BAE_048
BAE_048
Chapter 48: Mengenang
Hanya perlu beberapa saat, bagi tanaman merambat untuk
membungkus Jack sepenuhnya. Dan saat dia berusaha membebaskan diri, tanaman
merambat mengikat semakin kencang. Itu mengubah wajahnya menjadi warna ungu
jelek.
Sementara sebagian besar bingung, Charles tampaknya tahu persis apa yang terjadi, ketika wajahnya memucat dan dia segera menjauh dari keributan yang ia ciptakan.
Elijah juga agak terkejut, kepalanya menoleh ke kiri dan ke
kanan untuk melihat siapa yang menggunakan mantera. Tapi, orang yang
bertanggung jawab belum menunjukkan dirinya.
Dengan berdiri, aku menghadapi Jack yang tercekik, yang
telah menyerah berjuang melawan tanaman merambat.
Suasana di ruang makan berubah tegang, ketika semua orang
tetap diam, menunggu pembuat mantra muncul.
Sambil memberi Elijah pandangan yang berarti, aku kemudian
mengangkat tanganku dalam diam. Dan meletakkan telapak tanganku di tanaman
merambat, saat aku melepaskan mantra. Setelah menahan jumlah Mana yang aku
gunakan, aku lalu menghembuskan angin kencang dari telapak tanganku.
‘Torrent.’
Kelompok-kelompok Ravenpor di belakang Jack menutupi diri
mereka dari angin kencang, ketika mereka juga terjebak dalam serangan. Tapi
dengan mantera itu, aku bisa dengan anggun membebaskan Jack dari tanaman
merambat yang mencekiknya. Walau dalam prosesnya, itu merobek-robek pakaiannya
juga, membuatnya terlihat sama seperti ketika ia keluar dari rahim ibunya.
Jack kemudian berlutut, batuk, dan terengah-engah.
Lalu, tanpa sepatah kata pun atau perubahan ekspresi, aku
berbalik dan berjalan ke arah Charles, yang masih berusaha diam-diam pergi dari
ruang makan. Dia sudah berada di dekat dinding, hampir di depan pintu utama.
Aku lalu menghunuskan pisau Komite Disipliner yang aku terima
dari Direktur, memasukkan angin mana ke dalamnya, dan melemparkannya.
Pisau kemudian memotong udara dan menembus blazernya, memakukannya
ke dinding.
“Apa?”
Dia berteriak, ketika aku berhadapan muka dengannya.
“Mungkin hanya aku, tapi aku merasa sedih, ketika anak nakal
sepertimu, yang berasal dari keluarga bangsawan… memukuli dadamu untuk sesuatu
yang bahkan tidak pernah kamu dapatkan. Sebelum membual tentang betapa kuatnya
keluargamu, cobalah untuk cukup kompeten, untuk setidaknya tidak mempermalukan
mereka.”
Aku menarik pisau yang berusaha dilepasnya dengan sekali
tarik. Dan dia pergi melalui pintu, tanpa menoleh ke belakang.
Udara musim gugur yang hangat menyambutku, ketika aku
menutup pintu. Napasku menjadi terlihat seperti kabut awan di depanku.
‘Ini Mama!’
Kepala Sylvie terangkat dari atas kepalaku.
Aku mengabaikannya, dan menatap langit malam yang diterangi
oleh bintang yang tak terhitung jumlahnya, ketika aku berbicara dengan keras.
“Kamu tahu, kamu bisa membunuhnya, jika aku tidak mengganggu
mantranya.”
Hanya beberapa meter jauh di sebelah kiriku, suara yang
dikenal menjawab.
“Aku akan membatalkannya, begitu dia pingsan. Selain itu, aku
tahu kamu akan menanganinya.”
“Oh, kamu ingin menyerahkannya padaku lagi? Seseorang yang
menghentikanmu melakukan hal yang sama pagi ini, setelah upacara?”
Aku terkekeh.
“…”
Aku kemudian berjalan menuju sosok yang bersandar di dinding
bangunan, wajahnya dan fitur-fitur yang aku kenal, ditutupi oleh bayang-bayang
malam berbintang.
Dengan kesunyiannya, aku sudah bisa membayangkan ekspresi
bermasalah macam apa yang ada di wajahnya. Aku lalu berdiri di depan sosok itu,
cukup dekat untuk melihat wajahnya. Tapi, dia melihat ke bawah, hingga aku
hanya bisa melihat rambutnya yang berwarna perak, yang tampak berkilauan di bawah
sinar bulan.
