Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

***Dukung kami: Traktir ngopi! (min Rp 1.000,-)***
Laporan Donasi

LMS_V17E05P01 Kunjungan Seoyoon

gambar


5. Kunjungan Seoyoon (1) 


Kehidupan sehari-hari Half Sauce Half Fried.
Kok-kok-petok.
Jenggernya tumbuh dengan martabat, karena dia adalah ayam Korea yang bagus. Dia berjalan di sekitar halaman, untuk menangkap cacing tanah sebagai makanan lezat.
"Seoyoon, makananmu di sini."
Hidupnya damai tanpa ancaman apapun, sedangkan makanan yang diberikan pada Seoyoon adalah makanan yang benar-benar menyenangkan. Hidupnya nikmat, bagaikan pohon bonsai yang dibudidayakan dengan bagus, dan kerjanya seharian hanyalah mengantuk saja!
Perutnya kenyang dan punggungnya hangat, tak ada lagi keinginan yang mau dicapainya dalam kehidupan sehari- hari. Sembari Seoyoon membelainya dengan kasih sayang, dia bahkan menggosok dirinya terhadap Seoyoon.
dia hidup sebagai ayam yang begitu bahagia. Namun, Seoyoon selalu kasihan padanya.
'Maaf aku tak bisa berada di sini bersamamu.'
Itu karena Half Sauce Half Fried sendirian, saat dia berada di dalam kapsul atau di kampus.
Keok, keok, keok, keok.
Half Sauce Half Fried menggeleng bolak-balik, saat dia berjalan di sekitar halaman rumah sakit.
Seoyoon berpikir,
'Aku akan membawakan... teman untukmu.'
* * *

