LMS_V15E09P01 Sculptor dari Neraka
9. Sculptor dari Neraka (1)
Tempat di mana Weed dan Smith tiba setelah melewati gerbang
hitam itu adalah sebuah gunung batu hitam legam, tanpa satupun pohon yang
tumbuh. Sudah pasti itu bukanlah gunung batu yang normal.
-Waaaaaah.
-Selamatkan kami. Selamatkan kami.
-Biarkan aku lepas dari penderitaan ini.
Sungainya berteriak. Itu adalah ratapan seperti hantu.
'Apa ini River of
Lamentation?'
Ada cukup banyak patung di gunung batu itu. Seperti
antagonis pembunuh dan jahat, mereka adalah patung-patung menyeramkan yang
cukup untuk membuat iblis-iblis gemetar!
Leher dari seorang ibu memeluk anaknya yang terpotong. Ibu
dan putri tersebut bukanlah manusia, tetapi Orc. Troll yang saling menikam satu
sama lain dengan tombak. Para Manusia yang mengobarkan perang besar. Bahkan
sebuah pemandangan dari desa yang dijarah dan dibakar diekspresikan melalui
patung-patung.
Mengikuti aliran sungai itu, sekumpulan patung berjajar
tanpa ujung.
"Ahem."
Itu sudah cukup untuk membuat bahkan seseorang seperti Weed
menyeringai. Beberapa patung hanya menggambarkan adegan-adegan negatif, yang
tak ada sisi positifnya sama sekali. Bagi orang normal, itu adalah tingkat di mana
seseorang akan merasa tertekan.
tapi satu-satunya patung yang Weed suka dan bisa dipahami
adalah penggambaran seorang penjual budak yang menjengkelkan. Patung seorang
pria mengabaikan anak kecil yang kurus, dan menikmati memakan daging sendirian.
Anak-anak itu, yang tampak seperti budak, hanya memakan roti gandum.
"Jika kamu tak punya uang, maka kamu akan kelaparan!
Mereka pasti memperlakukan anak-anak itu dengan baik dengan memberi mereka roti
gandum...."
Itu adalah sebuah patung yang membangkitkan 100% simpati
Weed!
Anak-anak itu mungkin dianggap beruntung untuk diperbudak
dib awah penjual jahat. Karena jika itu adalah Weed, dia mungkin tak akan
memberi mereka semangkok bubur pun!
Barisan patung itu berlanjut tanpa ujung, mengikuti River of
Lamentation. Sungai itu mengeluarkan suara-suara erangan yang lebih kasar dan
serak saat mengalir ke hilir.
-Waaaaaaah.
-Bunuh aku. Bunuh aku.
Ketika Weed melihat setelah mendekati sungai itu, dia
melihat itu bukanlah air normal. Jauh di dalam sungai, hantu-hantu dari segala
macam monster dan manusia berada di sungai yang mengalir. Mereka memiliki
ekspresi penderitaan yang sulit untuk dilihat, bahkan di dalam sebuah rumah
berhantu yang menakutkan.
Smith mendekat dan berkata,
"Mungkin itu pengaruh dari patung-patung?"
"Apa?"
"Aku berbicara tentang karya seni. Dasar-dasar dari
karya seni adalah untuk menggerakkan emosi. Patung-patung ini membuat
sungainnya meratap."
Itu adalah kata-kata yang bisa dikaitkan oleh Weed. Perasaan
Sculptor yang terpendam di dalam sebuah patung. Semuanya tampak seperti patung
yang sama, tapi sebenarnya sangat berbeda.
Seseorang yang terus begadang pasti akan tampak lesu. Tapi
tak ada alasan bagi seorang cewek yang menerima pengakuan dari seseorang yang
benar-benar ia cintai, untuk tampak lesu.
Harapan dan aspirasi. Perasaan-perasaan yang penuh dengan
kasih sayang!
Bahkan, jika subjeknya sama, sebuah patung akan menyampaikan
suasana hati yang sepenuhnya berbeda, bergantung pada perasaan apa patung itu
diukir. Itu adalah sesuatu se-alami puisi yang ditulis seorang pujangga, atau
tulisan seorang penulis yang menyampaikan suasana hatinya. Itu semua berbeda
bergantung pada perasaan mereka.
Sebuah karya seni bisa menggerakkan emosi.
Jika rumah seseorang dipenuhi dengan lukisan-lukisan atau
patung-patung suram, tentu saja mereka juga akan merasa depresi dan tak akan
termotivasi juga. Jika rumah mereka dipenuhi dengan patung-patung negatif,
mereka bahkan tak akan bisa bangun di pagi hari.
Itu mungkin sebuah dorongan sesaat atau hanyalah sebuah
perasaan, tapi setelah beberapa tahun, beberapa dekade, itu sudah pasti bisa
mengubah seseorang.
"Itu adalah topografi."
"Huh?"
"Haruskah aku mengatakan itu mirip dengan bagaimana
sebuah apartemen yang menghadap Sungai Han lebih mahal?"
"Apa maksudmu?"
"Semakin bagus pemandangannya, semakin mahal apartemennya.
Yah, sesuatu seperti itulah."
