Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

***Dukung kami: Traktir ngopi! (min Rp 1.000,-)***
Laporan Donasi

BAE_128

gambar

The Beginning After The End


BAE_128

Chapter 128: Memerlukan Tekad

 

#PoV: Virion Eralith

 

“Sial!”

Glayder mengutuk, membanting tinjunya ke atas meja persegi panjang, tempat kami berkumpul.

“Dan kamu benar-benar yakin tentang hal ini, Gideon?”

“Seperti yang aku katakan, Yang Mulia. Bagian tentang kapal milik Army Alacryan hanyalah spekulasi di bagianku. Namun, aku benar-benar yakin jika kapal yang baru saja kami datangi, bukanlah Dicatheous,” jawab penemu tua itu.

Ini bahkan belum satu jam sejak Gideon, Varay, dan cucuku tiba ke istana. Setelah Varay memberi-tahu kami tentang informasi yang mereka telah temukan…

Semua orang, termasuk Raja dan Ratu Glayder, dipanggil.

Dengan kedatangan asura, Master Aldir, dan anakku bersama istrinya, yang sedang melakukan negosiasi dengan para Dwarf…

Pertemuan buru-buru ini dimaksudkan untuk…

“Apa yang membuatmu begitu yakin?”

Glayder bertanya kembali.

Gideon mendesah keras, sebelum melanjutkan.

“Karena, selama pembangunan Dicatheous, aku telah menempatkan penanda di seluruh jenis kapal, seperti tanda tangan, jika kamu tahu.”

“Tanda tangan?”

Suara anakku, Alduin, bergema.

“Nah, Dicatheous adalah penemuan yang paling aku banggakan. Aku ingin generasi mendatang tahu pekerjaanku,” ucapnya, menggaruk hidungnya malu.

“Bagaimanapun, dari semua frame yang aku jelajahi di kapal itu, tidak satupun dari mereka memiliki penandaku. Bahkan, zat yang digunakan untuk membangun frame sama sekali berbeda.”

“Sialan!”

Blaine Glayder mengutuk sekali lagi, bangun dari tempat duduknya.

“Tenangkan dirimu, Blaine,”

Aku menyindir.

“Tenang? Apakah kamu tidak mendengar kata-kata Gideon? Aku minta maaf. Tapi, aku tidak bisa terus tenang, setelah mengetahui jika musuh kita mampu mengirim puluhan… tidak, ratusan ribu tentara dan mage mereka menyeberangi lautan.

Sudah cukup buruk, jika kita sudah mengalami kesulitan mengendus para bajingan ini dari dalam Dungeon Beast Glades, dan…”

“Cukup,”

Master Aldir menegaskan, membungkam raja manusia itu.

“Varay, apa pendapatmu tentang masalah ini?”

“Sementara aku tidak memiliki pengetahuan yang luas pada pembangunan Dicatheous, aku setuju dengan apa yang penemu pikirkan. Kurangnya bukti di kapal saja, memberi-tahu kita jika siapa pun yang ada di kapal, tidak ingin siapa pun mencari tahu siapa mereka,”

Lance menegaskan, berdiri di dinding belakang Priscilla Glayder.

“Apa kamu memikirkan probabilitas jika ini adalah perangkap. Atau lebih tepatnya, strategi pada bagian mereka, untuk membuat kita berpikir jika mereka memiliki teknologi untuk mengirim kapal yang penuh dengan tentara menuju Dicathen?”

Aku menyuarakan dengan keras, tidak ditujukkan pada orang tertentu.

“Hmm, itu mungkin terjadi.”

Gideon adalah yang menjawab, saat dia merenungkan skenario hipotetisnya.

“Benar sekali!”

Blaine kembali ke meja, senang pada kenyataan, jika skenario terburuk-mungkin bukan satu-satunya masa depan perang ini.

“Masuk akal! Jika Alacryans membuat kita berpikir, jika mereka memiliki kemampuan untuk membuat kapal. Maka, itu akan memaksa kita untuk membagi pasukan!”

“Mungkin begitu, tapi lokasi di mana kapal itu terdampar, membuatku heran. Jika tujuan Alacryan adalah benar-benar untuk membagi pasukan kita, akan lebih masuk akal bagi mereka untuk meninggalkannya di suatu tempat di sepanjang pantai-barat, di mana mereka ingin kita untuk berpikir mereka akan menyerang.

