Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

***Dukung kami: Traktir ngopi! (min Rp 1.000,-)***
Laporan Donasi

LMS_V03E02P02

gambar


2. Batu yang Mengumpulkan Petir (2)




Mereka berempat dengan cepat mencapai kesimpulan, bahkan tanpa berbicara, tetapi berkomunikasi hanya dengan mata mereka. Gran menunjukkan wajah sungguh-sungguh pada Weed dan Mapan. Dan berkata, "Sejauh ini, trik itu mungkin bisa membuat kalian lewat dengan aman, tetapi Pegunungan Baruk adalah tempat yang benar-benar berbahaya. Kamu bisa menyebut ini adalah pertemuan yang ditakdirkan. Jadi mulai sekarang kami akan menjadi pengawalmu. Lagi pula, karena kita bepergian pada rute yang sama dan kami menawarkan ini dengan keinginan baik, tak ada alasan untuk menolak. Haha..."
"Haha! Jika seperti itu, maka kami sangat berterimakasih."
Mapan dengan sengaja tertawa keras. Sebagai seorang Merchant yang lemah, itu bukanlah ide yang buruk untuk didampingi sekelompok 4 player yang tampak kuat.
"Mohon kerjasamanya."
Weed menyadari jika ada sesuatu yang mencurigakan dari kilatan mata mereka. Tetapi, memutuskan mengikuti permainan mereka untuk sekarang ini, untuk mengetahui seberapa jauh hal ini akan belangsung. Jadi Weed dalam diam juga mengangguk setuju tawaran pendamping mereka. Dia telah menyadari jika situasinya berubah menjadi buruk, tetapi dari penampilan mata mereka berempat, dia tak bisa berbuat apa-apa selain mengikuti... untuk sekarang ini.
Kesenangan dari sebuah petualangan adalah perjalanan, melihat tempat baru, dan bertemu rekan. Rekan yang bisa diandalkan yang bisa melindungi punggungmu. Berburu bersama teman membangun kedekatan.
Ini adalah kesenangan bermain Royal Road. Kadang-kadang, Weed menikmati berburu dengan orang lain. Karena dia bermain sangat sering, ia tak bisa selalu bersama-sama, tetapi tetap saja, kebersamaan adalah hal bagus.
Namun, hal ini tak terjadi dengan empat orang yang tak dikenal ini. Di sekitar gerobak, mereka berempat bertugas melawan monster, dan dari sudut mata mereka, mereka mengamati Mapan dan Weed.
'Yah, tak ada yang tak biasa tentangnya.'
'Kupikir dia sedang mengukir?'
'Tampaknya dia benar-benar seorang Sculptor.'

