Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

***Dukung kami: Traktir ngopi! (min Rp 1.000,-)***
Laporan Donasi

SL_109

gambar


SL 109

Tepat sebelum Jin Woo tertelan ke dalam bayangan, sebuah pesan dari sistem terdengar.
[Karena Boss Dungeon telah terbunuh, Dungeon akan dikembalikan ke bentuk aslinya … ]
Perasaan jatuh terjadi setelahnya.
Tiba-tiba, arah gravitasi menjadi terbalik, dan kecepatan jatuh meningkat. Penglihatan yang gelap, langsung berubah kembali ke aslinya.
‘Ini…’
Jin Woo melihat sekeliling.
Tuk, tuk.
Lampu jalan yang berkedip, mobil yang diparkir, dan tiang telepon dengan ikan yang sobek.
Ini adalah lorong yang sering dilewati Jin Woo, ketika dia hendak pulang.
‘Apa aku berada di sekitar rumahku?’
Itu adalah tempat, di mana lima Shadow Army diperintahkan oleh Jin Woo untuk berpatroli.
‘Aku benar-benar bertukar posisi.’
Jin Woo kagum, tapi pada saat yang sama dia dengan tenang memeriksa bagian bawah kakinya.
‘Aku bangkit dari bayangan ini, ketika aku mau bertkuar posisi dengan prajuritku.’
Dengan hati-hati Jin Woo menginjak bayangan dengan jari kakinya.
‘….’
Pada saat skill diaktifkan, dia merasa seperti menginjak permukaan air. Dan sekarang, ini telah kembali ke bayangan biasa.
Jin Woo terkesan dan memeriksa jendela Skill-nya.
Cooldown 3 jam sudah diterapkan, ini sesuai dengan yang dijelaskan dalam deskripsi Skill.
[‘Shadow Exchange’ Lv.1]
[… Skill dapat digunakan setelah 2 jam 59 menit 57 detik]
‘Ini jackpot.‘
Jantung Jin Woo berdetak kencang, setelah melihat kekuatan Skill barunya dengan matanya sendiri.
‘Ini juga mudah digunakan …‘
Dia hanya harus berkonsentrasi, ketika terhisap ke dalam bayangan. Dan faktanya, aliran waktu tampak menjadi lambat dalam keadaan itu. Dan perpindahannya terasa terjadi secara instan.
Gulp..
Shadow Exchange.
Ini adalah Skill dengan kemungkinan tak terbatas, tergantung pada bagaimana menggunakannya.
‘Oh, ini bukan waktunya aku terkagum dengan Skill-ku.’
Jin Woo menenangkan kegembiraannya.
‘Aku berhasil mendapatkan obat untuk ibu, aku tak bisa diam di sini terlalu lama.’
Jin Woo yang sedang terburu-buru, menyalakan ponselnya dan memeriksa waktu.
‘Ini sudah terlambat…’
Alis Jin Woo berkerut. Waktu di layar ponsel menunjukkan tepat pukul 10 malam. Meskipun ini bukan waktu untuk berkunjung, Jin Woo tak ragu-ragu untuk memanggil Drake yang sudah menjadi Shadow Army-nya.
“Kaiser.”
-Kieee
Kaiser yang dipanggil oleh tuannya, meraung gembira ketika kepalanya muncul di tanah. Segera, seekor Drake bersayap besar muncul. Saat Kaiser membuka sayapnya, gang sempit itu benar-benar menjadi lebih sempit.
Beruntung tak ada orang di sekitar.
Saat Jin Woo mendekatinya, Kaiser membungkuk. Dan Jin Woo dengan santai menaikinya.
Meskipun Jin Woo mengendarai Kaiser untuk pertama kalinya, dia merasa seolah sudah terbiasa, dan sudah mengendarainya cukup lama.
‘Tampaknya, tak akan ada masalah, dengan terbang di langit.’
‘Aku tak peduli, dengan siapa yang akan menghentikanku.’
Bahkan jika polisi atau tentara ada di depan rumah sakit, dia memiliki kekuatan untuk menerobos mereka. Dan saat ini, dia tak ingin diganggu oleh siapa pun.
‘Ayo.’
Ketika Jin Woo memberikan perintahnya dengan semangat, Kaiser mulai menggerakkan sayap besarnya.
-Kieeeee
Kaiser terbang dengan cepat ke udara, terbang ke arah yang diinginkan Jin Woo.
***

