Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

***Dukung kami: Traktir ngopi! (min Rp 1.000,-)***
Laporan Donasi

BAE_137

gambar

The Beginning After The End


BAE_137

Chapter 137: Kedatangan

 

#PoV: Arthur Leywin

 

Saat aku melangkah ke tenda putih besar, aku langsung ditarik ke dalam pelukan erat oleh Kakek Virion.

“Sialan kamu, Nak! Kenapa kamu tidak bilang saat kamu kembali?”

Dia melonggarkan cengkeramannya padaku, menahanku pada lengan, untuk mendapatkan penglihatan yang lebih baik.

“Senang bertemumu lagi, kakek.”

Aku berbalik untuk mendengar asura berkerudung.

“Aldir.”

“Arthur. Lady Sylvie,”

Dia menyapa kembali.

“Banyak yang telah berubah pada kalian berdua.”

“Aku harap begitu,”

Aku tertawa, Sylvie mengangguk sedikit sebagai respon.

“Bagaimana kamu tahu, aku telah tiba di sini begitu cepat?”

Aku berbalik kembali ke Virion.

“Master Aldir menerima pesan dari Master Windsom,” jawab Virion.

“Dia bilang, kamu dikirim ke sini di suatu tempat. Jadi, aku datang segera.”

“Untuk berpikir kamu dikirim ke Dungeon, di mana Tessia ditempatkan. Katakan padaku, apa ini yang Wren lakukan?”

Aldir menimpali, terdengar nada geli dalam suaranya.

Aku mengangguk, memutar pandanganku ke teman masa kecilku yang diam.

“Apakah rasa humornya selalu begitu… lucu?”

“Wren selalu melihat dirinya sebagai orang yang aneh, meskipun sikapnya terlalu sering acuh tak acuh,”

Asura itu mengakui.

“Aku sangat terkejut melihat dia, ketika kami mengharapkan untuk melakukan pertempuran dengan mutan,” kata Tessia, menggelengkan kepala.

“Ya. Segera setelah aku tiba, segerombolan mana beast menyerangku dan Sylv. Kami bahkan tidak punya waktu untuk bernapas saat tiba, sebelum kami membunuh mereka semua,”

Aku mendesah, sambil mengusap ikatanku.

“Tapi, bagaimana dengan pintunya? Ketika kami tiba di tempat kejadian, mana beast di luar ruanganmu berada sudah terbunuh semuanya,”

Tessia menekan. Aku tahu, dia sudah ingin tahu tentang seribu hal mengenai kedatanganku. Tapi, aku tahu dengan kedatangan Aldir dan Virion ini, hanya memberi tahu jika waktu yang aku miliki sangatlah pendek.

“Tidak sekarang, cu… Tessia,” ucap Virion, menempatkan tangannya di bahu cucunya.

“Ada hal yang harus aku diskusikan dengan Arthur. Dan, ini bukan tempat yang tepat untuk melakukannya.”

“Kita pergi?”

Tessia menjawab, lirikannya bergeser antara kakeknya dan Aldir.

Asura itu menggeleng.

“Kamu tidak, Tessia. Kamu tetap tinggal di sini.”

“Apa? Arthur tiba di sini beberapa jam lalu, dan kamu sudah membawanya pergi?” jawab Tessia, ketakutan terlihat jelas di matanya.

“Tess,”

Aku memotong.

“Jangan khawatir. Aku akan segera kembali, setelah itu selesai.”

“Selain itu, kamu memiliki tim yang harus dijaga. Dengan Dungeon ini dibersihkan, aku yakin semua orang akan segera pergi dari sini. Kamu memiliki pertempuranmu sendiri, kan?” tambah Virion.

“Itulah yang kita sepakati, ketika aku mengijinkanmu untuk mengambil bagian dalam perang ini.”

“Ya. ‘Bekerja dalam pertempuran, menggunakan kekuatanmu sendiri,’.”

Tessia mengutip, sambil mendesah kalah.