“Ahem,” batukku dengan canggung, sambil menutupi mulutku
dengan kepalan.
Keheningan di antara kami terasa seperti selamanya. Akhirnya,
dia mendongak, menampakkan wajahnya, saat dia memainkan tangan di belakang
tubuhnya.
“…”
“Aku minta ma… Oww!”
Suasana canggung di sekitar kami langsung menghilang, ketika
kami saling bertabrakan, saat kami berusaha untuk membungkuk meminta maaf pada
saat yang sama.
Aku tertawa terbahak-bahak, saat aku mengusap kepalaku yang
berdenyut-denyut.
“Aku rasa, aku mendengar retakan di tengkorakku tadi.”
“Diam.”
Tess juga memijat kepalanya, ketika dia terus melihat ke
bawah. Bahunya mulai gemetar, dan aku bahkan mendengar tangisan.
Aku lalu berjongkok, agar aku bisa melihat wajah teman masa
kecilku.
“Tess. Apa kamu menangis?”
Aku menggodanya, lalu dengan lembut menyeka air matanya
dengan bagian dalam lengan bajuku.
“I-Itu, karena itu menyakitkan…”
Dia mengendus, matanya terus menghindari mataku, saat dia
membiarkanku menyeka wajahnya.
“Apakah itu sangat menyakitkan?”
Aku melunakkan suaraku ketika aku berdiri kembali, dan dengan
lembut menepuk tempat di mana kepalaku memukulnya.
“Ya! Sangat sakit!”
Sambil memukul tanganku, dia membenamkan wajahnya di dadaku,
melingkarkan tangannya di pinggangku, dan mulai menangis.
Detik seakan sangat lama, ketika aku merasakan tubuhnya
bergetar karena napas dan cegukannya yang tak menentu. Aku kemudian melihat
kembali ke langit malam, merasakan wajahku terbakar, ketika aku dengan kikuk
mengembalikan pelukannya.
“A-A-Aku kira, kamu membenciku.”
Aku hampir tidak bisa melihat apa yang ia tahan, dengan
wajahnya yang masih terkubur di dadaku.
“Bahkan, jika ada saat aku marah padamu, aku tidak akan
pernah membencimu, Tess,” kataku lembut.
“A-aku tidak menginginkan itu.”
“Tidak mau apa?”
“Aku juga tidak ingin kamu marah padaku!”
Dia bergumam di dadaku.
“Yah, kali ini, aku yang salah. Seharusnya, aku tidak
membentakmu seperti itu.”
Tiba-tiba, aku menyadari jika aku tidak benar-benar
memperlakukan Tess seperti orang lain. Walaupun aku tidak merasakan alasan
untuk marah pada kebanyakan orang, selain keluargaku dan Elijah.
Tess mungkin satu-satunya yang mampu membuatku bertindak
dengan tulus, meskipun dia juga kadang-kadang membuatku seperti anak kecil.
“Tidak! Aku juga salah! A-aku seharusnya tidak memanggilmu
seperti itu, di depan semua orang! I-Itu karena, aku harus menjadi ketua Dewan
Siswa, yang ketat di depan semua orang, kamu tahu?”
Wajahnya tampak putus asa, ketika dia akhirnya melihat ke
atas. Matanya yang khawatir, terlihat merah dan sedikit sembab, karena
menangis.
“Art! Kamu seharusnya melihat wajah semua orang tadi… oh
tuhanku…”
Elijah yang hanya melihat punggungku, berlari ke arahku, sampai
dia melihat siapa yang bersamaku.
Menyadari jika Tess masih memelukku erat-erat, aku hanya
bisa menatapnya dengan malu.
“A-aku akan kembali ke asrama…”
Dia tergagap sebelum melesat pergi, hampir tersandung
kakinya sendiri.
“Haha. Tess, aku pikir, ini sudah saatnya kamu
melepaskanku.”
Aku tersenyum, ketika melihat wajahnya berubah merah.
“O-Oh benar.”
Dia segera melepaskanku, dan mundur selangkah, saat
pandangannya bergeser ke bawah. Dia terlalu malu untuk menatapku.
