UG_014
14. Wolf Hunt Sesungguhnya
Mutant Demon Wolf, Grager.
Sebagai salah satu ras demon, demon wolf terkenal karena kecepatan dan serangan kuatnya. Tentu saja, faktor inilah yang sangat membantu Edzaw, dalam melawan balik kepungan para duke demon lainnya.
Sehingga, Wolf Hunt menjadi sejarah besar, yang membuat dirinya
ditakuti seluruh marquess demon di sekitarnya dan duke demon lain menjadi
waspada. Terlebih lagi dengan cairan hijau, mutant potion yang sangat misterius
itu…
-Gggrrr… Huff!
Dengan komando dari Grager, kedua demon wolf itu mulai
melaju menuju kedua orang yang masih berdiri, menangkis serangan pemimpin
mereka. Hanya dengan beberapa detik berlalu, kedua demon wolf itu membuka
mulutnya lebar-lebar.
Menyikapi serangan itu, Albert menggunakan Holy Barrier
untuk melindungi dirinya dan priest di belakangnya. Tepat saat demon wolf itu
mendapatkan dampak inestesa, dia menggunakan longsword-nya untuk memberikan
serangan balik.
“Flash.”
Mata demon wolf itu terpejam sesaat, karena dampak cahaya
terang yang muncul di tangan kanan manusia itu.
Tak melewatkan kesempatan itu, Albert melesat maju, sesaat
setelah menggunakan Eye of Death.
“Death Strike.”
Tusukan itu langsung mengenai jantung demon wolf itu dari
samping. Dan sesaat kemudian, serigala itu hanya bisa menggerang dan jatuh.
-Uungg…
Sesaat sebelumnya.
Demon wolf lain melaju dengan cepat ke arah Black Demon.
“Room of Death.”
Area di sekitarnya menjadi gelap, dan dia menindak-lanjuti
dengan skill lain.
Indranya yang sudah peka saat di dalam Room of Death,
menjadi lebih sempurna berkat skill Body Acceleration, yang menambah pergerakan
reflek miliknya. Sehingga, dia dengan mudah menghindari serangan demon wolf
itu, dan menyerang balik untuk menebas kepala serigala itu dengan bersih,
instant kill.
Awalnya, dia tak ingin menggunakan skill lain yang berada di
luar karakteristik ras demon miliknya. Tapi, sekarang bukanlah saat untuk
menghemat skill-nya, saat ada musuh yang tak bisa ia lawan.
Membalas tatapan Assassins tua itu, Arthur melihat ke arah
bos terakhir yang tak bisa ia kalahkan sekarang, di levelnya yang belum
mencapai 300.
Ya, sekarang ini, seluruh player Throne of Paradise berada
pada rata-rata peningkatan kelas keduanya, yaitu di level 200-an. Sementara
itu, dirinya yang sebagai top ranker pertama, hanya berada di level 241.
Ada jarak yang lebar antara dirinya dan Mutant Demon Wolf,
Grager yang berada di Level 390. Itulah sebabnya, dia menawarkan bantuan pada
‘musuh’-nya.
‘Level-nya tak bisa aku lihat.’
Ya, sama seperti monster boss di depannya, NPC bernama di
sana, juga memiliki kekuatan yang tak bisa ia lawan. Tapi, berbeda dengan
monster boss yang tak mengkhawatirkan apapun, NPC bernama itu sedang melindungi
gadis lemah itu.
Itulah sebabnya, dia berani untuk menantang duel NPC bernama
itu, untuk mengukur kekuataan dirinya. Karena dia tahu, NPC bernama itu tak
akan melawan dengan kekuatan penuhnya, terlebih lagi, ini masih jauh di dalam
wilayah demon.
Tapi sekarang, situasinya telah berubah.
Ada musuh lain, yang harus ia lawan.
-Gggrrrr….
Seolah mengetahui sikap keduanya, Grager segera merapal
sihir lain. Ada dua lingkaran sihir di kanan-kirinya, dan menembakkan tembakan
es yang kuat.
Bam bam bam…
Dengan cepat, Arthur menangkis serangan itu. Tapi, dia
merasakan sesuatu dari sampingnya. Ada gigi tajam yang siap menerkamnya.
‘Sial.’
Dia menyadari, jika sudah menjadi karakteristik beast, untuk
menyerang mangsa yang paling lemah lebih dulu. Tapi, dia tak menyadari, dia
akan menjadi target selanjutnya.
