SL_006
Tentu saja, party telah setuju dengan ini, sebelum memasuki
Double Dungeon. Dengan ketentuan jika tak ada yang akan membantah hasilnya. Tapi
bagi Kim,yang telah kehilangan semua alasan, itu hanyalah ingatan yang memudar
di benaknya.
“Aku akan pergi atas kemauanku sendiri. Jadi, bisakah kamu menyingkirkan pedangmu?”
Song bertanya pada Kim.
“Bagaimana aku bisa percaya padamu, setelah semua ini? Berhenti bicara dan berjalanlah.”
Menghela nafas, Song berjalan ke altar. Diikuti oleh Tuan Kim dan pedang yang menunjuk ke punggung Song.
Saat dia memperhatikan itu, Jin Woo menggigit bibirnya.
‘Itu bukan kesalahan Mr. Song …’
Bagaimanapun juga, mereka semua telah memilih dan menyetujui masuk kemari. Bagi Jin Woo, setelah semua yang mereka alami, menyalahkan Song adalah tindakan yang sangat pengecut.
‘Tapi…’
Jin Woo sama sekali tak memiliki kekuatan untuk menghentikan Kim. Seorang D-Rank yang berdiri di puncak tingkatnya, dan seorang E-Rank yang merendahkan diri di posisi terendahnya.
Perbedaan kekuatan itu terlalu banyak.
Selain itu, dia kehilangan salah satu kakinya saat ini. Jika dia mencoba sesuatu sekarang, bukan hanya dia. Tapi Ju Hee yang menyembuhkannya, bisa menjadi target kemarahan Kim.
“Sialan”
Jin Woo menutup matanya. Dari semua hal,dia paling mengutuk ketidak-berdayaannya saat ini. Sementara itu, Song sudah berada di atas altar.
Whosh!
Sebagai tanggapan, nyala api merah muncul di tepi area, tengah tempat altar berada.
Semua orang yang berkumpul menelan ludah, saat mereka dengan hati-hati bersiap untuk apa yang akan terjadi selanjutnya.
Tapi tak ada yang terjadi.
Kecuali untuk munculnya nyala api.
“…?”
Karena tak ada perkembangan baru yang terjadi setelah beberapa waktu. Kim dan yang lainnya mulai merasa cemas.
“Hei,Tuan Sung, ada apa ini?”
Kim bertanya pada Jin Woo.
“Aku tak yakin…”
Jin Woo mengharapkan Perintah Ketiga dipenuhi, ketika seseorang naik ke atas altar.
“Apakah itu tak meminta pengorbanan?”
Ya,itu bukan berita buruk bagi Jin Woo.
Jika teorinya tentang pengorbanan salah, maka ada kesempatan untuk menyelamatkan Song.
Wajah Jin Woo menjadi cerah. Saat dia berjuang untuk bangun, Jin Woo meminta dua Hunter yang berdiri di dekatnya untuk membantu.
“Bisakah kalian membantuku pergi ke altar?”
“Jin Woo, lukamu …”
Ju Hee juga berdiri dengan Jin Woo.
Setelah menghabiskan sebagian besar Mana-nya, penampilannya pucat dan lemah. Berkat bantuannya, Jin Woo setidaknya bisa mengatasi rasa sakit dari luka-lukanya.
“Aku harus bergegas.”
Kondisi Ju Hee. Kemarahan Kim. Kondisi mental Hunter lainnya.
Dia kehabisan waktu.
Dengan bantuan dua Hunter lainnya, Jin Woo tiba di depan altar.
“Ayo naik ke atas altar.”
Dua orang yang membantunya mundur untuk sesaat, tapi memereka membulatkan tekad pada perkataan Jin Woo dan naik ke atas altar.
Sebagai tanggapan, tiga api muncul dari tepi area tengah.
Woosh!
Woosh!
Woosh!
Mata Jin Woo melebar.
“Sama dengan jumlah orang yang berada di atasnya.”
Song, dua orang yang membantunya, dan dirinya sendiri.
Keempat nyala api berkedip di sekitar area tengah, dan membentuk lingkaran.
“Melihat penempatan mereka, kita hanya perlu 2 lagi untuk membuat lingkaran lengkap.”