Aku hampir bisa melihat tetes air mata kesedihan dari temanku ini, mendengar berita ini. Tapi aku tahu, apa yang Virion harus beri-tahu padaku itu penting.

“Lalu, ayo kita pergi. Tessia, kamu sudah menjadi lebih kuat, beberapa bulan terakhir ini. Pertempuranmu yang telah kamu lakukan itu cukup baik,” kata Aldir, memberinya anggukan menyetujui.

“Terima kasih guru.”

Tessia menundukkan kepalanya, tapi ekspresi pahitnya tidak berubah.

Aku terkejut dengan hubungan antara keduanya. Aku tidak pernah berharap asura bermata satu ini untuk melatih Tessia. Tapi, aku hanya menjaga pikiran itu untuk diriku sendiri.

Tessia membungkuk cepat pada kakek dan gurunya, sebelum keluar dari tenda. Saat dia mengangkat lipatan terpal, ia kembali menatapku dengan tatapan yang berisi segudang emosi.

“Aku akan kembali segera,”

Aku tersenyum sambil pergi.

“Bagaimana kalau kita berangkat sekarang?” kata Aldir.

Dengan anggukan dari kami berdua, kami menuju keluar tenda juga.

Di luar, sebelum melangkah ke gerbang teleportasi yang Aldir telah buat, aku mengunci mataku pada rekan setim Tessia, Stannard. Dan bergumam padanya, untuk mengurus Tessia.

Aku tidak bermaksud bicara keras, hingga ia dapat mendengarnya. Tapi, Stannard tampaknya mengerti, karena ia mengangguk dengan penuh arti.

Butuh beberapa menit setelah melangkah melalui pintu gerbang untuk tiba di istana terapung, yang Dewan telah jadikan sebagai basis mereka. Alasannya, karena benteng terbang ini terus-menerus bergerak beberapa mil di atas tanah tanpa pola atau tujuan, yang bisa dimengerti.

Setelah terdistorsi sesesaat, kami kembali terfokus. Dan kami telah tiba di dalam, di ruang silinder kecil tanpa jendela, dengan hanya satu set pintu besi ganda.

‘Kenapa kamu tidak bicara dengan Tess saat di sana?’

Tanyaku pada ikatanku, saat dia berlari di sampingku.

‘Seorang wanita memiliki satu atau dua rahasia,’

Sylvie menyuarakan malu-malu.

‘Oh, kamu seorang wanita sekarang?’

Aku menggeleng. Dalam rentan waktu dua tahun terakhir, ikatanku telah mendapatkan kemampuan untuk berbicara dengan bebas. Tapi untuk beberapa alasan, dia memilih untuk tidak berbicara, kecuali denganku.

‘Aku akan mengejutkan Tessia di waktu berikutnya,’ jawabnya, cekikikan sendiri.

Virion dan Aldir menatap kami, jelas ingin tahu apa yang aku dan ikatanku sedang diskusikan.

Dan berbicara bukan satu-satunya kemampuan yang Sylvie telah dapatkan dalam pelatihan. Tapi karena dia masih di usia muda, sebagian besar waktunya dihabiskan membentengi tubuhnya, agar kemampuan mana dan Ether-nya tidak mengamuk.

Lord Indrath secara pribadi mengajarinya bagaimana memperkuat tubuhnya, yang cukup unik untuk ras dragon asura. Karena ternyata, hampir semua asura muda menghadapi bahaya dari tubuh mereka. karena, tidak mampu menahan kemampuan bawaan mereka sendiri.

“Yah, karena kita sudah di sini, ayo kita pergi keluar,”

Virion mengumumkan sambil tersenyum.

Pada sinyal dari penjaga gerbang, pintu besi besar terbuka dan menjerit, dengan mekanisme kunci yang dibuka. Erangan logam pada gerigi mengisi telingaku, saat pintu logam tebal dibuka dari tengah.

Aku menduga, ada satu atau dua penjaga yang berada di sisi lain dari pintu. Tapi, aku salah.