Juga, teluk di mana kapal itu ditemukan, jauh terlalu mencolok dari tempat untuk mereka berharap… jika kita entah bagaimana akan mengetahuinya. Dengan tingkat air pasang yang berubah begitu sering dan korosinya… sebuah keajaiban, jika kita mampu menemukan kapal itu,”

Anakku membantah.

Balai pertemuan tenang sejenak, sampai Master Aldir berbicara.

“Apa pun probabilitasnya, itu mungkin terjadi. Tapi pertanyaannya adalah, apakah itu layak dengan risikonya?

Alacryan, Cynthia, berada di bawah kesan, jika orang-orang itu berusaha untuk mengumpulkan tentara dari waktu ke waktu, di dalam kedalaman Beats Glades. Tapi akan bodoh untuk membabi buta, untuk percaya jika itu satu-satunya rencana Vritras.

Aku tahu beberapa dari Clan Vritra; mereka lawan cerdas dan licik. Ini tidak seperti mereka akan bertindak diluar strategi mereka.”

“Apapun masalahnya, kita tidak punya pilihan, selain untuk mempersiapkan diri untuk serangan dua arah,”

Aku menyimpulkan, menggosok pelipisku.

“Alduin, Merial, bagaimana diskusi dengan para Dwarf?”

“Mereka masih skeptis, terhadap gagasan sepenuhnya bekerja sama. Tapi, mereka telah setuju untuk mengirim beberapa prajurit mereka, untuk membantu dalam benteng di sepanjang Grand Mountains,” jawab Merial, sambil menyerahkan setumpuk kertas kepadaku.

“Bagus,”

Aku mengangguk.

“Ini sebuah awal. Kita akan membutuhkan banyak bantuan dari mage mereka, untuk memperkuat kesenjangan antara Grand Mountain, yang tidak mencakup antara Sapin dan Beast Glades.”

“Merial, izinkan aku dan istriku untuk bergabung denganmu, dalam kunjunganmu berikutnya ke Kerajaan Darv. Dengan berita ini, kita akan membutuhkan bantuan dari para Dwarf, jika kita akan membentengi kota di sepanjang pantai barat.

Selain itu, kami lebih dekat dengan Greysunders dari kalian berdua. Mungkin, Dwarf akan lebih cenderung mau bekerja sama dengan kami di sana.”

Baik Blaine dan Priscilla tampak gelisah, saat tatapan mereka berkedip-kedip antara anakku dan istrinya, dan pada Master Aldir …

Orang yang benar-benar telah membunuh pengkhianat, Raja dan Ratu Dwarf.

“Itu terdengar seperti ide yang baik. Kita akan membutuhkan bantuan para Dwarf, jika kita ingin memenangkan perang ini. Aku pikir, mereka akan lebih cenderung untuk membantu kita, setelah mereka mengetahui musuh kita, memiliki kemampuan mengirimkan ribuan tentara dari seberang lautan,”

Aku menyuarakan.

“Sekarang, jika semua orang mengizinkanku, aku akan beristirahat untuk pertama kalinya, dalam beberapa hari.”

Aku menundukkan kepalaku pada Master Aldir dan berpamitan pada orang lain dengan lambaian tangan. Berjalan keluar dari ruang pertemuan, aku menghela napas dalam-dalam. Meskipun dua tahun Master Aldir telah di sini… itu masih menyesakkan, saat berada di dekatnya.

Dia telah melakukan banyak hal untuk mempersiapkan kami dalam perang ini, dengan berbagai pendekatannya. Dia hampir tidak menunjukkan dirinya pada pertemuan. Dia sering mengajariku, agar aku bisa menjadi orang yang memimpin perang.

Dengan wawasan pada kedua skala besar dan pertempuran taktik skala kecil, kami sudah melakukan pekerjaan yang baik untuk menjaga perkelahian jauh dari masyarakat umum. Namun, jika spekulasi Gideon benar. Maka, tidak akan lama sampai semua orang, tentara atau bukan, akan terlibat kekacauan.

“Komandan Virion,”

Suara lembut datang dari belakang.

Aku berbalik untuk melihat Varay berjalan ke arahku, ekspresinya penuh perhatian.

“Komandan, izinkan aku untuk meminta maaf, karena membiarkan Putri Tessia pergi. Aku tahu, jika perintah yang tepat menyuruhku untuk menjauhkannya dari bahaya, tapi…”

“Varay, itu tak masalah.”

