Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

***Dukung kami: Traktir ngopi! (min Rp 1.000,-)***
Laporan Donasi

SL_005

SL_005

Bab 5


 Teriakan Jin Woo mencapai semua telinga para Hunter.

 “…!”

“Instrumen ?!”

Harapan kembali ke mata mereka.

Berbeda dengan waktu, di mana Jin Woo meminta mereka untuk membungkuk. Para Hunter kali ini tak ragu untuk merespons.

Tentu saja, jika Jin Woo salah dalam tebakannya. Mereka akan dibantai ketika mereka mendekati patung-patung itu.

Tapi pada saat ini, tak ada satu pun Hunter yang curiga pada Jin Woo.

Song adalah orang pertama yang tiba di patung yang memegang instrumen.

“…..”

Sambil menahan napas, Song perlahan menatap patung itu.

Seolah meresponsnya, jari-jari patung itu mulai bergerak, dan dia mulai memainkan harpa di tangannya. Itu adalah suara yang indah.

“Dia benar!”

“Dekati patung yang memegang instrumen!”

Setiap Hunter dengan harapan baru, berlari menuju berbagai patung yang memegang instrumen.

Terompet, seruling, kecapi.

Segera, melodi harmonis dari berbagai instrumen memenuhi seluruh ruangan.

Kim yang telah berlari sampai nafasnya habis. Terjatuh dan berlutut di depan sebuah patung yang memegang mandolin.

Ketika melodi mandolin terdengar di udara, Patung yang mengejar Kim melambat hingga berhenti.

Tak dapat menahan emosinya, Kim menangis di mana ia berlutut.

 “Uwaaaaah…”

Dan Patung itu berpaling darinya. Memindai sisa kuil, dan dia menemukan target baru.

 “Sial!”

Menatap matanya, Jin Woo mengutuk. Dia mulai berlari, jantungnya berdetak seperti akan meledak. Punggungnya yang berkeringat menjadi basah kuyup.

 ‘Kenapa! Kenapa yang ini tak bermain?! ‘

Jin Woo memelototi patung yang ia dekati dengan marah. Memegang drum di tangannya, patung ini diam tak menunjukkan, jika dia akan memainkan instrumennya.

Boom!

Boom!

Boom!

Dengan kecepatan yang menakutkan, Patung itu menutup celah di antara mereka.

Saat Patung yang berada di ujung ruangan beberapa saat yang lalu, mendekati mereka. Jin Woo menelan ludah.

 “Apakah itu karena Ju Hee dan aku sama-sama di sini, pada saat yang sama?”

Itu pasti jawabannya. Saat dia melihat sekeliling, tak ada Hunter lain yang bermasalah dengan patung mereka.

 “Aku tak punya waktu untuk memikirkan ini,”

Dia menurunkan Ju Hee dan bersiap untuk lari ke tempat yang berbeda.

“Jin Woo …”

Ju Hee yang ketakutan memegangi lengan bajunya. Jin Woo dengan tenang berbisik ke telinganya,

 “Kita berdua akan mati, jika aku tetap tinggal.”

Ketika dia melihat air mata menetes di sudut matanya, Jin Woo tahu jika tak ada waktu untuk menjelaskan.

Dia dengan lembut menarik tangannya yang gemetaran dari lengan bajunya. Lalu, dia berlari sekuat tenaga menuju patung lain.

* Ba-Bum *

* Ba-Bum *

* Ba-Bum *

Dia mendengar ketukan drum dari belakang, saat ia berlari.

 ‘Terima kasih Tuhan.’

Hanya ada satu hal yang tersisa.

Itu adalah dia yang harus pergi ke patung lain!

Jin Woo sekarang adalah satu-satunya yang tak berhasil mendekati patung-patung yang memegang instrumen.

Karenanya, kemarahan dari Patung sekarang hanya terfokus pada dirinya.

Jin Woo melarikan diri dari langkah kaki pengejarnya dan melaju cepat dan melintasi ruangan.

Boom!

Boom!

Saat dia mengelak dan berguling dari injakan Patung. Nafas terengah-engahnya menjadi semakin berat. Meskipun dia adalah Hunter E-Rank yang terendah. Sebagai seorang Hunter kelas Fighter, tubuhnya menawarkan sedikit bantuan, yang bisa diberikan dalam situasi ini.

 “Sedikit lagi!”

Memperhatikan langkah kaki Patung yang mendekatinya, dia memfokuskan dan menguatkan kakinya. Kecepatannya meningkat. Hanya ada beberapa langkah, sampai dia mencapai patung targetnya.

“Tidak, bukan yang itu!”

Song berteriak padanya.

Setelah fokus pada gerakan Patung Raksasa sampai sekarang, Jin Woo mengalihkan perhatiannya ke patung yang dekati.