Jadi, sepertinya orang-orang yang tersisa harus naik ke atas altar.
“Apakah kamu pikir seseorang akan datang untuk menyelamatkan kita, jika kita menunggu?”
Jin Woo bertanya pada Song.
Song menggelengkan kepalanya.
“Hari ini menandai hari ke 7, sejak Gates ini dibuka. Sebelum bala bantuan datang, patung-patung itu mungkin akan bergerak lebih dulu”
“Untuk Gate D-Rank,mereka benar-benar meninggalkannya sendirian terlalu lama.”
“Ya, itu Asosiasi. Setelah semua …”
Gate akan terbuka penuh, setelah 7 hari.
Adalah tugas Hunter untuk mencegah hal itu terjadi.
Untuk menutup Gate dengan membunuh bos yang ada di dalamnya. Itulah tujuan sebenarnya dari ‘Raid’.
Jika mereka gagal melakukannya pada waktunya, semua monster di dalam Dungeon akan mendapatkan kebebasan untuk keluar dari Gate dan mengamuk di Bumi.
Jin Woo melihat sekelilingnya.
Patung besar tetap ada di kursinya, memandang ke bawah pada kelompok mereka dari kejauhan.
“Jika benda itu dibiarkan pergi dari sini …”
Dia tak bisa membayangkan, apa yang akan terjadi.
Tentu saja, party mereka akan menjadi yang pertama dibantai, jika patung-patung di ruangan itu mendapat kebebasan untuk bergerak di luar Gate.
Jadi, Jin Woo menyadari jika mereka tak bisa begitu saja meminta bantuan.
Jin Woo memanggil Ju Hee dan Kim.
“Bisakah kalian berdua juga datang ke sini?”
Ju Hee mengikuti instruksinya. Bahkan, Kim yang ragu-ragu dengan cepat mengikuti.
Dua api lagi muncul,dan itu menyelesaikan lingkarannya.
Woosh!
Para Hunter tersentak.
“Hah?”
“Apa yang terjadi?”
Seperti yang diharapkan Jin Woo, sesuatu sedang terjadi.
“Ini dia.”
Dari lingkaran terluar area tengah, api biru kecil mulai muncul.
Satu demi satu, mereka berkobar membentuk lingkaran di sekitar area tengah.
‘34… 35… 36… ’
Jin Woo menghitung sekitar 36 api biru.
‘Api merah yang cocok dengan jumlah orang. Api biru berjumlah 36 itu. Apa ada arti dari jumlah ini?’
Pada saat itu,
*Creak*
Pintu yang menghalangi jalan keluar terbuka tanpa peringatan. Hunter yang tersisa tersentak untuk reaksinya.
“Argh …!”
Setiap orang dari mereka ingin berlari ke arah pintu keluar. Tapi ingatan akan saat-saat terakhir dari seorang Hunter yang mendekati itu, tetap segar dalam ingatan mereka. Sehingga, tak ada yang membuat gerakan.
Mereka tak tahu nasib apa yang akan menunggu orang pertama yang meninggalkan altar.
Seolah menunggu jawaban, semua tatapan mereka jatuh pada Jin Woo,yang menutup mulutnya dalam diam.
“…..”
Masih terlalu dini untuk membuat kesimpulan.
Apakah terbukanya pintu adalah jebakan atau apakah itu cara Dungeon untuk memberi tahu mereka. Jika mereka telah memenuhi Perintah Terakhir. Dia sendiri tak tahu.
Saat Hunter menunggu arahan Jin Woo, suara-suara yang membawa kabar buruk datang dari tepi ruangan.
*Griind*
*Sliide*
Keenam Hunter berbalik serempak dan melihat sekeliling ruangan.
“Apa-apaan ini?!”
“Mereka… mereka semakin dekat!”
“Mereka semua baru saja bergerak!”
Napas para Hunter bertambah cepat.
Patung-patung yang hanya menanggapi manusia yang berada di dekatnya, tiba-tiba tampak beberapa langkah lebih dekat dari sebelumnya.
Dalam waktu singkat itu, Jin Woo dapat sepenuhnya memastikan situasinya.