Beruang gelap yang agak besar menjulang tinggi di sana. Itu menatap ke bawah dengan kejam. Dua tanda putih di atas matanya, membentuk ekspresi seperti cemberut.

Tingginya sekitar tiga meter, kaki belakangnya berakar ke tanah. dan, dadanya mengungkapkan seberkas bulu putih, yang tepat di bawah lehernya. Meskipun matanya tampak marah, giginya memberi kesan senyuman.

Dua baris gigi tajam putih, juga menonjol keluar dari mulutnya.

“Kakak!” suara merdu terdengar.

Untuk sepersekian detik, aku pikir itu adalah suara beruang. Namun Ellie, adikku, muncul dari balik binatang itu, dengan senyum konyol di wajah dewasa-nya.

Adikku pasti berubah, selama beberapa tahun terakhir ini. Rambut cokelatnya yang panjang, tidak di kuncir seperti saat ia masih kecil. Sementara mata bulat hitamnya masih bersinar dengan kepolosan, tatapan bijaksana yang mengarah ke padaku, berisi kedewasaan yang mendalam.

“Ellie!”

Aku membalas pelukan adikku yang diarahkan ke leherku. Lalu, aku mengangkatnya.

“Arthur!”

Sepasang suara lain memanggil. Itu orang tuaku.

Setelah meletakkan adikku ke bawah, aku berpaling kepada orang tuaku. Aku berdiri diam, tegang.

Perasaan ragu-ragu dan penyesalan, membuatku tidak memberikan pelukan pada orang tuaku. Aku tidak tahu, bagaimana caraku untuk menyambut mereka, setelah bagaimana kita berpisah.

“Kemarilah, nak!”

Ayahku berlari dan memelukku, membungkusku erat-erat dalam pelukannya.

“A-aku tidak mengerti,”

Aku tergagap, terkejut dengan tindakan mereka.

“Aku pikir…”

“Pikir apa?”

Ayahku terganggu.

“Hanya karena kamu memiliki kenangan atau apapun dari kehidupanmu sebelumnya… itu tidak berarti, kamu bisa berhenti menjadi anakku, kan?”

Aku tertawa, saat ayahku membiarkanku pergi. Ibuku yang berada cukup jauh, dengan cemas mendekat.

Pikiranku terlintas kembali, saat bagaimana dia begitu putus asa mencoba untuk menyangkal segala sesuatu. Yang mana itu membuatku kehilangan sedikit kepercayaan yang aku punya, untuk menyapa ibuku.

Setiap langkah lambat yang ia bawa ke arahku, membuat benjolan di tenggorokanku tumbuh menjadi lebih besar. Aku menunduk, saat kakinya hanya beberapa inci dariku.

Aku tidak bisa menatap matanya.

Tiba-tiba, ibuku menggenggam tanganku erat-erat, membawa mereka dekat dengannya.

“Beri aku waktu,” bisiknya, saat tetes air mata mendarat di tangan kami.

“Aku sudah mencobanya. Aku benar-benar sudah. Beri aku waktu.”

Seolah-olah, batu yang membungkus seluruh tubuhku hancur, gelombang kebahagiaan dan lega membasuhku. Karena, aku menerima ketulusannya.

“Tentu saja,”

Aku mengangguk, tetap tidak dapat melihat ibuku, karena takut jika aku akan menangis juga.

“Kakak! kakak!”

Adikku berkicau, saat ia memegangi Sylvie dalam pelukannya.

“Katakan hi ke Boo!”

Saat ibuku membebaskanku dari genggamannya, aku berdeham dan mengambil tatapan keras lagi, pada mana beast raksasa.

“B-Boo, kamu?”

Aku mengulangi tak percaya, melihat adikku dan kembali pada Virion dan Aldir. Aku tahu, jika mana beast itu bukan musuh. Tapi aku juga tidak menyadari, jika ia milik keluargaku.

“Ya!”

Dia mengangguk.

“Boo, katakan hi ke kakak!”