 “Ah!”

 ‘Itu tak memegang instrumen!’

Dia sekarang menyadar,i apa yang tampaknya menjadi instrumen di tangan patung itu sebenarnya adalah perisai. Tanpa ampun, patung itu mengangkat dan menurunkan perisai di tangannya.

 “Uwah!”

Jin Woo melemparkan tubuhnya ke samping.

“Kiyaah!”

Ju Hee menjerit.

Saat dia berguling di lantai, dia mendongak. Patung Raksasa hampir tiba di belakangnya.

 “Sialan …”

Karena terjatuh di tanah, ada luka di dahinya. Darah mengalir ke matanya, dan menutupi penglihatannya.

Jin Woo dengan cepat melihat ke kiri dan ke kanan.

 “Instrumen, instrumen …”

Tapi tak ada instrumen yang terlihat di matanya. Patung Raksasa mengangkat kakinya.

 “Ah, sial!”

Boom!

Jin Woo nyaris tak menghindar dari injakan itum dengan melemparkan tubuhnya ke samping. Tapi dia mencapai batasnya. Dia merasa ingin pingsan, dia merasa sulit mempertahankan keseimbangan karena suatu alasan.

 ‘Tolong…’

Jika ada Tuhan, dia ingin berdoa untuk itu.

Pada saat itu, Jin Woo memperhatikan sebuah patung yang tak memegang senjata atau instrumen.

 ‘Itu!’

Dia merangkak dengan sisa-sisa terakhir dari kekuatannya, menaruh harapannya pada patung itu.

Dengan kekuatan terakhir tubuhnya, dia melemparkan dirinya ke kaki patung dengan sebuah buku di tangannya. Menghadapi Patung Raksasa yang sedang menuju ke arahnya, dia menyadari jika dia tak punya kekuatan lagi untuk bergerak.

Terengah-engah, dia menatap wajah Patung. Seolah-olah diperburuk oleh perlawanan yang terus-menerus, kemarahan di wajah yang memandang rendah Jin Woo menjadi sangat besar.

Patung itu berhenti di depan Jin Woo.

Dihadapkan dengan raksasa setinggi bangunan, Jin Woo berjuang untuk bernapas.

 “Aku rasa, aku seperti tikus yang terpojok …”

‘Inilah akhirnya…’

Yakin akan malapetaka yang akan datang, Jin Woo melihat kematian ada di depan matanya.

Pada saat itu, dia mendengar nyanyian yang indah dan merdu datang dari belakangnya.

Dengan susah payah, dia berbalik dan melihat sumbernya.

Patung tempat dia beristirahat sekarang, bernyanyi dengan suara suci. Suaranya bergema di seluruh kuil.

Menengok ke belakang, Jin Woo melihat wajah Patung Raksasa yang mulai rileks. Jejak kemarahan iblisnya menghilang, ketika wajah Patung kembali ke wajah aslinya tanpa emosi.

Ketika musik patung berakhir, Patung Raksasa berbalik dan kembali ke tempat duduknya, tampak seolah-olah tak terjadi apa-apa.

Boom!

Suara raksasa yang duduk bergema di seluruh kuil.

“Hah… Hah… Apakah… kita… selamat?”

Jin Woo tersenyum tipis, melalui napasnya yang berat.

Ju Hee dengan cepat berlari ke arahnya,

 “Jin Woo!”

Setelah mendekat dengan berlari sekuat tenaga, Ju Hee terjatuh di sebelahnya sambil menangis.

 “Ya Tuhan… Ya Tuhan…”

Dia menggunakan semua Mana yang dimilikinya, dan mencoba setiap sihir penyembuhan yang dia tahu. Tapi itu tak berpengaruh.

Satu demi satu, para Hunter yang terpisah berkumpul di depan Jin Woo.

Ekspresi mereka sama gelapnya.

 “Oh tidak… Jin Woo…”

Di tengah penampilan dan kata-kata mereka yang mengasihani, Ju Hee menangis tanpa henti.

‘Kenapa mereka menatapku seperti itu?‘

Jin Woo ingin bertanya, tapi dia kekurangan energi untuk berbicara. Jadi, dia mencoba mengumpulkan kekuatannya dan berdiri.

 “…?”

Sebuah genangan darah telah berkumpul di tempat ia duduk. Jin Woo akhirnya bisa memahami situasinya saat ini.

“Ah…”

Kaki kanannya telah menghilang, dimulai dari bawah lutut.

Dia melihat ke seberang ruangan, di mana ada patung yang memegang perisai.

Ujung perisainya dipenuhi oleh lumuran darah. Dan kaki yang hilang berada di bawahnya.

Dia berbalik dan melihat darah menetes dari hidung Ju Hee. Tubuhnya telah mencapai batasnya.