Meski dengan Room of Death dan Body Acceleration, masih ada
celah yang besar di antara level mereka. Sehingga, mustahil untuk 100%
menghindari serangan itu.
Dia mengorbankan tangan kanannya, untuk menahan gigitan kuat
Grager.
‘Sakit sekali.’
[Anda menerima 3.550 crit damage.]
[Anda terkena serangan mendadak, Critical Bite. Anda terkena
efek ‘Bleeding’.]
Hanya dengan satu serangan, HP-nya berkurang hingga
sepersepuluhnya. Padahal, dia sudah berhasil menahan, agar serangan itu tak
mengenai titik vitalnya. Tapi, ini sungguh keterlaluan.
Grager melompat mundur, menjaga jarak, dan langsung menggunakan
skill Ice Brust lagi.
‘Dia tak memberiku kesempatan bernafas.’
Fokusnya tak bisa untuk tidak memperhatikan gerakan musuh
kuat di depannya ini. Dia lalu mengayunkan greatsword miliknya lagi.
Tapi, itu tak secepat sebelumnya. Itu karena, ada efek ‘Bleeding’
yang memperlambat gerakan dan mengkonsumsi HP-nya terus menerus.
[Anda menerima 150 damage.]
Kali ini, dia tak bisa menangkis serangan machine gun dari
es itu. di beberapa kesempatan, bahunya dan area lain terkena serangan itu, dan
mulai membeku.
[Anda menerima 1.054 damage.]
[Anda menerima efek ice damage, tubuhmu mulai membeku.]
Belum sempat dia merespon, ada sensasi sama yang ia rasakan
dari belakang. Kali ini, monster boss itu ingin menghancurkan kepalanya, dengan
gigi yang tajam itu.
‘Sialan… perbedaannya terlalu jauh!’
Kali ini dapat dia prediksi, jika serangan itu akan menjadi
instant kill. Ya, karena dia tak bisa merespon serangan itu, meski indranya
yang diperkuat Room of Death tahu, jika serangan itu datang.
Tapi,
“Holy Shield.”
Ada perisai emas yang muncul di belakang kepalanya. Meski
perisai itu bisa dihancurkan oleh Grager, itu memberi Arthur jeda singkat,
untuk menghalau serangan mendadak serigala itu.
Menyadari jika serangannya gagal, Grager mulai mengalihkan padangannya
pada seorang gadis yang terengah-engah, yang mengangkat kedua tangannya yang
berkeringat. Seolah dia tahu, jika priest itulah, yang mengagalkan serangannya
barusan.
-Gggrrrr….
Tak terima jika diganggu, Grager akhirnya memutuskan, untuk
menyerang ‘yang terlemah’ di antara ketiga targetnya, meskipun ada ‘yang
terkuat’ yang melindungi gadis itu.
Ice Brust miliknya diarahkan pada kedua orang itu. Tapi
dengan sigap, lelaki tua yang melindungi gadis itu menghalau serangan hujan es
itu.
Merespon hal itu, lelaki tua itu mulai merapalkan flash
magic.
“Fireball.”
Tembakan itu diarahkan ke mata Grager, untuk memudarkan
fokus dari visi lawannya. Sejak awal Albert tahu, jika dia tak bisa mengalahkan
Grager tanpa pengorbanan. Oleh sebab itu, dia berencana menggunakan Black Demon
itu sebagai umpan, dan dirinya lari bersama dengan Evaline.
Tapi segera, langkah kakinya segera terhenti.
Musuh lain yang mengawasinya, mulai menampakkan diri.
***
“Hahahaha…”
Di atas spectral horse miliknya, dia hanya bisa membayangkan,
bagaimana penderitaan saudaranya itu. Sungguh, itu membuat darahnya semakin
mendidih.
Di sisi lain, dia bertanya-tanya, bagaimana saudaranya itu
bisa tetap hidup, meski jantungnya sudah dihancurkan oleh Demon King.
Memang, dia saat itu sudah tak lagi di pusat wilayah demon.
Tapi dari rumor yang ia dengar, seharusnya, saudaranya itu tak bisa hidup lagi,
jika jantungnya sudah dihancurkan.
‘Albert Zrecte. Seorang lelaki yang menginginkan
perdamain… lucu sekali.’
Senyum tipis muncul di wajah pucatnya.
“Tuan!”
Menghentikan kudanya, Edzaw melihat ke arah bawahannya yang
paling setia itu.
