LMS_V06E02P05

2. Lavias, Kota di Langit (5)
Kelima profesor sedang melihat dokumen.
҅Aku rasa itu pasti pendaftaran
milik adikku.҆
Kenyataannya, pendaftaran itu sebenarnya adalah milik Lee
Hyun.
Saat profesor membaca pendaftaran itu, dia menanyakan sebuah
pertanyaan sebelum Lee Hyun bisa berbicara.
"Apa alasanmu miliki memilih sekolah ini?"
"Menurutku ini adalah sekolah terkenal yang akan
memberikan masa depan yang menjanjikan."
"Apa menurutmu sekolah-sekolah lain tak memberikan
prospek yang bagus?"
Profesor yang lain menanyainya. Lee Hyun memberi jawaban
yang sederhana.
"Tidak sama sekali. Namun, aku mendengar jika sekolah
ini memiliki fasilitas dan fakultas yang terbaik."
"Aku mengerti."
Profesor menganggukkan kepala mereka pada jawaban pasaran
itu.
҅Tak perlu keras-keras,
tapi tak buruk.҆
҅Menitik beratkan
hal-hal dasar.҆
҅Sikap yang
bersungguh-sungguh dalam interview . Meskipun dia terlambat...҆
Lee Hyun melanjutkan tanpa pikir panjang.
"Faktanya, adikku adalah seorang anak yang benar-benar
baik."
"Hmm?"
"Ketika adikku masih kecil, orang tuaku
meninggal."
Lee Hyun mulai berbicara panjang lebar tentang sejarah
keluarganya. Demi kepantingan interview Lee Hayan, tentu saja dia harus
menceritakan kisah adiknya sebanyak mungkin. Fakta jika pilihan untuk masuk
Universitas Korea ini bukanlah untuk adiknya, melainkan untuk Lee Hyun sendiri
yang sepenuhnya tak ia ketahui.
҅Universitas Korea!
Aku pasti tak akan gagal. Aku akan memastikan tentang masa depan adikku di sini.҆
Jadi, untuk mengulur waktu sampai adiknya datang ke
pertemuan, dia menceritakan tentang kisah mereka yang menderita dari kecil. Dia
menceritakan pada para profesor tentang bagaimana kehidupan keluarganya, dan
bagaimana dia serta adiknya tumbuh dengan cara seperti itu. Namun, untuk
membicarakan tentang adiknya, dia tak bisa melakukannya, tanpa menceritakan
kisahnya sendiri.
Tertekan karena ancaman dari para rentenir.
Bagaimana dia berjuang untuk melindungi keluarganya,
mendapatkan uang di SPBU, dan pekerjaan lainnya yang seharusnya tak ia dilakukan.
Para profesor mendengarkan Lee Hyun dengan tenang. Interview tersebut jauh
lebih lama dan berbeda daripada biasanya. Format interview biasanya para
profesor menanyakan pertanyaan dan kandidatnya yang menjawab. Tapi sekarang Lee
Hyun berbicara tentang bagaimana dia menjalani kehidupannya, saat para profesor
mendengarkannya.
"...Dan sekarang, aku telah melalui proses persiapan
selama setahun agar bisa memahami cara kerja Royal Road. Dalam kasus game lain,
sangat bervariasi dalam hal yang bisa menarik para player. Tapi dengan virtual
reality Royal Road, itu sangat berbeda dari intinya. Bernafas, bergerak, sikap,
dan tindakan yang menghasilkan banyak ingatan. Aku melihat jika game seperti
itu setidaknya akan bertahan 10 tahun. Aku memang belum mengumpulkan cukup uang
untuk biaya kuliah adikku, tapi aku dak akan terlambat dalam membayar."
Pada poin ini, para profesor menyadari jika ada sesuatu yang
salah dengan pemahaman Lee Hyun tentang situasinya.
҅Kesalahpahaman yang
konyol , dia berpikir interview ini adalah untuk adiknya dan bukan untuk
dirinya.҆
Namun para profesor tak membicarakan tentang hal itu. Sebaliknya,
mereka menanyakan sebuah pertanyaan yang luar biasa.
"Lalu bagaimana dengan virtual reality? Ini mungkin
pertanyaan yang kekanak-kanakan. Namun, bagaimana caramu memisahkan virtual
reality dan realitas?"
