LMS_V16E04P01 Strategi yang Tak Terkalahkan

4. Strategi yang Tak Terkalahkan (1)
Weed menderita untuk menemukan metode untuk menghancurkan
dinding.
"Masih sangat lama sebelum dinding benteng itu runtuh,
jadi kita bisa menguasainya."
Sebagai seorang Blacksmith, dia bisa menciptakan senjata perang.
Namun, keahlian miliknya masih sangat rendah.
"Aku tak tahu berapa banyak senjata perang yang harus
aku buat, sebelum aku bisa membuat senjata yang berguna..."
Jika itu membutuhkan keahlian produksi senjata yang sebanyak
membuat sebuah Great-Sword, itu akan membutuhkan beberapa minggu lamanya!
Persediaan materialnya juga merupakan masalah tersendiri,
dan suku-suku aliansi mungkin berusaha untuk kembali ke suku mereka lagi.
"Yah, ini tak seperti aku benar-benar memiliki
kepercayaan diri untuk mengalahkan para Knight dan Priest dari Order of Embinyu.
Bahkan, ketika dindingnya rubuh."
Pikiran Weed sedang gelisah. Karena solusinya bukan pada
produksi senjata-senjata perang, dia harus sepenuhnya menyerah pada hal itu.
"Sebuah pertempuran penyerbuan normal tak akan
berhasil. Tentu saja itu bukanlah jawabannya."
Tak seorangpun berani menyerang dinding benteng yang tinggi
dan tebal, ketika orang-orang di dalamnya sudah dalam persiapan dengan baik
untuk mempertahankannya.
Suku-suku aliansi kalah jumlah dan berada pada kerugian,
ketika bertempur dalam kelompok. Peran individual terbaik, hanya bisa dimainkan
dalam pertempuran yang kacau dan perburuan.
Weed harus menggunakan skill Tailoring dan Blacksmith untuk
sedikit memperkuat perlengkapan mereka. Tetapi, dengan armor yang sangat buruk
milik suku aliansi, sebagian besar dari mereka akan mati karena serangan
terkonsentrasi. Bahkan, sebelum mereka mendaki tembok itu.
"Haruskah aku mendengarkan saran Smith dan membawa
orang lain bersamaku?"
Tapi Weed menggelengkan kepalanya. Sudah terlambat untuk
menyesalinya, dan dia juga tak bisa kembali. Bahkan jika Pale, Zephyr, atau
Geomchi ikut, situasinya tak akan banyak berubah.
Setelah secara pribadi merasakan kekuatan musuh, tampak
seperti keberhasilan quest itu akan membutuhkan setidaknya seorang berprofesi
tempur dengan level di pertengahan 500-an. Itu akan membutuhkan sebuah pasukan
yang mampu menghancurkan gerbang dengan hantaman pedang atau skill penghancur
yang tinggi. Agar bisa menuindukkan para Priest dari Order of Embinyu dengan
sebuah penyergapan!
Sebagai seorang Knight, dia bisa mengkomando suku aliansi
dengan mendemonstrasikan puncak Leadership miliknya.
Meskipun suku-suku itu telah berkumpul, mereka hanyalah
pasukan rakyat jelata. Tapi, dia membuat suku aliansi bertarung melampaui batas
mereka, dengan Leadership dan Charisma miliknya. Bahkan, jika suku aliansi
menerima banyak kerusakan, dia harus mengeluarkan potensial maksimum mereka,
untuk menggunakan mereka dan mencari peluang.
Itu bisa menjadi sebuah kemenangan gemilang, yang layak
untuk dicatat dalam sejarah Benua Versailles. Weed tak menganggap kemampuan
mengkomando miliknya sendiri sangat tinggi.
"Aku hanya memenangkan peperangan yang bisa aku
menangkan."
Dia tak memiliki sedikitpun keinginan untuk bertarung dalam
pertempuran, yang hanya punya kesempatan kemenangan kecil bersama suku aliansi.
Mengatasi kualitas dan kuantitas dari pasukannya, medan, dan kondisi equipment
mereka tidaklah semudah kedengarannya.
Juga ada batas untuk memberi kehidupan, keuntungan seorang
Sculptor. Dia ingin melakukannya, jika dia memiliki 100 ukiran bentuk kehidupan
atau lebih. Dia mungkin akan melihat peluang kemenangan. Tapi jika dia
melakukan hal itu, level milik Weed akan turun setidaknya 160 level.
"Bahkan jika aku berhasil menyelesaikan questnya, tak
akan ada yang tersisa."
Paling-paling,patung-patung yang dihidupkan akan mati secara
mengenaskan dalam peperangan. Jika dia berhasil menyelesaikan quest tersebut, tapi
lebih dari setengah dari patung-patung miliknya mati. Itu akan menjadi sebuah
kerugian yang sangat besar!