Weed berpikir dia bisa mengerti. Jika karya seni bisa
menyampaikan emosi, itu sulit untuk melihat patung-patung yang dibuat dengan
niat jahat, bisa saja memberi sungai itu pengaruh yang bagus.
Patung-patung yang diciptakan dengan topografi!
Weed mengalami hampir semuanya saat dia menjalani kehidupan.
"Biasanya, tak ada yang seakurat harga sebuah
apartemen. Selain itu, kita harus mencari tahu di mana ini."
Tepat pada saat itu.
*Ding!*
[Pintu Masuk Neraka
Anda telah memasuki River of Lamentation.
Ujung dari benua di mana mahluk hidup bisa bernafas.
Ini adalah tempat di mana para Priest dari Order of
Matallost memimpin orang mati ke neraka.]
"Ya ampun."
Smith mengangkat bahunya.
"Jadi ini ujung dari benua manusia. Aku tak pernah
sampai di sini, bahkan ketika aku bekerja sebagai seorang tentara bayaran...
Setidaknya beri aku sebotol minuman keras. Dengan ini, bualan-bualan yang bisa
kmau buat pada teman-temanmu di pesta minum telah meningkat. Haw-haw!"
Smith merasa gembira saat dia minum.
Weed menghembuskan desahan yang dalam. Setelah berkeliaran
kesana kemari, dia sekarang berada di pintu masuk neraka. Dan parahnya lagi,
bersama seorang pemabuk.
'Tak mengherankan, di
sekeliling tampak begitu aneh...'
Suasana mengerikan yang agak mirip dengan saat dia pergi ke
Todeum!
Dia tak bisa merasakan jejak apapun dari manusia, dan sangat
sunyi dan suram. Weed mencoba untuk mengeluarkan kompas, tapi jarumnya hanya
berputar-putar tanpa berhenti. Dia bahkan tak bisa mengenali posisi
bintang-bintang di langit.
'Aku tak akan bisa
kembali seperti ini...'
Weed berjalan menyusuri River of Lamentation bersama Smith. Setidaknya
seribu patung berkelompok secara tematis di sepanjang sungai.
Dia tak bisa menemukan patung yang positif, tak peduli
seberapa keras ia mencari. Ketika dia mendekati sebuah patung dari seorang nona
yang cantik dan manis, saat dia melihat lebih dekat, dia bisa memastikan sebuah
adegan yang mengejutkan.
Nona manis itu meludah!
Dan dia juga mencengkeram seekor kodok di tangannya. Itu
adalah sebuah adegan yang tak bisa dideskripsikan, menenggelamkan Weed ke dalam
syok mental.
Juga ada sebuah adegan fantastis dari seorang wanita berotot
bermain sepakbola. Tentu saja, bolanya adalah kepala Ogre!
Weed mengidentifikasi untuk memeriksa informasi dari
patung-patung itu.
"Identify!"
*Ding!*
[Patung Ogre Memalukan
Karya dari seorang Sculptor yang agak terkenal. Para Ogre
adalah Raja dari hutan dan pegunungan. Dengan kebanggaan yang mereka miliki
atas wilayah mereka, mereka akan menunjukkan sikap ganas terhadap penyusup.
Namun, karena sebuah misi dari Order of Matallost, mereka
diukir dengan cara seperti ini.
Jika para Ogre melihat ini, hal itu akan membuat mereka
mendidih dengan kemarahan dan kebencian.
Nilai Artistik:
Tidak ada sama sekali
Efek Spesial:
Menimbulkan kesedihan dari para Ogre.]
- Waaaaaaaaaaah.
Suara erangan dari River of Lamentation semakin kuat, saat
mereka terus mengikuti sungai itu.
Di hari kedua di River of Lamentation, Weed menemukan
beberapa reruntuhan.
Kuil dari Order of Matallost!
Kuil dari order yang disangka telah menghilang sepenuhnya
dari muka benua ternyata ada di sini. Bangunan itu, yang dia perkirakan terbuat
dari marmer, sepenuhnya telah hancur. Itu tampak berbahaya seperti akan runtuh
setiap saat, jadi itu membuat dia khawatir untuk masuk.
"Summon Death Knight!"
Death Knight muncul dengan kepulan asap dan mengangkat
pedangnya.
"Kamu memanggil. Master."
"Kamu masuklah kedalam. Jika ada manusia atau monster
yang hidup, segera keluarlah dan melapor."
"Dimengerti."
Itu mungkin sedikit mengurangi kedekatannya dengan si Death
Knight, tapi mengingat mereka telah menghabiskan waktu yang lama bersama-sama,
mereka terhubung melalui situasi yang sulit dan keras.
Setelah mencari di dalam kuil secara menyeluruh, Death
Knight keluar.
"Tak ada siapapun di dalam. Master."
"Benarkah?"
Weed masuk ke dalam kuil itu. Di dalam, hanya ada
patung-patung batu menyembah Dewa yang membuat pintu masuk kuil besar itu
memalukan.
"Sisa-sisa kuil, tapi semua Priestnya telah
pergi."
Weed segera keluar dari kuil Matallost. Tak ada satupun item
yang tertinggal di dalam markas para Priest. Pakaiannya hanya menjadi belepotan
dengan banyak debu di dalam kuil itu.
* * *