‘Tidak,patung-patung itu tak bergerak. Bagian bawah mereka bergerak. Inilah yang mendekati mereka.’
Suara tadi berasal benturan batu yang bergerak.
“Mereka sudah berhenti bergerak?”
Kim menyeka keringat di alisnya.
Saat perhatian semua orang terfokus pada patung-patung itu, Jin Woo melihat api biru di sekitar mereka. Di mana api itu menghilang satu demi satu, tiga api biru sudah padam.
*Griiind*
*Sliiide*
“Apa apa! Di mana itu?!”
Seseorang berteriak.
Jin Woo mengangkat kepalanya, suara itu datang dari arahnya. Para patung yang menghadapnya telah bergerak mendekat.
“Kenapa hanya aku?”
‘Apakah itu karena aku memalingkan muka?’
Jin Woo menutup matanya untuk menguji teorinya.
*Griiind*
*Sliiide*
“Sialan, mengapa?!”
“Apa… apa yang harus kita lakukan sekarang?!”
Dengan pemahaman baru, Jin Woo berteriak kepada yang lainnya,
“Jangan palingkan mata kalian dari patung-patung itu!”
Sekarang dia memikirkannya, gerakan awal tadi mungkin disebabkan ketika semua orang melihat ke arahnya, untuk menanyakan tentang arahan selanjutnya.
“Patung ini tak akan bergerak, ketika kita menatap mereka.”
Api biru lain padam, tapi itu tak mendapat respons dari patung-patung itu.
‘Mungkinkah?’
Tanpa mengalihkan pandangan dari patung-patung itu, Jin Woo dengan hati-hati mengangkat tangannya dan melihat jam tangannya.
‘Seperti yang aku pikirkan.’
Api biru akan menghilang setiap satu menit.
“Api biru adalah penghitung waktu.”
Jin Woo menduga jika aturan Perintah Terakhir adalah untuk menunggu di atas altar sampai 36 api biru menghilang.
Selama masing-masing dari mereka menatap semua patung, mereka akan aman. Ada kemungkinan tak ada yang harus mati dalam Perintah Terakhir ini.
Jin Woo memeriksa secara bergantian jam di tangannya, dan api biru untuk menentukan waktu yang tersisa.
‘30 tersisa… Kita hanya harus menunggu selama 30 menit!’
Tapi, Jin Woo telah melakukan kesalahan.
Sementara dia menghitung api biru, dia telah memalingkan muka dari para patung. Dan dengan demikian, para patung mulai bergerak ke arahnya lagi.
*Griiind*
*Sliide*
“Aku-aku tak bisa menahan ini lagi!”
Wanita yang berada di sebelah Jin Woo menjerit dan berlari menuju pintu yang terbuka.
Setelah dikejutkan oleh suara gerakan yang datang dari belakangnya, dia tak dapat berbalik. Wanita itu kehilangan keberanian dan membuat keputusan untuk berlari.
Saat dia melompat dari altar,salah satu api merah menghilang.
“Tidak, jangan!”
Jin Woo berteriak.
Tapi wanita yang berlari dengan semua itu mungkin mengabaikannya, dan dengan aman melewati pintu yang terbuka.
“A-apa? Sung, apa yang baru saja terjadi? Dia bisa keluar dengan aman! ”
Jin Woo yang menatap ke arah pintu, tak tahu apa yang terjadi.
“Apakah ada yang berubah?”
“Pintu… pintunya sedikit menutup.”
“Apakah itu menutup sekarang?”
“Tidak tidak. Itu mulai menutup sedikitm setelah dia pergi. Tapi sekarang, pintu itu tak bergerak lagi. ”
Jin Woo teringat api merah menghilang, setelah wanita itu meninggalkan altar.
‘Tentu saja!’
Pikirannya tenggelam ke perutnya.
Teka-teki yang mengganggu pikirannya di atas altar, akhirnya mengungkapkan jawabannya.
Bagian mana dari ini yang membuktikan ‘Iman kepada Tuhan’? Jawabannya datang kepadanya.
Tapi,bagi pria yang hanya bisa berjalan dengan bantuan orang lain, itu adalah jawaban yang paling buruk.