Keempat orang itu benar-benar lega. Namun, mereka masih curiga, pada seorang Sculptor sejak mereka banyak mengumpulkan masalah bulan lalu. Lalu, Weed mengeluarkan satu batu permata mentah. Dwichigi Kuartet mengalihkan fokus perhatian mereka pada permata itu, dan salah satu dari mereka bertanya.
"Huh? Bukankah itu sebuah permata?"
Segera, Margaux mengungkapkan rasa ingin tahu yang dalam. Mapan menjawab sambil tersenyum.
"Ya, Weed saat ini sedang memoles batu permata."
"Oh, pemolesan batu permata?"
"Yup."
"Pemolesan batu permata... Itu mengagumkan!" mata Margaux dipenuhi keserakahan.
'Jackpot!!'
'Aku ingin itu yang jadi item drop...'
Weed dengan erat memegang Zahab's Sculpting Knife sambil mengukir, tapi mereka berempat tak memulai pertarungan.
'Mereka tak menyerang, bahkan setelah melihat sebuah batu permata. Jadi mereka memiliki sesuatu yang lain, yang mereka inginkan dari kami.'
Dalam pikiran kuartet itu, Weed dan Mapan telah terjebak seperti tikus yang tak bisa melarikan diri, jadi mereka bersikap santai. Para penipu dan yang ditipu! Dan satu-satunya orang yang berpura-pura ditipu!
"Mari kita makan di sini, sebelum melanjutkan perjalanan. Kami akan menyiapkan makanan."
"Kami berterimakasih atas pengawalannya... jadi kami akan mempersiapkan makanannya."
"Haha, tidak, tunggu sebentar."
Mereka berempat kadang-kadang memberi Weed dan Mapan item drop dari monster.
"Ini tidaklah banyak, tapi aku harap kalian akan menerimanya."
"Karena kita bepergian di jalan yang sama, bukankah kita teman? Tentunya adil untuk berbagi item yang dijatuhkan oleh monster."
"Tolong terimalah." Keempat orang itu dengan mudah mendekati Mapan.
"Dasar orang tak tahu malu..."
Mapan menerima dengan senyum lebar, tapi kecurigaan Weed tentang situasi tersebut semakin dalam.
'Pemberian tanpa alasan... hal semacam itu tak ada. Jika mereka tak berencana menyerang kami, apa alasannya?'
Orang normal akan merasa berterimakasih saat orang lain memberi hadiah, atau terhadap orang- orang yang baik pada mereka. Tetapi bagi Weed, semua yang ia rasakan adalah kecurigaan. Dalam situasi ini, hal itu tak diperlukan bagi mereka untuk berbagi item dengannya. Ini terlalu aneh, karena mereka berusaha terlalu keras untuk menjadi baik. Meski demikian, Weed tak menunjukkan sedikitpun emosi yang ia rasakan.
Karena Mapan benar-benar percaya pada mereka berempat, Weed bisa menyembunyikan fakta jika ia sangat tak percaya pada mereka. Sehari telah berlalu begitu saja, dan mereka tiba di sebuah jurang. Jurang tersebut hanya selebar 20 meter, tetapi itu adalah sebuah jurang yang dalam, dengan kabut yang tebal menutupi dasar jurang tersebut. Karena ada sebuah jembatan, melintasi jurang tersebut tak terlalu sulit.
"Ada jembatan di sini. Sungguh jembatan yang tampak kokoh... Kita bisa melintasi jembatan ini."
Saat Mapan mengemudikan gerobaknya, Gran tersenyum dan mengganggunya.
"Tuan-tuan, apa alasan kalian untuk berpetualang?"
"Apa?"
"Kupikir, menikmati pemandangan yang mengagumkan ini sepenuhnya adalah makna dari sebuah keindahan. Tampaknya ada jalan yang menuju ke bawah. Bukankah jalan ini tampak lebih menarik? Bagaimana menurutmu?"
Mapan menjadi ragu-ragu, setelah mendengar kata-kata Gran. Di Benua Versailles tak ada hal seperti sebuah jalan yang harus dilewati. Kamu bisa berjalan melalui hutan, atau mendaki gunung. Tak ada keharusan untuk selalu melakukan perjalanan pada jalan yang bagus.
Meski demikian, jika kamu berpikir tentang hal itu secara logika, tak masuk akal untuk turun ke jurang, saat kamu bisa menyebrangi jembatan dengan nyaman. Bahkan Mapan yang tak mengerti tentang situasinya, akhirnya merasakan jika ada sesuatu yang tak beres.
"Yah, apakah itu benar-benar dibutuhkan...?"