“Aku tahu, apa yang kamu khawatirkan, Dzerka. Aku juga tahu,
alasanmu sangat memperdulikan manusia itu. Tapi, sekali lagi aku ingatkan. Aku
tak mudah untuk percaya pada siapa pun.”
Dengan tatapan sedingin kutub, Duke Demon itu perlahan mulai
menggerakkan kudanya kembali.
“Tuan! bolehkah aku memberitahu dia?”
Tanpa melihat ke belakang, Edzaw hanya mengangkat tangan
kirinya.
“Terserah.”
Menganggap jika dia diizinkan, Dzerka segera membuka jalur
komunikasi, menggunakan Feather of Contact.
“Arthur, tuan Edzaw mengirim Mutant Demon Wolf lain.”
***
Di saat yang sama.
-Arthur, tuan Edzaw mengirim Mutant Demon Wolf lain.
Mendapatkan pesan satu arah itu, membuat cahaya di mata coklat
itu padam. Dia sekarang tahu, kenapa Edzaw mendapat julukan jenius gila.
‘Dia benar-benar tak bisa melepaskan targetnya.’
Ya, kali ini dia sadar, jika dirinya tak akan pernah bisa
menyelesaikan quest ini. Karena di kejauhan, tepatnya di depan dua orang yang
akan melarikan diri itu, muncul satu demon wolf lain.
[Mutant Demon Wolf, Zavier Lv. 400]
Dan dia jauh lebih kuat dari pada Grager. Ditambah, Zavier juga
sudah mencapai kebangkitan keempat-nya.
Sekarang dia juga menyadari, apa yang dirasakan para duke
demon yang menyerang Edzaw. Ya, inilah yang dirasakan target buruan dalam Wolf
Hunt yang sebenarnya.
Putus asa dan kematian.
Di titik ini, dia benar-benar tak akan bisa menjaga tubuh Bishop
yang menjadi misinya. Ya, dia pasti gagal. Tapi, ada kalimat tak terduga di
seberang sana.
“Hey, manusia abadi. Jika kamu berjanji melindungi Evaline,
aku akan membantumu mengalahkan kedua monster ini.”
Ada senyum merekah di wajah Arthur.
“Tentu saja.”
Perlahan.
Perlahan, ketiga orang itu saling mendekat, dengan tetap
menghadap pada kedua musuh yang masih terdiam di posisinya.
“Apa rencanamu?” tanya Arthur yang terus waspada.
“Aku akan menyerang serigala yang baru muncul, dan
membawanya agak menjauh. Itu mungkin membutuhkan waktu. Tapi, aku bisa
mengalahkannya.”
Ya, memang seperti itulah NPC bernama. Arthur tak meragukan
hal itu.
“Baiklah. Tapi aku juga tak bisa berjanji, untuk bertahan
lama. Jadi, cepatlah.”
“Aku akan terus memburumu, jika Evaline mati.”
Tanpa berkata apapun, Albert segera menerjang Mutant Demon Wolf
yang punya surai merah itu, Zavier.
Ada senyum di wajah Arthur. Ya, dia sekarang sadar, jika
dunia ini masih sangat luas, dan menyimpan banyak orang yang bisa membuatnya
menjadi lebih kuat.
“Tuan…”
“Arthur.”
Tanpa melihat ke gadis yang ada di belakangnya, Arthur terus
menatap Grager yang belum bergerak, dan meminum potion merah dan biru miliknya.
“Ini, pulihkan dirimu. Jujur saja, aku tak bisa menahan
serigala itu tanpa bantuanmu.”
Arthur segera menyerahkan advance mana potion dan advance
heal potion pada Evaline, tanpa mengalihkan pandangannya.
“Terima kasih.”
“Baiklah, aku juga akan maju.”
Segera, Arthur segera melangkah ke depan, menerjang Grager.
Meninggalkan priest itu di belakang.
“Room of Death. Body Acceleration.
Darkness.”
[Triple chain skill telah digunakan. Anda dapat mengaktifkan
kemampuan segel kedua dari Demon Sword Sharmez, Demon
Swordsmanship selama 10 menit.]
Ya, dia menggunakan skill terkuatnya. Karena dia tahu, jika
dia bermain-main atau salah langkah sekali saja, dia akan mati dalam sekejap
mata. Oleh karena itu, dia harus menyerang dengan kekuatan penuhnya.
Demonic Aura miliknya melesat keluar, menunjukkan jika
kekuatannya kini berlipat ganda. Tapi dia tahu, jika itu tak bisa menutupi
celah dari kebangkitan kedua miliknya, dan kebangkitan ketiga milik musuhnya.