Aku tidak bisa menahan tawa lembut, ketika teman masa
kecilku ini benar-benar tidak berubah.
“Apa kamu ingin berjalan-jalan sebentar denganku?”
Aku tersenyum padanya, ketika Sylvie melompat dari atas
kepalaku ke lengannya.
“Kyu!”
‘Lama tidak bertemu, Mama!’
***
#PoV: Tessia Eralith
Setiap langkahnya ringan dan percaya diri. Seolah, dia
selalu yakin dengan arah dan tujuannya…
Apakah itu cara dia berjalan selama ini?
Mata itu tampak tenang dan dewasa, namun juga sedikit lucu…
Apakah itu tatapannya yang biasa?
Cara dia bersinar bahkan ketika gelap seperti ini…
Apakah itu senyumnya?
Apa yang membuatku menjadi sebodoh ini?
Dia hanyalah bocah laki-laki!
Anak laki-laki, agak berbakat, agak santun, dan sedikit
lebih tampan. Hanya itu!
Ada apa dengannya yang membuatku menjadi begitu bodoh di
sekitarnya, dan mengapa juga aku terus melakukan hal-hal yang mempermalukan
diriku di depannya?
Tanpa sadar, aku menghela nafas terkalahkan.
“Apakah ada yang salah?”
Dia menatapku dengan khawatir. Suara lembutnya yang
menenangkan, jatuh ke punggungku.
“T-Tidak! Tidak ada yang salah, haha!”
Aku merasakan wajahku memerah lagi, jadi aku mulai membelai
Sylvie lebih cepat, sebagai pengalih perhatian. Ya ampun!
Aku bisa merasakan matanya menatapku, ketika kami berjalan
di sepanjang jalan marmer.
Satu-satunya sumber cahaya dari bulan, mengintip di antara pohon-pohon
yang melengkung di jalan setapak.
Terakhir kali kami bertemu, itu di pagi hari. Kami hanya
menghabiskan beberapa detik bersama, sebelum semuanya menjadi buruk. Jadi,
sudah hampir empat tahun sejak terakhir kali kami bertemu.
Aku akan menatapnya juga. Tapi aku tahu, aku akan menjadi
merah padam karena itu. jadi, aku hanya mengalihkan pandangan.
Aku penasaran, apakah dia melihat gadis lain seperti ini. Aku
ingin perhatiannya untuk diriku sendiri, sama seperti sekarang. Aku berhenti,
sebelum menghela nafas keras lagi.
Kami mulai berbicara tentang apa yang kami berdua lakukan
beberapa tahun terakhir ini. Waktunya sebagai seorang Adventurer benar-benar
mengasyikkan. Tapi aku tidak bisa menahan diri untuk sedikit kecewa, karena dia
bersama gadis bernama Jasmine itu, sepanjang waktu.
“Pfft!”
Ujung-ujung mata Art berkerut, saat dia mengungkapkan
senyumnya yang cerah.
“A-Apa?!”
Aku mengangkat Sylvie di depanku, untuk membela diri.
“Hanya saja, aku menikmati ekspresi berbeda yang kamu
tunjukkan kepadaku, sementara aku menceritakan kisahku padamu.”
Aku melihat sekilas matanya, dan itu membuatku memerah lagi.
Ini sangat konyol.
Aku akan kedinginan, jika aku tidak memiliki Sylvie sebagai
paket pemanas. Tapi, Art tidak terlihat kedingingan sama sekali. Aku bertanya-tanya,
apakah menjadi tamer membuat tubuhnya lebih kuat dalam situasi ini juga.
Aku bahkan mulai merasa malu, karena sebelumnya aku
memeluknya begitu lama.
Dia benar-benar hangat.
Ketika kami terus berbicara, aku menjadi sedikit rileks. Aku
lalu mengatakan kepadanya, sedikit tentang pelatihanku dengan Kakek. Tapi, aku
lebih memfokuskan ketika Nenek Cynthia yang menjadi guruku.
“Kamu memanggilnya ‘Nenek’?”
Kepalanya sedikit miring, karena penasaran.
Dengan mengangguk, aku menjawab,
“Dia memintaku untuk memanggilnya seperti itu, karena aku
adalah satu-satunya muridnya dan karena dia tidak punya anak.”
“Aku mengerti…”
Dia merenung.