Boo dan aku bertatapan untuk kedua kalinya, sampai akhirnya mana beast itu menyeringai padaku. Membesarkan kaki raksasanya, Boo mengayunkan itu ke arahku.

Mengangkat lengan, aku langsung mengalirkan mana ke dalam tubuhku. Karena kekuatan serangan Boo, tanah di bawah kakiku retak.

Aku menatap adikku shock, dengan cakar beruang masih membebani di lenganku.

“Sepertinya, Boo cukup marah karena sesuatu.”

Aku meraih pergelangan tangan binatang itu dan menariknya ke bawah, membawa dia ke tingkat yang sama dengan mataku.

“Boo hanya ingin melihat, apakah kamu sekuat seperti yang aku katakan padanya, atau tidak. Dia sedikit kompetitif untuk hal itu,”

Dia mengangkat bahunya sebagai persetujuan, saat terus berjuang untuk membebaskan diri dari genggamanku.

“Boo nakal!”

“Tunggu. Ellie, kamu bisa berbicara dengan binatang ini? Apakah kamu terikat dengannya?”

Aku tergagap. Kekuatan mana beast ini mengejutkanku. Tapi, fakta jika itu mampu berkomunikasi secara mental dengan adikku. Ini hanya berarti, jika Boo mana beast yang memiliki peringkat cukup tinggi.

“Master Windsom tidak menyebutkan ini?”

Virion bertanya dari belakang.

“Dia memberi mana beast ini pada keluargamu sebagai hadiah, sebelum kalian berangkat ke Epheotus, kan?”

“Tidak, dia tidak menyebutkan hal semacam itu,”

Aku menggeleng, masih dalam keadaan linglung pada pergantian peristiwa yang terjadi.

“Jika Windsom menyerahkan boneka binatang raksasa ini pada adikku, tapi untuk apa? Apa dia ingin adikku menaikinya, untuk berperang?”

Boo mengeluarkan endusan tidak puas pada kata-kataku.

“Ya, aku memanggilmu boneka beruang,” balasku, masih memegang kakinya.

“Tidak, dia masih bayi, ketika Windsom memberinya kepada kami,”

Ibuku tersenyum.

“Meskipun aku harus mengatakan, Boo tumbuh cukup cepat, dua tahun terakhir ini.”

“Yah, seperti itulah,”

Ayahku setuju, tertawa sendiri.

“Yah, aku yakin, kamu ingin melakukan reuni dengan keluargamu, Arthur. Tapi, mari kita lakukan itu setelah diskusi kita,”

Aldir menyuarakan dengan nada serius.

Keluargamu tinggal di sini untuk saat ini. Karena aku pikir, mereka akan berada dalam prioritas terbaikmu.”

“Baiklah. Terima kasih,”

Aku mengangguk, menatap kembali ke keluargaku.

“Aku akan berbicara dengan kalian segera, oke?”

Aku memberi semua orang, kecuali Boo, pelukan. Lalu, aku mengikuti Virion dan Aldir untuk menyusuri koridor sempit menuju ke ruang pertemuan.

Sylvie berlari di dekatku, mengambil tatapan lain untuk melihat pada Boo.

‘Apakah kamu ingin, aku untuk mengalahkannya?’

‘Aku bisa mengatasinya sendiri,’

Aku menyeringai, menepuk ikatanku.

Ketika kami tiba di dalam ruang yang dijaga, kami duduk di sekitar meja bundar besar. Itu hanya ada kami bertiga di dalam area pertemuan yang dihiasi ini. sehingga, hanya ada sedikit kursi kosong yang bisa digunakan.

“Hanya kita?”

Aku melihat sekeliling.

“Bagaimana dengan raja dan ratu, dan Lance? Aku pikir, aku akan setidaknya melihat direktur Goodsky di sini.”

Asura, Aldir, menarik kembali tudung yang menutupi sebagian besar wajahnya, untuk mengungkapkan mata ungu, yang bersinar di tengah dahinya. Dia pertama kali melihat ke Virion, dan mengangguk padanya.