***
‘Pintu terbuka’ adalah jebakan.
Sebuah harapan palsu yang berada di depan mata mereka!
Seandainya seluruh party berlari menuju pintu keluar, setelah melihat pintu terbuka. Pintu akan segera ditutup dan party akan berlari menuju pembantaian mereka.
Sebaliknya, altar adalah zona aman.
Jika mereka hanya menunggu di atas dan menunggu api biru sambil menatap para patung, itu akan menjamin keselamatan mereka.
Harapan palsu yang bisa mereka lihat, melawan janji yang tak bisa mereka lihat.
Beginilah cara seseorang membuktikan ‘Iman kepada Tuhan’ mereka.
Itu adalah ujian untuk mengatasi godaan kebebasan di tengah bahaya yang mendekat. Di sini, dua variabel muncul di hapan situasi mereka.
Satu.
Kehadiran Jin Woo.
Alih-alih berlari ke pintu yang terbuka menuju malapetaka mereka, party itu berhenti untuk mendengarkan Jin Woo, agar mereka bisa menghindari kematian.
“Kita beruntung.”
Itu hanya mungkin, karena kehadiran seorang pria yang telah menyelesaikan Dua Perintah sebelumnya dan menyelamatkan hidup mereka. Dia mendapatkan rasa hormat dan perhatian mereka dalam proses itu.
Tapi variabel kedua tak menguntungkan.
Seseorang telah meninggalkan partynya untuk menuju ke tempat yang aman. Bagaimana orang-orang yang tertinggal bereaksi terhadap munculnya harapan ini?
Jawabannya jelas.
Pria yang mendukung Jin Woo adalah orang kedua yang berlari keluar dari pintu yang terbuka.
Song dengan cepat bereaksi dan menangkap Jin Woo yang jatuh.
Nyala api merah keluar dengan pelari kedua, dan pintu beringsut semakin dekat untuk ditutup.
“Hei, hei!”
Kim mengibaskan jarinya pada pelari kedua. Tapi pria itu,seperti yang pertama, dengan aman melewati pintu.
Melihat jumlah api yang tersisa, Jin Woo berteriak,
“Tolong jangan bergerak! Kita tak bisa kehilangan orang lain lagi! “
“Aku akan pergi atas kemauanku sendiri. Jadi, bisakah kamu menyingkirkan pedangmu?”
Song bertanya pada Kim.
“Bagaimana aku bisa percaya padamu, setelah semua ini? Berhenti bicara dan berjalanlah.”
Menghela nafas, Song berjalan ke altar. Diikuti oleh Tuan Kim dan pedang yang menunjuk ke punggung Song.
Saat dia memperhatikan itu, Jin Woo menggigit bibirnya.
‘Itu bukan kesalahan Mr. Song …’
Bagaimanapun juga, mereka semua telah memilih dan menyetujui masuk kemari. Bagi Jin Woo, setelah semua yang mereka alami, menyalahkan Song adalah tindakan yang sangat pengecut.
‘Tapi…’
Jin Woo sama sekali tak memiliki kekuatan untuk menghentikan Kim. Seorang D-Rank yang berdiri di puncak tingkatnya, dan seorang E-Rank yang merendahkan diri di posisi terendahnya.
Perbedaan kekuatan itu terlalu banyak.
Selain itu, dia kehilangan salah satu kakinya saat ini. Jika dia mencoba sesuatu sekarang, bukan hanya dia. Tapi Ju Hee yang menyembuhkannya, bisa menjadi target kemarahan Kim.
“Sialan”
Jin Woo menutup matanya. Dari semua hal,dia paling mengutuk ketidak-berdayaannya saat ini. Sementara itu, Song sudah berada di atas altar.
Whosh!
Sebagai tanggapan, nyala api merah muncul di tepi area, tengah tempat altar berada.
Semua orang yang berkumpul menelan ludah, saat mereka dengan hati-hati bersiap untuk apa yang akan terjadi selanjutnya.
Tapi tak ada yang terjadi.
Kecuali untuk munculnya nyala api.
“…?”
Karena tak ada perkembangan baru yang terjadi setelah beberapa waktu. Kim dan yang lainnya mulai merasa cemas.