Pertemuan berjalan lancer, sampai larut malam di Asosiasi Hunter. Ini adalah waktu ketika pembetukan tim aliansi Korea-Jepang semakin mendekat.
Agar berhasil memerangi monster Semut di Pulau Jeju, asosiasi juga menunjukkan perhatiannya.
“Ini adalah data yang dikirim dari Jepang.”
Staf menekan tombol di remote control.
Layar besar menunjukkan gambar sarang semut, menggunakan kamera deteksi satelit milik Jepang.
Ini semua adalah catatan untuk operasi ke-1, 2, dan 3 Korea, yang semuanya gagal.
Mata Go Gunhee menyipit.
‘Semua semut keluar, kecuali ratu dan pengawalnya.’
Itu benar.
Semut-semut itu bergerak persis seperti yang dikatakan pihak Jepang. Semut penjaga itu menyebalkan. Tapi ada juga Dungeon yang kuat, di mana sejumlah monster kelas bos ada di mana-mana.
Tapi itu tak berarti, jika semua risiko semut penjaga bisa dihilangkan begitu saja.
Go Gunhee yang bertanggung jawab atas Korea Selatan, bahkan memikirkan lebih banyak kemungkinan, agar para Hunter dari negaranya berhasil dalam operasi kali ini.
“Apakah mungkin semut yang menyadari, jika ratu mereka dalam bahaya akan kembali lebih cepat dari yang diperkirakan?”
Jepang juga menyiapkan tindakan balasan untuk ini.
“Mereka mengatakan akan menggunakan jammer untuk itu.”
“Jammer?”
“Ilmuan mereka mengatakan, jika monster semut berkomunikasi dengan gelombang khusus mereka sendiri. Dan itu berbeda dengan semut biasa.”
Jika kamu ingin memindahkan ribuan pasukan dengan sempurna, kamu harus memiliki sistem untuk itu.
Go Gunhee mengangguk.
“Bisakah itu diganggu oleh gelombang radio?”
“Ya, Presiden.”
“Maksudmu, kita hanya perlu memperhatikan Ratu dan para penjaganya saja…”
Rencana pembersihan Pulau Jeju itu sederhana. Tapi ini mungkin memiliki peluang yang lebih tinggi, daripada operasi sebelumnya.
‘Tapi mengapa aku begitu gugup dengan ini?’
Go Gunhee mengusap dagunya.
‘Kapan aku pernah merasa tak nyaman seperti ini…’
Kemudian Goh Gunhee memandang ke luar jendela, dengan mata terbuka lebar. Tindakan mendadak ketua itu, menyentak semua staf di ruang konferensi.
Woo Jincheol yang selalu menjaga ketua asosiasi, dengan cepat mendekat.
“Ada apa, Tuan?”
“Tidak. Aku hanya…”
Go Gunhee memandang Woo Jincheol. Ekspresi Woo Jincheol sama seperti biasanya.
“Apakah kamu tak merasakannya?”
“Apa? Aku tak tahu apa maksudmu Tuan.”
“..…”
Gelombang kekuatan Mana yang baru saja mengalir, dari suatu tempat yang jauh dari jendela.
‘Gelombang pendek kekuatan Mana itu berusaha untuk menyembunyikan jejaknya. Tapi aku, Go Gunhee bisa merasakannya dengan jelas.’
‘…..’
Seorang karyawan yang mengadakan rapat dengan hati-hati bertanya pada Go Gunhee, yang melihat keluar jendela.
 “Presiden Asosiasi ?”
Segera,Go Gunhee menatapnya. Kehadiran gelombang Mana yang kuat secara tiba-tiba, juga menjadi perhatiannya. Tapi sekarang, saatnya untuk fokus pada pertemuan ini.
Go Gunhee yang berpikir keras tentang sesuatu, bertanya pada bawahannya.
 “Apakah Hunter Sung Jin Woo masih tak bisa dihubungi?”
***

