya.

Sementara itu, demon wolf lain berhasil menembus magic shield milik Vestri, dan mengigit bahunya.

“Guuaahhh…. Albert… tolong aku!”

Tapi, tak seinci pun Albert bergeser dari tempatnya berdiri. Seolah, dia merelakan kematian Bishop itu.

Lalu…

Slash…

Demon wolf itu tertebas tepat di kepalanya, dan mundur menjauh.

Itu adalah tebasan dari Black Demon.

Dia kini sedang di samping Vestri yang gemetar ketakutan. Seolah, dia tak memiliki kekuatan untuk berteriak lagi.

“….”

Melihat kedua bawahannya mundur, demon wolf terbesar itu melihat kedua orang kuat itu dengan geraman keras.

-Ggrrr….

Seolah, tak menyukai keadaan ini.

Lalu, dia menggertakkan giginya. Dan muncul dua lingkaran sihir di kanan-kirinya.

Butiran es hitam yang dipadatkan, mulai terbentuk. Kemudian, itu terpecah dan menghantam layaknya machine gun.

Bam bam bam bam bam…

Keempat manusia itu bertahan dengan sekuat tenaga. Tidak, hanya Albert dan Black Demon lah yang menghalau serangan itu. Sementara, Bishop dan priest itu berlindung di belakang keduanya.

Albert menggunakan Ice Wall berlapis untuk menghalau serangan itu.

Sementara, Black Demon menghalau hujan es hitam itu dengan ayunan pedangnya yang menakjubkan.

“Dia memang gila.”

Arthur hanya bisa bergumam kesal, karena tahu maksud dari kedatangan mutant magic beast ini. Yang mana, membunuh mereka semua.

Kemudian, dia mengaktifkan Appraiser, mengenali semua musuhnya.

[Mutant Demon Wolf Lv. 300]

[Mutant Demon Wolf Lv. 300]

[Mutant Demon Wolf, Grager Lv. 390]

‘Sial.’

Dia menyadari, jika musuhnya ini adalah beast level tinggi. Semua ini tentu saja karena efek mutant potion yang ia ketahui, hanya bisa digunakan oleh Edzaw.

Rasanya, dia ingin segera pergi dari sini untuk menyelamatkan diri. Tapi, ini adalah kesempatan langka untuk mendapatkan musuh kuat, yang mana berasal dari ras demon.

Dia penasaran, sekaligus ingin mencobanya.

“Hei… Albert…”

“…?”

“Aku bisa membunuh dua dari mereka. Tapi, aku butuh bantuanmu untuk membunuh bosnya.”

“Aku tak peduli.”

“Sialan…”

Black Demon hanya bisa tersenyum sinis, mendengar jawaban egois itu. Memang dia sudah menyadari, jika NPC bernama itu datang hanya untuk menolong gadis priest itu. Tapi, meninggalkan dirinya untuk menghadapi dua monster kuat dan bosnya yang merupakan monster bernama…

‘Sialan… aku tak punya pilihan lain…’

Setelah rentetan es hitam itu berhenti, Black Demon langsung menghadap ke arah Bishop Vestri.

“Tu-tunggu…”

Slash…

Kepala Vestri telah terpisah dari tubuhnya, dan darah segar mulai keluar dari tempat di mana kepala itu tersambung dengan tubuhnya.

Lalu, dia menghadap ke Albert dan gadis bernama Evaline itu.

“Baiklah… aku akan membantumu menjaga gadis itu.”

“Benarkah?”

Ejek Albert yang tak percaya sedikit pun.

Lalu, Black Demon itu melepas helm-nya. Dan mengungkapkan wajah tampan, hidung mancung, dan rambut coklat pirang miliknya.

“Manusia abadi.”

Memang, setiap NPC sudah diberikan pengetahuan tak tertulis, jika mereka akan bisa mengetahui siapa itu player dan siapa itu NPC. Semua itu memang tak terbantahkan. Tapi anehnya, mereka tak mempermasalahkan hal itu.

Mungkinkah itu bug dalam game sempurna ini?

“Aku menawarkan pertukaran.”

“…..”

“Bantu aku menjaga jasad Bishop ini tetap utuh, dan aku akan membantumu melindungi gadis itu.”

Albert mengingat kembali, kedatangan Black Demon itu memang bertujuan untuk mendapatkan Bishop Vestri. Tapi, apakah layak untuk menaruh kepercayaan pada musuh, demi menyelamatkan Evaline?

Dia bimbang.

Tapi, suara lembut dan lemah Evaline menyadarkannya.

“Dia tidak bohong paman.”

 

Post a Comment for "UG_013"