Dia juga harus memulai lagi dari awal, dengan level di bawah
200. Bahkan jika quest tersebut berhasil, tak ada yang tersisa.
"Inilah yang mereka sebut bisnis tak
menguntungkan."
Weed memutuskan untuk kembali ke dasar-dasarnya dan
membangun rencananya lagi. Sebelum memulai pertempuran, dia harus pilih-pilih
pada banyak variable, dan memilih medan perang yang menguntungkan pasukannya.
Untuk sekarang ini, Weed log out untuk yang pertama kalinya,
ketika beristirahat.
* * *
"Apa ini perpustakaannya?"
Lee Hyun mencari perpustakaan untuk yang pertama kalinya
sejak pendaftarannya di Universitas Korea. Dia mengabaikan perpustakaan sampai
sekarang, karena tak ada komik apapun di perpustakaan universitas.
"Meskipun itu adalah impianku sejak aku masih
kecil."
Membaca buku komik dan membuat ramen untuk dimakan saat dia
lapar. Itu adalah fantasi menyenangkan yang ia harapkan dalam hari-hari SMP dan
SMA-nya. Dia juga merupakan seorang pembaca yang rajin membaca komik-komik yang
diterbitkan harian, ketika mengantarkan koran.
"Untuk sebuah perpustakaan tak memiliki buku komik,
kampus ini benar-benar buruk!"
Lee Hyun mengkritik kebijakan-kebijakan perpustakaan kampus
tanpa menahan diri. Banyak perpustakaan lain mengkoleksi buku komik, tapi
Universitas Korea tak menempatkan buku komik di rak buku mereka.
Beasiswa yang murah hati, keuntungan belajar keluar negeri,
ruang kelas besar yang terbaru, dan fasilitas-fasilitas penelitian yang
disediakan sekolah, tak masuk dalam perhitungan pertimbangannya.
"Seperti sebuah kampus yang terbelakang, jika tak punya
buku-buku komik. Buruk, sangat buruk. Mereka menggunakan semua biaya sekolah
untuk apa saja?"
Jumlah novel, buku ekonomi, disertasi, buku sejarah, dan
buku tentang seni sangatlah banyak. Seluruh bangunan itu adalah sebuah
perpustakaan.
"Halo, oppa."
"Kamu datang, hyung?"
Teman sekelas Lee Hyun menyapanya dengan pelan. Tampaknya
mereka sedang belajar berkelompok berdua dan bertiga di dalam ruang belajar
perpustakaan.
"Ah, ya."
Lee Hyun hanya sedikit menganggukkan kepalanya. Itu adalah
hal yang paling penting, yang harus ia perhatikan saat datang ke universitas.
'Sudah pasti aku tak
boleh dekat dengan mereka, yang lebih muda dariku.'
Jika dia menjadi seorang senior, dia akan memperlakukan para
juniornya layaknya para perampok. Karena, mereka memiliki sifat arogan untuk
mengejar-ngejarnya dan memintanya untuk mentraktir makanan gratis!
Dalam kasus Lee Hyun, dia sudah diminta beberapa kali oleh
mahasiswa lain, untuk membelikan mereka makanan, karena dia lebih tua daripada
teman-teman sekelasnya.
"Aku harus mempertimbangkan kesehatanku. Aku mengemas
dan membawa bekalku sendiri dari rumah."
Dia berhasil menghindari krisis. Pandangan para mahasiswa
telah berubah sekarang.
'Seorang oppa yang
memikirkan kesehatannya.'
'Dia tak akan pernah
membelikan kita makanan.'
Meski demikian, Lee Hyun selalu berhati-hati. Dia tak tahu
kapan seseorang akan memintanya untuk mentraktir makanan. Mereka juga bisa
meminta sesuatu untuk diminum di kafe, atau makanan ringan di kantin.
'Kampus sialan, apakah
ini semacam restoran? Kenapa ada begitu banyak menunya?'
Itu sangat buruk, hingga dia harus menghindari mesin penjual
yang terletak di setiap bangunan.
"Apa kamu datang untuk belajar?"
"Tidak. Aku datang untuk membaca buku."
Lee Hyun menjawab saat dia dengan ringan berjalan maju.
"Hyung, novel-novel sastra ada di lantai 2."
"Aku datang bukan untuk membaca novel. Ada beberapa hal
yang sedang aku cari."
"Apa yang kamu cari, hingga datang ke sini?"
"Strategi, taktik, peperangan. Apa kamu tahu di mana
aku bisa menemukannya?"
"Ada di lantai 7, tapi...."
"Mm…. terima kasih sudah memberitahuku."