Baek Yoonho bertanya tanpa menoleh ke belakang.
“Apa kamu merasakannya?”
Min Byunggu menjawab.
“Tak seperti rank kita akan turun, karena pensiun, kan?”
Ada keheningan berat, antara dua orang yang sedang minum di cafe itu. Baek Yoonho langsung menuju ke topik utamanya.
 “Apa itu?”
“Mungkin Choi Jongin dan Cha Haein yang sedang berebut saham Guild Hunters.”
Min Byunggu yang telah sedang duduk sambil memegang segelas anggur, terkikik dan mengguncang shochu-nya.
Baek Yoonho tampak bingung.
“Apa kamu sedang bercanda?”
“Apa itu tak lucu, kawan?”
“Tidak, itu..”
Termasuk perbedaan dalam inderanya, Min Byunggu entah bagaimana, adalah pria yang aneh.
‘Hunter S-Rank pertama di dunia, yang pensiun dalam kondisi aman.’
Dia adalah yang pertama di dunia, dan masih satu-satunya di dunia. Berapa banyak orang yang dapat menahan diri, dari jumlah uang yang dapat diperoleh oleh seorang Hunter S-Rank?
Yah awalnya, dia juga tak punya terlalu banyak uang di rumah.
Min Byunggu bertanya, saat dia merasakan tatapan Baek.
“Saudaraku, apa kamu benar-benar akan pergi?”
“Kamu sudah melihat bagaimana Eunseok mati,kan?”
‘Itu sebabnya, aku harus melangkah lebih jauh.’
Baek Yoonho menjawabnya setelah mengosongkan gelas.
“Jika aku meninggalkan semut itu di sana. Itu akan menjadi akhir untuk Korea.”
Min Byunggu melihat ke belakang, seolah-olah dia terkejut.
‘Sejak kapan kamu menjadi seorang patriot Baek…’
 “Aku hanya akan melakukan apapun yang ingin aku lakukan.”
Guild tak dapat menolak panggilan asosiasi. Karena asosiasi mengawasi guild, guild harus menanggapi panggilan asosiasi.
Kamu dapat meninggalkan negara itu, jika kamu tak ingin berpartisipasi. Tapi, tak ada negara maju yang akan menyambut Hunter senior, yang melarikan diri dari penyerbuan yang sulit.
Kamu tak dapat melakukan apapun.
“Aku benci melarikan diri. Haha..”
Baek Yoonho tertawa.
Min Byunggu berkata dengan jelas.
“Aku tak akan pergi. Aku tak akan pernah pergi. Jika kamu di sini untuk membujukku, kamu sudah membuang waktu.”
‘Tidak.’
Baek Yoonho bangkit dari tempat duduknya, membayar minumannya. Itu untuk semua botol kosong ini.
 “Aku kemari hanya untuk menyapa. Karena aku tak tahu, kapan aku bisa melihatmu lagi.”
‘Saudaraku…’
Baek Yoonho sudah menyerah untuk membujuk Min Byunggu, dan dia menjabat tangannya. Baek Yoonho pasti sepenuhnya menyadari kemungkinan terburuk, untuk operasi penaklukan ini.
‘Tapi kamu tetap saja pergi.’
Itu bukan ekspresi ketakutan. Sebaliknya, dia pasti akan membasmi semua semut kali ini. Sampai batas tertentu, itu adalah ekspresi seseorang yang sedang menunggu.
Min Byunggu yang sedang mengunyah makanan, menghentikan sumpitnya.
‘Kalau dipikir-pikir, ada beberapa Hunter yang tak suka melawan monster?’
‘Kadang-kadang mereka adalah Healer. Tapi sebaliknya, mereka suka merawat orang lain.’
Sambil menatap Oden, Min Byunggu menggosok kepalanya.
‘Apakah itu suatu kondisi, jika seseorang akan sadar, jika mereka mengalami pertempuran?’
‘Oh, aku rasa begitu.’
Min Byunggu tertawa pada dirinya sendiri, dan minum kaldu yang tersisa.
***