Ujian tengah semester, festival, dan pertemuan olahraga telah berakhir. Dan sekarang waktunya kurang sedikit dari 2 minggu sampai liburan musim panas. Lee Hyun menggerutu suatu keluhan tak berujung.
"Jenis universitas macam apa ini. Tak bisakah lamanya perkuliahan di universitas dipersingkat menjadi 3 tahun, atau 2 tahun, seperti dinas militer?"
Mengingat dia harus tetap membayar biaya perkuliahan yang mahal, selama tiga setengah tahun, masa depannya suram. Perasaan seorang terpidana yang menjalani masa tahanannya di kamp konsentrasi atau penjara, adalah seperti ini.
"Bahkan jika aku lulus kuliah, sepertinya aku tak akan mendapatkan kelulusan pensiun, tak ada jaminan aku bekerja di perusahaan asing, dan juga tak akan ada yang memberikanku asuransi kesehatan seumur hidup secara gratis..."
Ketidak-praktisan yang tak berujung dari universitas itu terus berlangsung. Saat dia memandang bar, ruang kapsul, dan restoran pada jalan utama di depan universitas, dia menjadi khawatir tentang dunia pendidikan dan masa depan bangsa ini.
"Seharusnya ada lahan pertanian atau tambak di depan sekolah. Ketika kamu lapar, kau dapat membantu orang-orang tua yang menanam padi. Dan mendapatkan makanan ringan untuk dimakan, dan di musim gugur kamu dapat membantu pemanenan juga. Tambak adalah... suatu penyimpanan makanan yang berharga. Kamu dapat mencari tumpangan perahu dan juga pergi untuk menarik jaring."
Pada area tambak, satu sekop-an akan menghasilkan makanan. Kamu bisa menangkap bahan makanan seperti tiram segar, gurita. Lantas, memakannya secara langsung dengan dicelupkan ke dalam pasta cabai. Karena kamu juga bisa menangkap ikan dengan menebarkan jala dan memanfaatkan pasang surut aliran, itu bagaikan membunuh dua burung dengan satu kali lemparan batu!
"Tak perlu membangun kantin yang terpisah..."
Itu bisa disebut simbol pendidikan pedesaan. Mahasiswa menikmati memancing sembari membaca buku, dan persahabatan terjalin saat merebus sup ikan pedas. Di depan universitas, bukannya ada bar, salon, toko pakaian, dan toko kerajinan pitek, melainkan tempat memancing dengan diskon.
Seperti biasa, Lee Hyun pergi ke plaza selama waktu istirahat siang, dan makan hidangan siang yang tersaji di depan kursinya. Seoyoon sedang duduk di sampingnya, dan makan siang bersama.
Lee Hyun mengambil lauk dengan sumpit dan memasukkannya ke dalam mulutnya.
'Ya, sangat lezat.'
Makan siang yang dimulai dengan kimbap dilanjutkan ke sushi, dan hari itu juga terdapat sandwich isi iga panggang.
'Masih hangat. Dan bahkan belum dingin.'
Lee Hyun bahkan tak tahu tentang bekal yang dipanaskan dengan sinar pemanas, untuk menjaga suhu makanan. Dia cukup senang jika bisa mencoba makan iga tanpa membayar.
'Jadi, seperti ini rasa sandwich isi iga panggang.'
Di hari-hari SMP dan SMA, dia tak bisa menggunakan kantin sekolah, karena dia tak punya uang makan siang. Meski begitu, tentu saja dia tak akan bisa pergi tanpa makan, jadi dia diam-diam menyelinap dan mengambil nampan makan siang. Dia telah melewati hari-hari sekolah dengan diam-diam makan makanan siluman yang tak berlangsung dengan nyaman.
Bagaimana iri dirinya ketika teman-teman sekelasnya membuka bekal makan siang yang telah disiapkan sepenuh hati oleh orang tuanya.
"..."
Seoyoon sedikit menggigit bibirnya, saat dia menyaksikan Lee Hyun makan dengan gembira. Sepertinya dia hendak tersenyum. Wajahnya yang tersenyum bisa membuat seseorang bahagia, tapi kesempatan untuk melihat itu benar-benar langka.
Namun, ekspresi Seoyoon yang dingin dan membeku, seperti ketika dia membuat patung Goddess Freya yang pertama, kini hampir lenyap. Seoyoon bahkan telah membawa teh gandum. Dia menuangkannya ke dalam cangkir dan menyerahkannya kepada Lee Hyun.
"Mm, terima kasih."
Setelah meneguk teh gandum itu, Lee Hyun berbicara dengan perasaan iri, "Jangan hanya makan sayur. Kamu juga ingin makan 1 sandwich juga, kan?"
Tak ada yang diberikan secara gratis. Dengan licik, dia berpura-pura memberikan kebaikan dengan menuangkan teh gandum padanya, karena dia ingin makan roti juga!
'Meskipun begitu, tampaknya dia menjadi sedikit lebih baik baru-baru ini...'
Tak ada yang menyadari jika orang yang diam-diam meninggalkan makan siang adalah Seoyoon. Lee Hyun bertindak seperti orang yang diberi kekuasaan sangat besar. Seoyoon menggeleng ke kiri-kanan. Dia merasa kenyang hanya dengan menontonnya makan.
Lee Hyun bertanya sekali lagi. "Kalau begitu, dua roti...?"
"..."
"Haruskah aku memberikan t-tiga?"
Berapa banyak balasan yang dia harapkan, dengan memberikan hanya secangkir teh gandum, dia pun mengerutkan kening!
Pernah sekali saat dia bersama makan siang dengan Seoyoon, dan dia makan kimbap-nya dengan sembarangan. Kenangan waktu itu terus bermunculan di kepalanya.
Lee Hyun mendesah.
'Aku bukanlah orang yang picik. Kadang-kadang, aku juga harus memberi.'
Ketika dia masih kecil, dia pernah pergi ke tempat teman-temannya hanya dengan memegang sendok, lantas dia bisa makan secara gratis. Saat dia mengingat perasaan sedih itu, dia mampu memahami sudut pandang Seoyoon itu.
"Makan saja dengan nyaman. Karena aku tak pernah makan banyak daging... Maksudku, karena aku tak suka banyak daging. Makanlah sebanyak yang kamu inginkan."
Lee Hyun mengambil salah satu roti dan memasukkannya ke atas kotak nasi Seoyoon. Seoyoon dengan hati-hati membuka mulutnya dan memakannya. Itu seperti pemandangan indah yang bisa merebut indera seseorang lemas.
Setelah menatap pemandangan itu sejenak, Lee Hyun makan roti juga.
Nyam-nyam.
Dia tak bisa memberinya banyak lauk lezat seperti roti ini.
"Mengapa ini begitu lezat? Jenis daging apa ini yang meleleh di mulut, meleleh."
Melihat dia memegang iga dengan kedua tangan, dan merobeknya setelah menyuruhnya untuk makan sesuka hatinya!
Lee hyun menghabiskan isi kotak makan siangnya sampai bersih, dan tak meninggalkan bahkan sebutir nasi sekalipun. Tentu saja, dia bahkan melahap salah satu daging yang Seoyoon berikan, di saat-saat terakhir. Dia telah menyelesaikan semuanya dengan begitu bersih, sampai-sampai dia senang dengan dirinya sendiri.
'Dia tak akan mengeluh, bahkan jika dia makan tiga sandwich.'
Kemudian, seperti biasa, dia mengeluarkan catatan yang datang dengan makan siang untuk membacanya.
"Apakah dia hendak berterima kasih padaku, karena telah makan dengan bahagia hari ini? Bahkan walaupun aku tak tahu siapa dia, dia masihlah seorang wanita berhati baik."
Tapi kata-kata yang ditulis pada catatan yang Lee Hyun ambil, berbeda dari yang biasa.
[Aku mempunyai suatu permintaan.
Apakah Kamu punya waktu hari ini setelah kelas?]



< Prev  I  Index  I  Next >