Aku kemudian melanjutkan cerita tentang pelatihan ketat yang
harus aku lalui, dan betapa sulitnya sihir atribut plant-ku untuk meningkat,
karena kurangnya guru yang dapat diandalkan. Meskipun tidak ada ras lain yang
bisa memanipulasi mana atribut plant.
Bahkan di antara elf, sangat sedikit orang yang memadai
dalam sihir tanaman.
Sementara beberapa garis keturunan bangsawan memang memiliki
kapasitas untuk mempelajarinya, mereka akhirnya berfokus pada elemen lain. Tapi,
itu bukan karena betapa sulitnya itu bagi mereka.
“Jadi, kamu akhirnya menjadi spesialis ganda dalam plant dan
wind, ya? Wow, aku tahu kamu akan menjadi mage yang berbakat.”
Penampilannya yang tulus, membuatku merasa bangga. Aku
sering mendapat pujian dari segala macam tokoh penting yang berbeda. Tapi hanya
pujian sederhana darinya, yang membuatku bahagia.
Dia melanjutkan, “Masuk akal kalau Direktur Goodsky
mengajarimu.”
Aku ingin waktu untuk berhenti, ketika kami sampai di depan
asrama. Mengapa asrama dibangun sangat dekat dengan ruang makan? Seharusnya,
itu di sisi lain sekolah…
“Kita berdua harus tidur. Sudah larut dan besok adalah hari
yang besar.”
Dia menepuk kepalaku.
Aku ingin menikmatinya lebih banyak, jika itu tidak
membuatku merasa ,seperti dia memperlakukanku seperti anak kecil.
“Y-Ya, kamu benar. Selamat telah menjadi anggota Komite
Disipliner, Art.”
Aku mencoba yang terbaik untuk tersenyum, tapi aku mulai
berpikir bagaimana penampilanku sekarang.
Untungnya, dia hanya tersenyum kembali, ketika Sylvie
melompat kembali ke atas kepalanya.
“Terima kasih.”
Aku menatap punggungnya, ketika dia mulai menuju ke
asramanya. Tapi yang mengejutkanku, dia berbalik.
“Aku hampir lupa!”
Dia menarik tanganku dan membawanya ke atas, lalu meletakkan
sesuatu dari sakunya ke telapak tanganku.
“Ini! Ini mungkin akan banyak membantumu.”
Melepaskan tanganku, dia memberiku kedipan main-main sebelum
kembali ke asrama, ketika Sylvie melambaikan cakar kecilnya padaku.
Dia bahkan tidak memberiku kesempatan untuk berterima kasih
padanya.
Melihat ke bawah, aku menatap bola hijau kecil kusam
ditanganku. Tampaknya, itu tidak istimewa sama sekali. Tapi, itu sangat berarti
bagiku, hanya dengan alasan karena berasal dari Art.
Tapi jika itu dia, ini pasti bukan hanya semacam hiasan yang
ia ingin aku miliki.
“Aku penasaran…”
Aku lalu menyuntikkan sedikit mana ke dalam bola itu, dan
hampir menjatuhkannya dengan terkejut.
Tanganku gemetaran tak terkendali.
“I-Ini…!”
***
#PoV: Arthur Leywin
‘Papa, kamu sedang merasa senang. Apakah itu karena kamu
berbaikan dengan Mama?’
Sylvie menggodaku, ketika aku berjalan menaiki tangga, dan
kembali ke kamar asramaku.
“Mungkin, Sylv. Dan bisakah kamu berhenti memanggilnya ’Mama’?”
Aku mencubit telinga dragon-nya, membuatnya menggeliat.
“Kamar 394! Akhirnya…”
Tess dan aku berjalan sangat lambat dan berhenti di
sela-sela. Jadi, kami berbicara hingga larut malam. Aku lalu membuka pintu
dengan hati-hati, berjaga-jaga jika Elijah sudah tertidur. Tapi, aku nyaris
terkejut ketika melihat dia duduk bersila, menghadap pintu, dengan mata merah.
“Err… sepertinya kamu masih terjaga.”
Aku melambaikan tangan dengan canggung.
“Ya, aku belum tidur.”
Dia menyilangkan tangannya dan menggunakan dagunya, untuk
menunjuk ke tempat tidurku, mengisyaratkan aku untuk duduk di sana.
“Haa… Ayolah.”
Aku menghela nafas tanpa daya, ketika aku membiarkan
sahabatku melepaskan rentetan pertanyaannya.
