LMS_V23E04P01 Istana Pasir Yang Tak Bisa Hancur

4. Istana Pasir Yang Tak Bisa Hancur (1)
"Ya ampun, apa yang membuatnya begitu lama?"
Lee Hyun sedang menunggu Seoyoon di stasiun kereta.
Setelah berubah menjadi seorang Death Knight, dia sangat
sibuk berburu. Dia sekarang bisa mengenakan armor plat besi, menggunakan energi
kegelapan, dan memperkuat ilmu pedangnya.
Strength dari kelas Knight sangatlah besar!
Banyak player memilih kelas ini, karena memiliki
keseimbangan yang bagus serta banyak keuntungan.
Dengan kemampuan untuk menunggang kuda miliknya yang luar
biasa, kecepatan pergerakannya sangat cepat. Merawat kudanya adalah hal yang
kurang menyenangkan, tapi kuda itu sangat berguna dalam pertempuran, sehingga
kuda itu layak untuk diurus.
Satu-satunya kekurangannya adalah staminanya akan menurun
dengan sangat cepat, dibandingkan kelas yang berbeda seperti Swordman. Tapi itu
bukanlah masalah, karena Death Knight adalah seorang Undead.
"Ini adalah saat yang sempurna untuk leveling
serta..."
Lee Hyun memutuskan untuk menepati janjinya, dan
meninggalkan rumah sedikit lebih awal. Seoyoon tiba 10 menit sebelum jam 8
siang, waktu pertemuan.
Dia membawa dua tas travelling. Bahkan, memakai T-shirt
putih sederhana dan jeans yang ia kenakan sangat indah. Orang-orang yang ada di
stasiun tak bisa mengalihkan mata mereka dari dirinya.
Melihat sekilas pada wajah Seoyoon, Lee Hyun mendapatkan
kesan dari kecantikan yang murni. Dia tak bisa berbuat apa-apa, selain menatap
wajahnya lagi. Menatap Seoyoon secara seksama.
Ungkapan "mata adalah jendela jiwa" benar-benar
tepat.
Mata milik Seoyoon dalam, polos, dan menyilaukan.
Itu seperti matanya adalah permata yang paling jernih di dunia.
Alisnya lurus, tak ada kecacatan yang bisa ditemukan. Lee Hyun tak bisa
menemukan kecacatan apapun pada hidung, bibir, pipi, kening, daun telinga, atau
di manapun, di tubuh Seoyoon.
Ketika menatapnya, itu terasa seperti segalanya telah berada
di tempatnya. Tubuhnya mengungkapkan sebuah kecantikan yang luar biasa.
"Apa kamu sudah lama menungguku?"
"Tidak, aku baru saja sampai. Ayo beli tiket
dulu."
Setelah menaiki kereta dan tiba di kota besar di utara,
mereka berencana untuk menyewa sebuah mobil.
Seoyoon bilang jika dia memiliki SIM.
"Kapan kamu mendapatkan SIM?"
"Aku mendapatkannya baru kemarin, setelah lulus
tes."
"..."
* * *
Di kereta yang menuju ke pantai, mereka memakan kimbap dan
soda, yang Lee Hyun bawa dari rumah. Lee Hyun tertidur sambil menatap jendela. Bepergian
meringankan ketegangan dan stres miliknya.
"I..."
Lee Hyun bergumam dengan suara yang pelan. Seoyoon
mendekatkan telinganya untuk mendengarkan.
"...tem..."
Lee Hyun sedang menggigau!
Seoyoon juga kurang tidur, karena dia sibuk bersiap-siap
sejak dini hari. Dia menyandarkan kepalanya pada pundak Lee Hyun dan tidur
juga. Setiap kali kereta berhenti, para penumpang melihat adegan itu ketika
menaiki kereta.
'Pria itu tak layak
untuk cewek itu.'
'Kenapa cewek itu
bersama seorang pria menyedihkan seperti dia...'
'Ini sungguh tidak
adil! Apa-apaan ini!'
Ketika kereta tersebut sampai ditujuan mereka, mereka
mengambil tas mereka dan turun.