Aku mengangkat tanganku untuk menghentikannya.

“Aku tahu bagaimana dia, dan untuk memberi-tahukan kebenaran, aku sudah mengharapkan sesuatu seperti ini terjadi darinya. Sekarang, pergilah. Little Princess Glayder pasti sudah menunggumu.”

Wajah Lance ini masih menunjukkan jejak-jejak kepedulian dan rasa bersalah. Tapi dengan lambaian lain, dia menurunkan kepalanya dan pergi ke arah tempat pelatihan.

Pergi ke bawah koridor panjang, aku berhenti di depan sebuah pintu kayu pohon ek tertentu.

Mengambil napas lain, aku lalu memegang tanganku dan mengetuk tiga kali.

“Siapa?”

Suara teredam cucuku terdengar dari dalam. Aku berdeham.

“Ini kakekmu.”

“Aku ingin sendirian,” jawabnya langsung.

“Ayolah,”

Aku mendesah.

“Jangan katakan itu.”

Hanya ada keheningan pada awalnya. Tapi setelah beberapa detik, aku mendengar suara samar langkah kaki mendekat. Pintu kayu yang diperkuat terbuka, saat mata cucuku mengintip melalui sisi lain.

“Apakah kamu akan memarahiku, karena pergi ke kapal dengan Varay?”

Dia bertanya, mulutnya tersembunyi di balik pintu.

“Tidak, bukan itu.”

Anak itu menatapku diam, alisnya terlihat mencurigaiku.

“Karena aku adalah orang yang memaksanya untuk membawaku.”

Aku mengangguk.

“Ya, aku pikir seperti itu.”

“Dan aku tidak akan minta maaf untuk itu,”

Cucuku menekankan itu, pada saat ia mencoba untuk menahan tatapan tegasnya.

“Aku yakin kamu tidak akan.”

“Y-Yah baik.”

Ekspresinya tersendat, saat ia tampak bingung.

Aku mengambil kembali langkah menuju pintu.

“Sekarang, akankah kamu berjalan-jalan dengan kakekmu?”

Aku menunggu untuk cucuku menutup pintu, dan takut-takut membuntuti di belakangku seperti bayangan.

“Lewat sini.”

Aku memberi isyarat dengan kepala.

“Ada sesuatu yang ingin aku tunjukkan.”

Kami berjalan menyusuri koridor dalam diam, dengan senandung lagu kecilku.

“Hei, itu lullaby, yang Ayah sering nyanyikan bersamaku,” seru cucuku.

“Nah, kamu pikir siapa yang sudah mengajarkan ini padanya?”

Aku tertawa.

“Ibuku, nenek buyut-mu, menyanyikan ini untukku, ketika aku tidak bisa tidur di malam hari. Aku menyanyikannya pada ayahmu, setiap kali ia terlalu takut untuk pergi tidur. Tapi, jangan katakan padanya, jika aku mengatakan ini.”

Anak itu tertawa sambil mengangguk.

“Ke mana kita akan pergi, Kakek?”

“Kamu akan melihatnya segera, nak.”

Kami mengambil jalur lain dan menuruni tangga spiral, berhenti di depan satu set pintu yang cukup besar, yang dengan mudah dipanggil raksasa.

Menempatkan telapak tangan di tengah pintu, aku merilis sebuah gelombang mana. Kunci dan mekanisme yang membuat ruangan aman, dibuka dalam suksesi cepat, saat pola yang rumit menguraikan diri menjadi sesuatu.

Saat suara ‘kreek’ terdengar, pintu bergeser terbuka, untuk mengungkapkan bidang tanah besar yang dikelilingi oleh mana logam yang ditingkatkan. Dibalik pintu ada pintu lain memiliki bahan yang sama, seperti dinding di sekitarnya.

“Kita hampir tiba,” kataku sambil menunjuk ke pintu.

“Aku belum pernah ke dalam sini sebelumnya. Ruangan apa ini?”

Cucuku bertanya sambil melihat sekeliling.

“Ini adalah tempat di mana Lance, pemimpin Guild, dan aku dilatih oleh Master Aldir. Asura yang mengaturnya sendiri, sehingga bisa tahan terhadap serangan dari mage inti white. Tentu saja, hanya Master Aldir dan kami yang mengaktifkannya.

Tapi sebelum kamu pergi menjelajah, ada sesuatu yang perlu kamu lihat.”