Saat kakek Tess berpaling kepadaku, aku melihat betapa lelah dan terbebaninya ia, dibandingkan dengan bagaimana ia sebelum perang.

“Cynthia saat ini dalam keadaan koma, untuk mengatasi efek dari kutukan yang diaktifkan. Karena, telah mengungkapkan informasi tentang Alacryan.”

“Apa keadaannya buruk?” kataku.

Laporan yang Windsom tunjukkan padaku, selalu menyebutkan kondisi direktur. Tapi, itu tidak pernah ke titik seperti ini.

“Mhmm,”

Elf tua mengangguk serius.

“Aku akan menunjukkan kepadamu, di mana ia beristirahat nanti. Tapi aku yakin, ada beberapa hal-hal lain yang membuatmu penasaran.”

Aku mengangguk sebagai balasan, untuk kemudian mengeluarkan semua pertanyaan yang berada dalam pikiranku selama ini. Untuk setiap pertanyaan yang aku bombardir pada dua pemimpin perang ini, mereka dengan sabar menjawab kembali.

Dan aku belajar, sementara keluargaku tinggal di sini untuk perlindungan, keluarga Helstea memiliki tempat lain untuk ditinggali.

Vincent menggunakan sumber daya-nya dalam perdagangan, untuk membantu upaya perang. Jadi, cukup sedikit mengkhawatirkan untuk berpikir, jika mereka mungkin akan terkena bahaya. Tapi tampaknya, keluarga Helstea sebagian besar hanya bergerak di latar belakang, dan tidak pernah terlibat secara langsung dengan pertempuran nyata.

Adapun mantan raja dan ratu Sapin, keduanya melapor kembali ke kastil setiap saat. Mereka benar-benar telah menghabiskan sebagian besar upaya mereka di Kerajaan Darv, berharap untuk mendapatkan kesetiaan dari para Dwarf dalam perang ini.

Sementara Curtis dan Kathlyn Glayder melakukan apa yang telah Tess lakukan juga. Bergabung atau membuat sebuah tim untuk mendapatkan beberapa pengalaman dalam pertempuran nyata, di perang yang sebenarnya.

“Apakah ayah atau ibuku pernah berpikir, tentang bertempur dalam perang juga?” tanyaku.

“Ayahmu, iya,” jawab Virion.

“Tapi, aku menyuruhnya untuk menahan diri sampai kamu kembali kembali, atau sampai Eleanor sedikit lebih tua. Dia bersikeras membantu, tapi aku menahannya sekuat tenaga.”

“Terima kasih. Aku tidak bisa membayangkan, jika ayahku telah meninggal dalam perang. Sementara, aku bahkan tidak berada di sini,”

Aku mendesah.

Saat Virion terus menjelaskan status perang dan banyak tentang strategi yang diterapkan untuk menjaga warga biasa… aku diam-diam mendengarkan, menatap santai ikatanku yang juga mendengarkan.

“Apakah ada masalah, nak?” tanya Virion.

“Kamu sangat tenang.”

“Bukan apa-apa,”

Aku tersenyum.

“Meskipun, aku sedikit ingin mendengar apa yang kalian benar-benar inginkan padaku, hingga membawaku kemari…

Mengingat kamu ingin menjaga cucumu sendiri, yang tidak terlalu tahu akan segala sesuatunya. Dan aku tahu, kamu tidak hanya membawaku kemari, agar bisa bertemu keluargaku.”

“Ya. Nah, Tessia ambisius dan telah berlatih dengan rajin, untuk memberikan kontribusi dalam perang ini…” suara Virion terhenti.

“Tapi, kamu masih khawatir untuk keselamatan dirinya, lebih dari apa pun,”

Aku selesaikan ucapannya.

“Dari ucapannmu. Sepertinya, kamu memberinya perjalanan ini untuk memberinya beberapa waktu, kan?”

Mendesah, Virion mengangguk.

“Bisakah kamu menyalahkanku?”

Aku menggeleng.

“Aku akan melakukan hal yang sama… Seberapa buruk ‘perang utama’ ini?”