Healer B-Rank tak aka sanggup untuk regenerasi bagian tubuh seseorang.

Tapi dia melanjutkan itu. Upayanya seperti mengumpulkan air dengan kendi yang pecah. Dan saat dia melanjutkan,baik Mana dan Vitality-nya dengan cepat berkurang.

 “Tak apa-apa, Ju Hee. Kamu bisa berhenti sekarang … ”

“Tidak! Aku bisa menyembuhkan ini! Aku akan menyembuhkanmu! ”

Para Hunter memperhatikan pasangan itu dengan iba.

Dari 17 yang masuk, hanya 6 yang tersisa.

Dari 6 yang tersisa, 2 telah menerima cedera serius.

Tuan Song dan lengannya. Dan sekarang, Jin Woo dengan kakinya.

Meskipun hidup mereka diselamatkan, tak ada yang bisa tersenyum.

Tiba-tiba, suara gemuruh terdengar di seluruh kuil.

Di pusatnya, tanah dengan lingkaran sihir yang tertulis di atasnya mulai naik, membentuk platform.

Jin Woo menyadari jika Perintah Terakhir telah tiba.

 “Buktikan Imanmu…”

Dia sudah merenungkan maknanya.

***



* Peraturan Terakhir  *

Tanah yang naik berhenti, setelah memiliki tinggi setinggi pinggang.

“Sebuah altar …”

Jin Woo dengan linglung berbicara pada dirinya sendiri.

“Sebuah altar?”

“Apak dia baru saja mengatakan altar?”

Pria yang telah menyelamatkan hidup mereka tak hanya sekali tetapi dua kali. Jin Woo bukan seseorang dengan Rank tinggi, dia hanya Hunter E-Rank yang mereka pandang rendah di masa lalu.

“Jika bukan karena Sung, kita sudah …”

Pikiran para Hunter bersatu.

Kata-kata Jin Woo sampai sekarang adalah garis hidup bagi mereka. Dan sekarang pria ini mengucapkan kata-kata, ‘Altar’.

Kim yang cerdik adalah orang pertama yang berbicara,

“Aku rasa, aku mengerti.”

Dia menghunuskan pedang di pinggangnya. Biasanya senjata yang digunakan untuk membunuh binatang ajaib, tujuannya kali ini berbeda.

“Bahkan orang idiot sepertiku bisa mengerti, apa yang kamu maksud dengan ‘altar’.”

Para Hunter memandang pedang yang ditarik Kim, berkilau dengan tajam, dan menelan ludah mereka.

 “Hei,Mr. Kim! Mengapa kamu mengambil itu sekarang? ”

“Mari kita bicarakan ini,bicara!”

C-Rank, Song adalah yang tertinggi di party itu.

Dengan dia keluar dari party, tak ada orang lain di party itu yang bisa menandingi Kim, yang keahliannya bahkan bersinar di antara para D-Rank lainnya.

Kim mengarahkan pedangnya ke altar.

 “Perintah terakhir adalah,’Buktikan Imanmu’,dan sekarang altar ini muncul di tengah ruangan.”

Tatapan Kim beralih ke Jin Woo,

 “Kita harus mengorbankan seseorang di altar,kan. Tuan Sung?”

Jin Woo mengangguk. Itu juga tebakannya. Salah satu dari 6 yang hidup harus menjadi korban.

“Itu mungkin aturan terakhir …”

Saat dia mengangkat kepalanya, dia melihat Tuan Kim mendekatinya dengan tatapan aneh di matanya. Garis keringat jatuh di sisi kepala Jin Woo.

 “Mister… apa yang akan kamu…”

“Duduk saja di sana dengan tenang!”

Kim mengarahkan pedangnya pada Song, yang telah duduk di sebelah Jin Woo memperhatikan luka-lukanya.

 “Siapa yang menyeret kita semua ke sini? Itu Song, di sini! Maka bukankah seharusnya dia yang membayar harga untuk semua ini ?! ”

“Mister!”

Jin Woo berteriak dan mencoba bangkit, tapi tangan Song menghentikannya. Jin Woo berbalik dan menatap pria itu.

 “..…”

Song menggelengkan kepalanya tanpa sepatah kata pun. Matanya memohon Jin Woo untuk tetap diam.

Jin Woo ingin mengatakan sesuatu, tapi dia menelan kembali kata-katanya.

Song lalu perlahan bangkit.

 “Mr. Kim benar. Aku harus bertanggung jawab.”

“Kalau begitu kita sudah sepakat, pak tua.”

Kim menunjuk ke altar dengan pedangnya.

 “Jika kamu mau masuk, maka ayo cepat. 11 orang mati karenamu.”



< Prev  I  Index  I  Next >

Post a Comment for "SL_005"