Tapi setidaknya dia berharap, jika dia bisa menahan monster
boss ini, sampai bantuan datang.
Tak gentar dari aura kuat itu, Grager juga mulai menggunakan
skill pada keempat kakinya. Jelas, itu adalah skill untuk menambah move
speed-nya. Tentu saja, Arthur sadar hal ini. Itulah sebabnya, dia akan bertahan
selama mungkin, menggunakan triple chain skill miliknya.
“Ayo! Kemarilah!”
Entah sejak kapan, dia terakhir menantang kematian seperti
ini. Mungkin, itu saat dirinya pertama kali memutuskan untuk berkelana di
wilayah demon…
Bertemu dengan lelaki psikopat yang
tergila-gila dengan darah. Ya, dia adalah dewa kematian yang sesungguhnya.
Meski dia tahu jika dirinya menang level, skill, dan
kemampuan, Arthur tak bisa melawan lelaki yang menyebut dirinya ‘utusan
kematian’ itu.
Dan akhirnya, dia menerima kematian yang membuat dirinya
putus asa seperti ini, untuk pertama kalinya.
Ya, dia ingat nama lelaki itu.
“Kira.”
***
Di masa sekarang…
Azvein sedang melihat layar contact untuk menguhubungi
Cherry Witch, saat dia menabrak seseorang.
“Aduh… maaf.”
[Anda menerima 3 damage.]
‘Sial… tubuh lemahku.’
Dia melihat lelaki yang ditabraknya, yang menggunakan jubah kusut hitam, sepatu tua, dan tubuh yang kotor
miliknya. Dari penampilan dekilnya, Azvein menyimpulkan, jika lelaki ini
adalah seorang pengemis.
Dia segera menyingkir, dan menghindar dari lelaki pengemis
itu. Tapi, lelaki itu menghadang jalannya lagi.
“Apa yang kamu mau, tuan?”
Azvein menatap wajah kusut berambut
hitam itu, dengan tatapan jengkel.
“Hey. Kenapa kamu dilapisi aura kematian yang sangat kuat?
Berapa kali kamu mati?”
“Apa?!”
Azvein terkejut pertanyaan lelaki itu, dan merasa aneh.
“Apa yang kamu maksud?”
Tapi, tak menjawab pertanyaannya, lelaki itu menatapnya
dengan seksama, dan mulai mengerutkan kening.
“Sungguh, aku baru pertama kali melihat aura kematian
setebal ini. Hey, kamu sudah mati berapa kali?”
‘Apa-apaan lelaki aneh ini?’
Menyebutkan jumlah kematiannya. Terasa, itu seperti melucuti
seluruh tubuhnya, untuk memperlihatkan tubuhnya yang tanpa sehelai benang.
Sehingga, Azvein tentu saja tak akan mau untuk mengungkapkan aib terbesarnya
itu.
Dia segera mengalihkan pandangannya dari lelaki aneh itu,
dan segera pergi.
[Anda menerima 1.230 damage.]
[Blessing of Michael’s Compassion
….
….
Selama HP Anda tersisa 1 poin, Anda akan mendapatkan Immune
terhadap segala jenis serangan senjata, kutukan, dan sihir.]
‘Apa?’
Matanya membelalak lebar, melihat pesan yang tiba-tiba
muncul di hadapannya. Setelah beberapa saat, dia tahu, jika pipinya tergores,
dan darah mengalir dari sana.
Dia segera berbalik, dan melihat lelaki lusuh itu sedang
menemasukkan jari telunjuknya ke mulut, seperti anak kecil yang sedang memakan
permen lollipop.
“Emm… seperti dugaanku. Darahmu sangat manis, dan mengandung
banyak aura kematian. Sepertinya, aku benar.”
“H-hei…”
Azvein mulai ketakutan dengan lelaki ini. Ya, jika dia
diserang lagi menggunakan ‘jari kuat itu’ dia akan mati.
“Kamu pasti sudah mati 100 kali, dan mendapatkan blessing
dewa kan?”
‘Apa?!’
Ada rasa terkejut di sana, dia tak menyangka, jika lelaki
misterus yang tiba-tiba muncul ini, mengetahui siapa dirinya.
Lelaki itu tersenyum, dengan giginya yang kotor.
“Heheh… aku juga sama sepertimu. Tapi, aku mendapatkan
blessing dari dewa kematian, bukan dari dewa Michael.”
Post a Comment for "UG_014"
comment guys. haha