***
Sudah hampir jam empat pagi ketika dia selesai bertanya. Kami
lalu berdua berbaring di tempat tidur, aku merasakan lelah baik secara fisik
maupun mental, sementara Sylvie sudah tertidur berjam-jam yang lalu.
“Aku tidak percaya kamu memeluknya.”
Aku melihat Elijah menggelengkan kepalanya, sementara dia
berbaring telentang.
“Sudah aku bilang, aku sudah mengenalnya sejak dia berusia
lima tahun. Tidak mengherankan, jika dia akan lebih nyaman di sekitarku,”
kataku singkat.
Dia menggelengkan kepala lagi.
“Setelah kamu pergi, beberapa siswa curiga jika ketua lah
yang menggunakan mantra, karena dia adalah satu-satunya yang bisa
menggunakannya sampai tingkat itu. Apa kamu tahu, seperti apa siswa
memanggilnya?”
Dia bangkit dan menatapku.
“Mereka memanggilnya apa?”
Aku bertanya,sedikit tertarik.
“Ada dua yang sering aku dengar.” Dia membungkuk lebih
dekat.
“Satu: Putri yang Tak Tersentuh,” katanya.
“Tidak tersentuh? Kenapa? Apakah dia jauh lebih kuat dari
orang lain?”
Aku bertanya.
Mengabaikanku, dia mengatakan yang lain.
“Dua: Dewi Bulan.”
“Hah? Kenapa Dewi Bulan?”
Aku terkekeh pada nama panggilan chunibyou itu.
“Karena dia seperti bulan, Art. Bulan terlihat begitu dekat,
hingga kamu seakan bisa meraihnya. Tapi tidak peduli berapa banyak kamu
mencoba, kamu tidak akan pernah menyentuhnya. Tapi kamu!
Kamu menyentuh bulan! Kamu memeluk bulan!”
ELijah mengayunkan lengannya karena kekalahan, dan kembali
ke tempat tidur.
“Tidurlah,” balasku.
Kami berdua terlalu lelah untuk mencoba mandi, dan kepalaku
sudah sakit untuk memikirkan betapa lelahnya aku di pagi hari. Tapi, ingatan
tentang apa yang terjadi malam ini, membuatku terjaga.
Aku bahkan terus bertanya-tanya, apakah aku telah melakukan
hal yang benar atau tidak di ruang makan.
Itu adalah kebiasaan yang aku peroleh dari menjadi seorang
raja, untuk terlalu memikirkan tindakan masa laluku, dan selalu merencanakan
tindakan masa depanku.
Di sampingku, aku bisa mendengar Elijah tertidur lelap, menggumamkan
sesuatu tentang bulan lagi.
***
“Bangun!”
Aku memukul perut Elijah, ketika aku selesai mengikat tali
bahu untuk pisau yang mewakili statusku sebagai anggota Komite Disipliner.
“Oof!”
Elijah melonjak kaget tapi mengerang, begitu dia menyadari
betapa lelah dan kesakitannya dia.
“Aku tahu, kenapa kamu tidak suka bangun seperti ini,”
gumamnya sambil menggosok perutnya.
Menyeringai pada temanku, aku berjalan ke pintu.
“Aku pergi sekarang, jadi cepat dan bersiap-siaplah. Sampai
jumpa di kelas pertama.”
Tanpa menoleh ke belakang, aku memberinya lambaian dan
menuju auditorium. Aku seharusnya secara resmi bertemu dengan semua anggota
komite disipliner lain di ruang tunggu kecil di dalam auditorium. Jadi, aku
agak bersemangat dengan orang seperti apa mereka.
Sylvie “Kyu” dalam kegembiraan, serta dia mengayunkan
kepalanya dari sisi ke sisi. Setelah hari ini, semua orang akan tahu jika aku
adalah bagian dari Komite Disipliner.
Aku menyeringai pada diriku sendiri, setelah membayangkan
seperti apa wajah kelompok Ravenpor, setelah menyadari apa arti seragamku yang
berbeda hari ini.
Sesampainya di pintu belakang auditorium, aku merapikan
bajuku, rompi, dan tali. Dan aku membuka pintu, merasa lelah, mengantuk, ingin
tahu, dan juga sedikit bersemangat.
Post a Comment for "BAE_048"
comment guys. haha