Aku mendorong terbuka pintu, ke ruang di dalam arena pelatihan yang terisolasi.

Bagian dalam ruangan tidak ada apapun kecuali beberapa kursi, papan gambar, dan layar kosong dengan artefak rekaman visual yang ada di depannya.

“Silakan duduk, Ch…”

Aku berhenti saat berdiri di samping artefak.

“…Tessia.”

Cucuku duduk di kursi di depanku, menghadapi layar putih. Dia menatapku dengan mata pasti. Dan untuk kedua kalinya, aku hanya ingin membawanya kembali ke kamarnya, di mana dia akan aman.

Membiarkan keluar napas dalam-dalam, aku menyalakan artefak rekaman visual. Sebuah tembakan cahaya terang keluar dari depannya menuju ke layar, memproyeksikan gambar bergerak, yang direkam dari medan perang.

“Ini, Tessia, seperti apa perang itu.”

Aku menjauh dari artefak dan membiarkannya menonton.

Ini adalah pertempuran brutal di kedalaman Dungeon, di mana para prajurit Alacryan telah membangun camp. Sudah ada ratusan mage dan prajurit, yang telah menunggu perintah lebih lanjut.

Prajurit kami memiliki sedikit gagasan, tentang apa yang mereka akan hadapi. Sedangkan, sisi Alacryan telah menerima peringatan dari pengintai mereka, jika musuh-musuh akan segera tiba.

Aku bisa melihat kengerian di mata cucuku, menonton dengan rahang kendur saat pembantaian terjadi. Pihak kami telah kehilangan lebih dari lima puluh orang dalam beberapa detik pertama.

Walau kami tetap bertahan, pertempuran berdarah dan intens tetap terjadi.

Mayat segar tergeletak di seluruh tanah, saat mage dan prajurit terus menembak dan satu sama lain.

Bahkan tanpa suara, aku bisa dengan jelas membayangkan jeritan dari cedera dan sekarat mereka.

Video berakhir tiba-tiba, saat mage pemegang artefak tewas. Ada keheningan, saat aku dan cucuku merenungkan gambar yang ada di layar.

“Ini adalah kehidupan nyata rekaman dari pertempuran lima hari yang lalu. Kami kehilangan dua ratus orang dan dua puluh mage, dalam pertempuran dari empat ratus pasukan, yang kami kirimkan ke dalam Dungeon.

Aku adalah orang yang telah memberi mereka perintah untuk turun. Dan di tanggung jawabku, mereka semua mati.”

Aku mengunci mataku pada cucuku, tatapanku dingin dan pantang menyerah.

“Perang baru saja dimulai. Tapi, aku telah melakukan hal-membuat pilihan yang tidak akan pernah bias dimaafkan. Seperti inilah kakekmu. Dan ini adalah alasan, mengapa aku ingin kamu menjauh,” kataku sambil menunjuk ke layar.

“Ini adalah keegoisanku sebagai kakekmu, yang mana hanya ingin kamu aman dan jauh dari bahaya. Terlepas dari berapa banyak kemampuanmu dalam pertempuran.”

Tess menurunkan tatapannya.

“Kakek…”

“Tessia. Kamu, tidak diragukan lagi, mage yang sangat berbakat. Dan dengan pelatihan yang kamu jalani di dua tahun terakhir, akan menjadi kekuatan yang harus diperhitungkan dengan dalam perang. Tapi, tidak peduli seberapa kuat kamu dalam perang, kamu hanya satu orang.

Satu bagian kecil.

Itu sebabnya, aku melarangmu untuk mengambil bagian dalam salah satu pertempuran… sampai sekarang.”

“Sampai sekarang?”

Cucuku mendongak. Aku tidak bisa mengerti dan hanya menatap wajah mungilnya. Rasanya, seperti hanya seminggu yang lalu, ketika ia masih duduk di pangkuanku, berkata ‘kakek’ dengan tangannya terangkat tinggi.

“Tessia. Bahkan, setelah melihat hanya sekilas apa yang akan kamu harus lewati, apakah kamu masih ingin menjadi bagian dari pertempuran?”

Aku bertanya, berjalan ke bagian belakang ruangan.

Ekspresi cucuku mengeras, saat ia berdiri.

“Ya.”

Mengambil dua pedang latihan yang tumpul dari rak, aku melemparkan satu padanya.

“Lalu, buktikan tekadmu.”




< Prev  I  Index  I  Next >

Post a Comment for "BAE_128"