Mapan mencoba untuk mengungkapkan niatnya untuk menolak. Sebagai seorang Merchant, dia ingin mengambil jalan yang paling aman. Jadi dia menolak saran mereka berempat.
*shiiiiiiing*
Halman, Margaux dan Levi menempatkan tangan pada sarung pedang mereka. Weed dan Mapan mendapati mereka telah dikepung. Seorang Merchant dan seorang Sculptor. Tak ada alasan untuk menjadi tegang, tetapi mereka bersiap untuk berjaga-jaga kalau ada yang tak beres. Disaat Mapan ingin menolak dengan tegas!
"Boleh juga. Kedengarannya menyenangkan." Weed setuju dengan saran Gran.
"Haha! Aku tahu kamu akan ikut. Kamu adalah pria dengan semangat besar."
Gran, Halman dan yang lainnya melepaskan tangan dari sarung pedang mereka dan tersenyum.
Weed dan Mapan menuruni jurang dengan gerobak yang dipimpin oleh Dwichigi Kuartet.
Lereng jurang itu sangat curam, dan roda gerobak itu tersangkut beberapa kali. Tanpa bantuan dari keempat orang itu, akan mustahil bagi mereka untuk turun ke bawah. Gran dan Halman menarik gerobak itu dari depan, Levi dan Margaux mendorong dari belakang.
"Umm, maaf karena merepotkan."
"Haha! Tak masalah Mapan-nim. Ini bukan apa-apa!"
Gran dan Halman memperlakukan gerobak itu seolah-olah milik mereka sendiri. Mereka berempat tak memiliki ketulusan sedikitpun, karena mereka berpikir jika gerobak itu akan segera menjadi milik mereka.
"Oh, kupikir ada jalan di sana..."
Gran memimpin jalannya. Dia pergi ke sana-sini,kadang-kadang kembali ke jalur yang sama.
"Ah, pemandangannya terlihat jauh lebih baik di sebelah sana. Akan lebih baik jika kita kembali ke jalan itu."
Gran menyisir wilayah di dalam jurang tersebut beberapa kali. Dalam hal ini, Weed adalah satu-satunya yang benar-benar diuntungkan.
"Whoa! Yang di sini adalah tanaman herbal Sen merah. Yang di sana adalah tanaman herbal Ceylon biru...!"
Pegunungan Baruk kaya akan tanaman herbal. Di dasar jurang tersebut, di area di mana matahari bersinar cerah memiliki berbagai tanaman herbal yang tumbuh dengan subur. Weed dengan semangat mencabut mereka dan manaruhnya di dalam tasnya.
"Apa yang kamu lakukan?"
"Menurutmu apa yang aku lakukan? Aku mencabut tanaman herbal."
Selain menjadi tersesat, mereka menjadi semakin lambat karena Weed.
'Sialan!'
'Akan aku bunuhnya dengan tanganku sendiri!'
Pembuluh darah di dahi mereka berdenyut karena marah. Setelah beberapa jam, Mapan kelelahan dan mereka berempat juga kelelahan.
-Pesan privat mereka berempat-
-hei, Gran. Apa kamu ingat lokasi tepatnya?
-kamu mau aku mengeluarkan peta di depan mereka?
-alihkan saja perhatian mereka berdua sebentar. Pria bernama Weed tampak seperti orang bodoh, jadi hiraukan saja dia. Tapi si Mapan, dia mengamati perilaku kita dan itu menggangguku.
-oke. Lakukan dengan cepat!
Margaux mendekati gerobak itu.
"Hei Mapan, aku sebenarnya cukup tertarik dalam memahat. Maukah kmau menanyakan pada Weed apakah aku bisa mengamatinya mengukir?"
Menggunakan itu sebagai sebuah alasan, Margaux menghalangi pandangan di mana Gran dan yang lainnya berada. Sementara itu, Gran membuka peta dari lokasi saat ini dan mengkonfirmasi lokasi dari makam tersebut. Mata Gran berseri-seri.
'Yah, kita mengikuti jalan yang benar. Hanya kelewatan sedikit!'
"Sekarang, bagaimana kalau kita mengikuti jalan ini?"
Gran dan yang lainnya memutar gerobak ke arah di mana mereka datang. Setelah mencari di pepohonan dan rerumputan, mereka akhirnya menemukan monumen dan makam tersebut. Di samping monument, adalah jalan masuknya. Mereka berempat terkikih dan masing-masing dari mereka mengatakan sesuatu.
"Huh? Mungkinkah ini sebuah dungeon?"
"Kuburan dwarf?"
"Wow! Kita beruntung. Kita harus masuk. Tak ada alasan untuk kembali, karena kita ada di sini."
"Mapan, Weed! Tentunya, kalian akan ikut dengan kami kan?"



< Prev  I  Index  I  Next >