Jin Woo tiba di rumah sakit.
‘Tentu saja… Kamar nomor 305.’
Jin Woo yang tak berniat masuk melalui pintu masuk utama dari awal, mencari jendela kamar ibunya dengan Kaiser.
‘Ruler’s Hand.’
Tirai yang menghalangi jendela bergerak dengan mudah. Dan Ibunya dengan tenang, tertidur di tempat tidurnya. Itu sama seperti, ketika Jin Woo mengunjungi terakhir kali.
Jin Woo sekali lagi menggunakan ‘Ruler’s Hand’ untuk membuka jendela dan memasuki kamar rumah sakit dengan tenang.
Kaiser sudah menghilang di bawah bayangan Jin Woo. Jin Woo berdiri di samping tempat tidur. Saat hasilnya masih belum bisa diketahuinya, jantungnya terus menjadi cepat berdetak.
‘Jika aku gagal, ini tak bisa diulangi.’
Ibunya sudah tak sadarkan diri sejak lama. Mungkin dia bisa sadar untuk kehidupan yang baru sekali lagi. Tapi tak ada jaminan jika saat ia sadar, tubuhnya akan tetap bisa mendukungnya.
‘Tapi…’
Jin Woo telah melihat banyak keajaiban yang disebabkan oleh Sistem. Dan semuanya merupakan hal yang tak akan kamu percayai, jika kamu hanya mendengarnya dari orang lain.
Apa aku bukti yang paling pasti dari kekuatan Sistem?
 ‘Berkat sistem, aku bisa sampai sejauh ini, walau sebelumnya hanya seorang Hunter E-Rank.’
‘Semua ini berkat kekuatan sistem.’
Jin Woo yang melihat ke bawah tanpa berkata apa-apa, membulatkan tekadnya. Ibunya yang ada di hadapannya, seakan bisa bangun kapan saja, ketika dia memanggilnya.
Jin Woo mengeluarkan item ‘Holy Water of Life’ dari Inventory-nya.
Pop!
Sebotol kayu muncul di tangannya. Jin Woo membaca informasi pada item berulang-ulang, karena takut melewatkan sesuatu.
Setelah berkali-kali membacanya, hingga seakan informasinya sudah teringat di luar kepalanya. Barulah Jin Woo berani membuka tutup botolnya.
Tsk.
Bahkan ketika dia bertarung dengan raja iblis dengan hidupnya sebagai taruhan, tangannya tak bergetar. Tapi saat ini berbeda.
Jin Woo mengambil nafas panjang untuk menenangkan diri.
‘Jika aku melakukan kesalahan, ibu akan terluka.’
Saat Jin Woo bersumpah, jika dia dak akan pernah melakukan kesalahan untuk ini. Dia mendapatkan kembali keadaan tenangnya.
Gemetaran pada tangannya berhenti.
‘Baiklah.’
Jin Woo dengan tenang mendukung ibunya, Park Kyunghye dengan lengan kirinya. Lalu dia menaruh mulut botol itu di bibir ibunya.
‘Holy Water of Life’ mengalir melalui bibir ibunya.
Jin Woo tak terburu-buru, dan dengan hati-hati menuangkannya sedikit demi sedikit.
‘Bekas luka ini…’
Tiba-tiba, Jin Woo melihat bekas luka bakar di kedua sisi leher ibunya. Bekas luka bakar itu memanjang hingga ke bagian belakang.
Jin Woo tahu betul jika seluruh leher ibunya dan sebagian punggungnya sebagian terbakar. Meskipun itu tak dapat dilihat dari sudutnya saat ini.
‘Ini adalah luka yang disebabkan oleh diriku.’
Then.
Saat itu, Jin Woo muda hanya ingin mencuci rambut ibunya. Seperti yang biasa dilakukan ibunya pada Jin Woo saat masih kecil.
Tapi, Jin Woo muda yang belum pernah mengunjungi pemandian. Dia tak memiliki pengetahuan untuk membedakan suhu air.
Blup blup blup...
Fsssshh...
Kamar mandi dipenuhi uap panas, karena airnya baru saja direbus.
Jin Woo mendekati punggung ibunya dengan sangat hati-hati, sehingga dia tak akan menumpahkan air panas.
Dan.
Fsssshh..
Air dalam wadah yang dituangkan.
Sang ibu yang merasa sakit di punggungnya.  Memeluk putrinya, karena dia takut jika putrinya akan terkena air di wajah, jika dia menghindarinya. Dan dia tak bergerak sama sekali, sampai kulitnya benar-benar terbakar.
Silent..
Setelah beberapa saat, jeritan keluar dari mulut wanita lain di dekatnya, itu bukan ibunya.
“Oh tidak!”
“Kakak, ibu…!”
Jin Woo kemudian menyadari jika ada sesuatu yang salah. Dia hanya ingin membantu ibunya, tapi...
Ibu Jin Woo meraih bahu Jin Woo, yang menjatuhkan air panas dan mau menangis.
Dan bertanya.
 “Jin Woo, apa kamu baik-baik saja? Apa kamu terluka nak?”