Tempat persewaan mobil ada di dekat stasiun kereta. Setelah
menyewa mobil yang mereka pesan, Seoyoon duduk di kursi pengemudi dan Lee Hyun
duduk di kursi penumpang.
"Haruskah kita pergi?"
"Setelah menyalakan mobilnya."
Seoyoon menyalakan mobil tersebut, dan kemudian berbicara.
"Sekarang, ayo berangkat."
Lee Hyun sangat gugup, tapi Seoyoon juga tampak kuat di
kehidupan nyata. Sekarang dia sudah menyalakan mobilnya, dia mengemudi dengan
sangat lancar. Tapi kemudian, secara tiba-tiba pembersih kaca aktif!
"Di mana sinyal lampu untuk berbelok?"
"Di sebelah sana."
Lee Hyun menyesal karena tak memiliki SIM.
Setelah meninggalkan pusat kota, Laut Utara Korea terlihat
di sepanjang tol nasional. Lautan Timur dan Barat memiliki poin-poin pesonanya
sendiri. Tapi Laut Utara memiliki lebih banyak pesona dengan iklimnya yang hangat.
Dan juga, tempat itu tak mahal.
Dengan mengemudi di sepanjang pantai, mereka bisa
mengelilingi pulau-pulau besar. Ada bunga-bunga yang tumbuh di jalan yang
berbelok, tepat di samping laut. Saat mereka sampai, Seoyoon mengeluarkan
kamera miliknya.
"Bisakah kita mengambil foto di sini?"
"Tentu saja bisa."
Mengambil foto adalah hal yang harus dilakukan, saat
melakukan perjalanan.
"Aku akan mengambil fotomu."
Seoyoon memotret Lee Hyun dengan laut sebagai latar
belakangnya. Di dalam foto itu, dia tampak seperti seorang turis aneh, yang
terjebak di sebuah pemandangan yang indah.
"Ok, sekarang giliranmu."
Lee Hyun menerima kamera Seoyoon dan menekan shutter-nya.
Setiap kali fotonya diambil, itu seperti sebuah sesi pemotretan. Seoyoon hanya
berdiri diam seperti Lee Hyun, tapi itu adalah sebuah citra yang sepenuhnya
berbeda.
Lee Hyun merasa seperti pasir-pasir berkilauan dan hembusan
angin lembut bersatu di sekitar wanita itu. Seoyoon tak tersenyum ataupun
mengunakan banyak pose, tapi dia tampak hebat dengan pemandangan laut musim
dingin sebagai latar belakangnya.
Juga ada banyak turis yang ada di pantai tersebut. Lee Hyun
meminta bantuan para turis.
"Permisi... Bisa tolong ambil foto kami?"
Itu tampak seperti mereka sedang melakukan perjalanan
kelulusan.
"Tentu, tak masalah."
Orang ini mengambil foto Lee Hyun dan Seoyoon yang berdiri
berdampingan.
Snap!
Mereka memfokuskan tepat pada Seoyoon, mengaburkan Lee Hyun!
'Sungguh pasangan yang
amat sangat tidak cocok.'
'Pria itu pasti telah
menyelamatkan alam semesta di kehidupan masa lalunya.'
Pergi ke beberapa tempat sambil mengendarai mobil, mereka
pergi ke tempat-tempat populer bagi para turis dan mengambil foto. Mereka
menghabiskan banyak waktu di Royal Road, tapi kali ini berbeda. Karena tak ada
perburuan, tak ada quest, itu seperti mereka berdua sedang kencan.
Segera, hari semakin gelap. Suhunya menurun dengan cepat
setelah matahari tenggelam, jadi mereka mulai mencari tempat untuk menginap.
"Aku menemukan sebuah tempat... Apa ini jalannya?"
Setelah berkeliaran kesana-kemari dengan mobil mereka,
mereka sampai di tempat perkemahan. Dengan harga minimum, mereka bisa
menggunakan tempat ini dengan bebas. Ada beberapa kelompok keluarga yang sudah
memasang tenda mereka.
"Kita terlambat. Lebih baik kita bergegas."