Aku bertanya, menggeser pandanganku, antara dua pemimpin perang ini.

“Sampai sekarang, pertarungan utama telah terjadi di The Wall, di mana benteng telah dibangun dan membentang di Grand Mountains. Tidak seorang mutan atau tentara Alacryan tunggal yang mampu pergi dari Beast Glades sejauh ini, berkat lini pertahanan itu.”

Meskipun itu kabar baik, Virion menghela napas dalam-dalam.

“Aku ingin kamu untuk menimbangnya sendiri, berdasarkan apa yang kami katakan sejauh ini,”

Aldir menyuarakan dengan nada yang menunjukkan dia sedang mengujiku.

Aku berpikir sejenak.

“Biarkan aku melihat, apakah aku memiliki hak ini. Dari apa yang kalian telah hadapi sejauh ini. Tampaknya, rencana Alacryan Army adalah untuk entah bagaimana menginfeksi ‘mana tertentu’ pada pemimpin mana beast.

Sehingga, mereka dapat mengontrol binatang itu untuk memimpin gerombolan mereka sendiri, dan berperang untuk mereka. Selain itu, mage Alacryan telah menggunakan gerbang teleportasi tersembunyi, yang didirikan oleh mata-mata untuk meningkatkan ukuran tentara mereka di Dicathen.

Itu menambahkan kekuatan tempur mereka, hingga cukup berbahaya.”

“Benar,”

Aldir mengakui.

“Tapi, itu mencurigakan.”

Aku mempelajari wajah Aldir dan Virion.

“Maksudku, aku mengerti, jika Beast Glades adalah wilayah yang sempurna bagi mereka untuk muncul. Terutama, jika karena tempat itu memiliki mana beast kelas S atau SS, yang bisa berada di bawah kendali mereka.

Tapi tampaknya, ini terlalu mudah.

Jika tidak satupun dari mereka mampu melewati pertahanan ini… itu baik untuk menyatakan, jika pihak kita jauh lebih kuat. Atau, juga karena mereka mengulur-ulur waktu. Dan dengan ekspresi wajahmu, Virion, aku akan mengatakan, jika apa yang terakhir sedang terjadi saat ini.”

“Bukti yang mendukung, telah mengkonfirmasi kecurigaan kami,”

Virion setuju, nada simpatik dalam suaranya.

“Sekarang, Arthur. Aku tidak bisa membuatmu menyalahkan diri sendiri, karena apa yang aku ceritakan padamu.”

“Apa itu?”

Aku mengangkat alis.

Aldir menarik keluar sesuatu dari bawah meja, dan meluncurkannya padaku.

Itu adalah gambar dari kapal yang ditinggalkan. Dengan struktur dan kerangkanya, aku yakin telah melihat sesuatu seperti ini sebelumnya.

“Ini bukan Dicatheous, kalau itu yang kamu pikirkan,” jelas Aldir.

“Setelah melihat ini… dengan kecerdasannya, Gideon akhirnya mengakui, di mana ia mendapat ide cerdik dari apa yang disebut ‘mesin uap’, yang ia begitu banggakan.”

Aku melihat foto-foto sekali lagi, mencoba meyakinkan diri, untuk menerima apa yang otakku sudah tahu.

“Itu sebuah kapal yang dibangun oleh Alacryans menggunakan desainmu,”

Virion mengungkapkan, suaranya muram.

Sebelum aku memiliki kesempatan untuk merespon, pintu kayu ke ruang pertemuan tiba-tiba terbang dan terbuka, saat prajurit berzirah dengan putus asa tersandung ke dalam ruangan.

“Komandan, Master,”

Prajurit itu terburu-buru, masih berusaha mengatur napas.

“Apa?”

Virion bertanya tak sabar.

“M-Mereka sudah sudah terlihat, Komandan. Mendekati pantai barat.”

Suara prajurit bergetar dalam ketakutan tak terkendali.

“K-kapal.”




< Prev  I  Index  I  Next >

Post a Comment for "BAE_137"