Jin Woo berpikir, jika dia akan dimarahi saat itu. Dan itu menjadi ingatan yang tak bisa ia lupakannya. Terutama kata-kata yang diucapkan oleh Ibunya.
‘Aku pikir, aku tak berutang kepada siapa pun, kecuali dirinya.’
Setelah ayahnnya hilang, Ibu merawat kedua anaknya, Jin Woo dan Jin Ah, sedirian.
Jin Woo tak tahu, kapan dia pernah bisa membayar hutangnya selama sisa hidupnya. Jin Woo berutang pada ibunya, hutang yang tak akan mampu ia bayar kembali.
Then..
Tetesan terakhir jatuh ke dalam mulut ibunya.
Blup..
Jin Woo meletakkan botol dan segera membaringkan ibunya. Dan dia berdiri di sana dengan tenang, dan menunggu hasilnya sambil doa.
Ba dump ba dump ba dump
Jantungnya berdetak begitu cepat, hingga membuatnya terasa sakit.
Gulp..
‘..…’
Tapi tak ada perubahan. Tetesan darah jatuh, dari genggaman Jin Woo yang terlalu kuat.
“Huhuck!”
Seperti seseorang yang nyaris tak bisa terselamatkan setelah tenggelam, ibunya yang memejamkan mata bernafas dengan keras.
‘….!’
Mata Jin Woo melebar melihat itu. Aliran darah kembali ke wajah ibunya yang sedikit pucat. Ibunya menjadi telihat sehat, seolah-olah warna segar sedang menyebar di atas layar yang berwarna hitam dan putih.
Hitungan jam terasa seperti detik
Berapa lama itu berlalu?
Ibunya perlahan membuka matanya. Tatapannya melihat sekeliling dalam waktu singkat, dan itu berhenti pada Jin Woo.
 “Woo… Jin Woo?”
Jin Woo yang memiliki ganjalan di hatinya, mengangguk. Tak heran jika Ibunya tak bisa mengenali dirinya dengan segera. Empat tahun telah berlalu, dan fisiknya telah tumbuh begitu hebat, dari waktu itu.
Seolah air perlahan-lahan tumbuh dalam mangkuk kosong, kenangan dari jeda empat tahun berangsur-angsur memenuhi kepala ibu Jin Woo, Park Kyunghye.
Tak perlu banyak waktu untuk menyadari, mengapa dia berbaring di rumah sakit.
“Sudah berapa lama aku tertidur?”
“4 tahun.”
Jin Woo dapat mengatakan empat tahun dengan beberapa bulan, tapi dia tak melakukannya. Jin Woo berada dalam situasi, di mana dia perlu menjadi setenang mungkin bagi ibunya.
Ibunya yang tampaknya terkejut mendengar 4 tahun, bertanya.
“Bagaimana dengan Jin Ah? Apa dia baik-baik saja?”
Jin Woo merasakan sesuatu yang naik dari dalam hatinya.
‘Kamu sudah berada di ambang kematian selama empat tahun. Dan sekarang, kamu baru saja kembali hanya untuk bertanya tentang keadaan putrimu.’
‘Tolong perhatikan dirimu terlebih dahulu…’
Jika Jin Woo tak menggigit bibirnya dengan kuat, dia bisa saja menangis setiap saat.
‘Ini bukan waktunya untuk mengkhawatirkan putrimu.’
Jin Woo ingin mengatakan itu. Tapi dia menekan emosinya sebanyak mungkin, dan tersenyum.
“Ya, dia baik-baik saja.”
Ibu menghela napas dengan ekspresi lega yang tulus. Jin Woo juga merasa lega.
‘Sekarang, semuanya akan kembali normal.’
Jantung Jin Woo mulai berdebar semakin kencang, ketika dia menyadari jika ibunya telah benar-benar pulih dari penyakitnya. Kemudian dia terkejut.
Sebelum dia menyadari, ibunya sudah memegang tangan kirinya.
“Bu?”
“Terima kasih, nak. Kamu sudah menepati janjimu.”
‘Janji?’
Mungkin karena Jin Woo tak terlalu memperhatikannya saat itu, dia tak ingat dengan janji itu. Penyakit di mana kamu akan jatuh ke dalam tidur nyenyak, dan tak pernah terbangun lagi.
Ibunya yang mengalami itu dalam beberapa saat sebelumnya, bertanya pada Jin Woo.
“Jin Woo, jika ibu tak bisa bangun seperti ini, kamu akan terus mengurus Jin-Ah, kan?”
Ibunya menanyankan hal itu dengan senyum ringan. Itulah hal yang ia janjikan saat itu.
Jin Woo tak membencinya. Itu seperti, dia hanya mengambil alih beban ibunya saja. Tapi, ibu menggenggam tangannya, seolah dia tahu segalanya.
“Putraku… itu pasti sulit,kan?”
Jin Woo ingin meyakinkan ibunya dengan senyum lagi kali ini, seolah itu bukan apa-apa. Tapi dia tak bisa. Air mata secara alami mengalir di pipinya, dan bibirnya terbuka sendiri.
“Ya.”



< Prev  I  Index  I  Next >

Post a Comment for "SL_109"