“Hei,Tuan Sung, ada apa ini?”
Kim bertanya pada Jin Woo.
“Aku tak yakin…”
Jin Woo mengharapkan Perintah Ketiga dipenuhi, ketika seseorang naik ke atas altar.
“Apakah itu tak meminta pengorbanan?”
Ya,itu bukan berita buruk bagi Jin Woo.
Jika teorinya tentang pengorbanan salah, maka ada kesempatan untuk menyelamatkan Song.
Wajah Jin Woo menjadi cerah. Saat dia berjuang untuk bangun, Jin Woo meminta dua Hunter yang berdiri di dekatnya untuk membantu.
“Bisakah kalian membantuku pergi ke altar?”
“Jin Woo, lukamu …”
Ju Hee juga berdiri dengan Jin Woo.
Setelah menghabiskan sebagian besar Mana-nya, penampilannya pucat dan lemah. Berkat bantuannya, Jin Woo setidaknya bisa mengatasi rasa sakit dari luka-lukanya.
“Aku harus bergegas.”
Kondisi Ju Hee. Kemarahan Kim. Kondisi mental Hunter lainnya.
Dia kehabisan waktu.
Dengan bantuan dua Hunter lainnya, Jin Woo tiba di depan altar.
“Ayo naik ke atas altar.”
Dua orang yang membantunya mundur untuk sesaat, tapi memereka membulatkan tekad pada perkataan Jin Woo dan naik ke atas altar.
Sebagai tanggapan, tiga api muncul dari tepi area tengah.
Woosh!
Woosh!
Woosh!
Mata Jin Woo melebar.
“Sama dengan jumlah orang yang berada di atasnya.”
Song, dua orang yang membantunya, dan dirinya sendiri.
Keempat nyala api berkedip di sekitar area tengah, dan membentuk lingkaran.
“Melihat penempatan mereka, kita hanya perlu 2 lagi untuk membuat lingkaran lengkap.”
Jadi, sepertinya orang-orang yang tersisa harus naik ke atas altar.
“Apakah kamu pikir seseorang akan datang untuk menyelamatkan kita, jika kita menunggu?”
Jin Woo bertanya pada Song.
Song menggelengkan kepalanya.
“Hari ini menandai hari ke 7, sejak Gates ini dibuka. Sebelum bala bantuan datang, patung-patung itu mungkin akan bergerak lebih dulu”
“Untuk Gate D-Rank,mereka benar-benar meninggalkannya sendirian terlalu lama.”
“Ya, itu Asosiasi. Setelah semua …”
Gate akan terbuka penuh, setelah 7 hari.
Adalah tugas Hunter untuk mencegah hal itu terjadi.
Untuk menutup Gate dengan membunuh bos yang ada di dalamnya. Itulah tujuan sebenarnya dari ‘Raid’.
Jika mereka gagal melakukannya pada waktunya, semua monster di dalam Dungeon akan mendapatkan kebebasan untuk keluar dari Gate dan mengamuk di Bumi.
Jin Woo melihat sekelilingnya.
Patung besar tetap ada di kursinya, memandang ke bawah pada kelompok mereka dari kejauhan.
“Jika benda itu dibiarkan pergi dari sini …”
Dia tak bisa membayangkan, apa yang akan terjadi.
Tentu saja, party mereka akan menjadi yang pertama dibantai, jika patung-patung di ruangan itu mendapat kebebasan untuk bergerak di luar Gate.
Jadi, Jin Woo menyadari jika mereka tak bisa begitu saja meminta bantuan.
Jin Woo memanggil Ju Hee dan Kim.
“Bisakah kalian berdua juga datang ke sini?”
Ju Hee mengikuti instruksinya. Bahkan, Kim yang ragu-ragu dengan cepat mengikuti.
Dua api lagi muncul,dan itu menyelesaikan lingkarannya.
Woosh!
Para Hunter tersentak.
“Hah?”
“Apa yang terjadi?”
Seperti yang diharapkan Jin Woo, sesuatu sedang terjadi.
“Ini dia.”
Dari lingkaran terluar area tengah, api biru kecil mulai muncul.
Satu demi satu, mereka berkobar membentuk lingkaran di sekitar area tengah.
‘34… 35… 36… ’
Jin Woo menghitung sekitar 36 api biru.
‘Api merah yang cocok dengan jumlah orang. Api biru berjumlah 36 itu. Apa ada arti dari jumlah ini?’
Pada saat itu,
*Creak*
Pintu yang menghalangi jalan keluar terbuka tanpa peringatan. Hunter yang tersisa tersentak untuk reaksinya.
“Argh …!”
Setiap orang dari mereka ingin berlari ke arah pintu keluar. Tapi ingatan akan saat-saat terakhir dari seorang Hunter yang mendekati itu, tetap segar dalam ingatan mereka. Sehingga, tak ada yang membuat gerakan.
Mereka tak tahu nasib apa yang akan menunggu orang pertama yang meninggalkan altar.
Seolah menunggu jawaban, semua tatapan mereka jatuh pada Jin Woo,yang menutup mulutnya dalam diam.
“…..”
Masih terlalu dini untuk membuat kesimpulan.
Apakah terbukanya pintu adalah jebakan atau apakah itu cara Dungeon untuk memberi tahu mereka. Jika mereka telah memenuhi Perintah Terakhir. Dia sendiri tak tahu.
Saat Hunter menunggu arahan Jin Woo, suara-suara yang membawa kabar buruk datang dari tepi ruangan.
*Griind*
*Sliide*
Keenam Hunter berbalik serempak dan melihat sekeliling ruangan.
“Apa-apaan ini?!”
“Mereka… mereka semakin dekat!”
“Mereka semua baru saja bergerak!”
Napas para Hunter bertambah cepat.
Patung-patung yang hanya menanggapi manusia yang berada di dekatnya, tiba-tiba tampak beberapa langkah lebih dekat dari sebelumnya.
Dalam waktu singkat itu, Jin Woo dapat sepenuhnya memastikan situasinya.
‘Tidak,patung-patung itu tak bergerak. Bagian bawah mereka bergerak. Inilah yang mendekati mereka.’
Suara tadi berasal benturan batu yang bergerak.
“Mereka sudah berhenti bergerak?”
Kim menyeka keringat di alisnya.
Saat perhatian semua orang terfokus pada patung-patung itu, Jin Woo melihat api biru di sekitar mereka. Di mana api itu menghilang satu demi satu, tiga api biru sudah padam.
*Griiind*
*Sliiide*
“Apa apa! Di mana itu?!”
Seseorang berteriak.
Jin Woo mengangkat kepalanya, suara itu datang dari arahnya. Para patung yang menghadapnya telah bergerak mendekat.
“Kenapa hanya aku?”
‘Apakah itu karena aku memalingkan muka?’
Jin Woo menutup matanya untuk menguji teorinya.
*Griiind*
*Sliiide*
“Sialan, mengapa?!”
“Apa… apa yang harus kita lakukan sekarang?!”
Dengan pemahaman baru, Jin Woo berteriak kepada yang lainnya,
“Jangan palingkan mata kalian dari patung-patung itu!”
Sekarang dia memikirkannya, gerakan awal tadi mungkin disebabkan ketika semua orang melihat ke arahnya, untuk menanyakan tentang arahan selanjutnya.
“Patung ini tak akan bergerak, ketika kita menatap mereka.”
Api biru lain padam, tapi itu tak mendapat respons dari patung-patung itu.
‘Mungkinkah?’
Tanpa mengalihkan pandangan dari patung-patung itu, Jin Woo dengan hati-hati mengangkat tangannya dan melihat jam tangannya.
‘Seperti yang aku pikirkan.’
Api biru akan menghilang setiap satu menit.
“Api biru adalah penghitung waktu.”
Jin Woo menduga jika aturan Perintah Terakhir adalah untuk menunggu di atas altar sampai 36 api biru menghilang.
Selama masing-masing dari mereka menatap semua patung, mereka akan aman. Ada kemungkinan tak ada yang harus mati dalam Perintah Terakhir ini.
Jin Woo memeriksa secara bergantian jam di tangannya, dan api biru untuk menentukan waktu yang tersisa.
‘30 tersisa… Kita hanya harus menunggu selama 30 menit!’
Tapi, Jin Woo telah melakukan kesalahan.
Sementara dia menghitung api biru, dia telah memalingkan muka dari para patung. Dan dengan demikian, para patung mulai bergerak ke arahnya lagi.
*Griiind*
*Sliide*
“Aku-aku tak bisa menahan ini lagi!”
Wanita yang berada di sebelah Jin Woo menjerit dan berlari menuju pintu yang terbuka.
Setelah dikejutkan oleh suara gerakan yang datang dari belakangnya, dia tak dapat berbalik. Wanita itu kehilangan keberanian dan membuat keputusan untuk berlari.
Saat dia melompat dari altar,salah satu api merah menghilang.
“Tidak, jangan!”
Jin Woo berteriak.
Tapi wanita yang berlari dengan semua itu mungkin mengabaikannya, dan dengan aman melewati pintu yang terbuka.
“A-apa? Sung, apa yang baru saja terjadi? Dia bisa keluar dengan aman! ”
Jin Woo yang menatap ke arah pintu, tak tahu apa yang terjadi.
“Apakah ada yang berubah?”
“Pintu… pintunya sedikit menutup.”
“Apakah itu menutup sekarang?”
“Tidak tidak. Itu mulai menutup sedikitm setelah dia pergi. Tapi sekarang, pintu itu tak bergerak lagi. ”
Jin Woo teringat api merah menghilang, setelah wanita itu meninggalkan altar.
‘Tentu saja!’
Pikirannya tenggelam ke perutnya.
Teka-teki yang mengganggu pikirannya di atas altar, akhirnya mengungkapkan jawabannya.
Bagian mana dari ini yang membuktikan ‘Iman kepada Tuhan’? Jawabannya datang kepadanya.
Tapi,bagi pria yang hanya bisa berjalan dengan bantuan orang lain, itu adalah jawaban yang paling buruk.
***
‘Pintu terbuka’ adalah jebakan.
Sebuah harapan palsu yang berada di depan mata mereka!
Seandainya seluruh party berlari menuju pintu keluar, setelah melihat pintu terbuka. Pintu akan segera ditutup dan party akan berlari menuju pembantaian mereka.
Sebaliknya, altar adalah zona aman.
Jika mereka hanya menunggu di atas dan menunggu api biru sambil menatap para patung, itu akan menjamin keselamatan mereka.
Harapan palsu yang bisa mereka lihat, melawan janji yang tak bisa mereka lihat.
Beginilah cara seseorang membuktikan ‘Iman kepada Tuhan’ mereka.
Itu adalah ujian untuk mengatasi godaan kebebasan di tengah bahaya yang mendekat. Di sini, dua variabel muncul di hapan situasi mereka.
Satu.
Kehadiran Jin Woo.
Alih-alih berlari ke pintu yang terbuka menuju malapetaka mereka, party itu berhenti untuk mendengarkan Jin Woo, agar mereka bisa menghindari kematian.
“Kita beruntung.”
Itu hanya mungkin, karena kehadiran seorang pria yang telah menyelesaikan Dua Perintah sebelumnya dan menyelamatkan hidup mereka. Dia mendapatkan rasa hormat dan perhatian mereka dalam proses itu.
Tapi variabel kedua tak menguntungkan.
Seseorang telah meninggalkan partynya untuk menuju ke tempat yang aman. Bagaimana orang-orang yang tertinggal bereaksi terhadap munculnya harapan ini?
Jawabannya jelas.
Pria yang mendukung Jin Woo adalah orang kedua yang berlari keluar dari pintu yang terbuka.
Song dengan cepat bereaksi dan menangkap Jin Woo yang jatuh.
Nyala api merah keluar dengan pelari kedua, dan pintu beringsut semakin dekat untuk ditutup.
“Hei, hei!”
Kim mengibaskan jarinya pada pelari kedua. Tapi pria itu,seperti yang pertama, dengan aman melewati pintu.
Melihat jumlah api yang tersisa, Jin Woo berteriak,
“Tolong jangan bergerak! Kita tak bisa kehilangan orang lain lagi! “
Post a Comment for "SL_006"
comment guys. haha