Jawaban Lee Hyun sangat sederhana.
"Mencoba memisahkan realitas dan virtual reality adalah
hal yang sia-sia."
"Oh, benarkah? Katakan pada kami kenapa kamu berpikir
demikian."
Bagi para profesor, paling bagus jawaban yang diterima
adalah dunia realitas dan virtual adalah hal yang terpisah, atau jawaban lain
yang mereka perkirakan adalah virtual reality yang sempurna adalah hasil dari
mimpi. Jawaban Lee Hyun yang unik sangat menarik.
"Berdiri di sini sekarang atau di dalam Royal Road,
keduanya adalah sama."
"Virtual reality dan kehidupan nyata adalah sama, apa
maksudmu?"
"Contohnya. Hidup penuh semangat, bekerja dan
menciptakan sesuatu, dan mencapai sesuatu yang akan menguntungkanku. Adapun
untuk virtual reality, bukankah sama saja dengan kehidupan nyata. Anda bisa
mendapatkan pengetahuan, bisa mendapatkan uang. Bagiku, di manapun tak ada yang
berbeda."
"Aku mengerti dengan baik. Murid Lee Hayan ini,
tampaknya sekarang kami sudah cukup mengetahui tentang sifatnya. Kami akan
mengabarimu segera setelah hasilnya keluar."
"Terimakasih."
Lee Hyun pergi dan setelahnya para profesor mengadakan rapat
dadakan.
"Keinginan hidup yang kuat."
"Tak terpikir, jika masih ada keluarga yang tak biasa
seperti itu di zaman ini. Benar-benar mengherankan."
"Dengan kemajuan virtual reality, arti dari keluarga
semakin memudar, dan dia memiliki mentalitas yang hebat."
"Pengetahuan yang luas tentang sisi virtual
reality."
"Bermacam-macam pengalaman hidup, itu akan sangat
banyak membantu."
Para profesor bercakap-cakap sangat lama, tak seorangpun
dari mereka yang melihat secara negatif pada Lee Hyun.
"Lalu kita smua setuju."
Para profesor memberi stempel lulus pada aplikasi milik Lee
Hyun.
"Phew, akhirnya selesai juga."
Lee Hyun berhasil melewati interview tersebut. Kalau
dipikir-pikir, dia tak yakin jawaban macam apa yang muncul.
"Yah, itulah yang bisa aku lakukan..."
Lee Hyun menemukan adiknya.
Adik kecilnya keluar dari kamar mandi dan duduk di bangku
saat ia mengeluarkan desahan lega. Adiknya sedang berdoa. Saat Lee Hyun
mendekat, Lee Hayan mendongak.
"Bagaimana, interviewnya?"
"Huh? Itu..."
Lee Hyun tak tahu harus bagaimana untuk menghibur adiknya.
Sakit di saat yang penting seperti itu.
"Dengan caraku, aku berusaha untuk menjelaskan...
Sekarang untuk membuatmu diterima, aku berusaha menceritakan situasi kita saat
interview."
"Situasi apa."
"Orang yang bersangkutan harus hadir dalam interview.
Aku tak pandai dalam mengekspresikan diriku sendiri dan aku tak tahu bagaimana
hasilnya."
Lee Hayan kebingungan.
Dia berpikir kakaknya akan marah pada kenyataan jika dia
telah ditipu, tapi dia lebih menyesalkan tentang interview.
҅Tak mungkin jika kamu
masih tak tahu? Bagaimana mungkin ?҆
Lee Hayan memutuskan untuk mengikuti arus situasinya saat
ini.
"Tak apa-apa kakak. Yakinlah jika itu akan berjalan
dengan baik, dan tak ada lagi yang bisa dilakukan terhadap interview itu."
"Ya, kamu benar. Itu sudah berlalu. Aku bodoh karena
memikirkannya."
Saat berjalan pulang, mereka melewati gerbang universitas itu,
Lee Hayan berhenti sebentar.
"Ada apa?"
"Ada yang ketinggalan! Tunggu di sini sebentar, kakak."
"Oke."
Lee Hayan kembali ke sekolahan itu untuk menemui asisten
dosen. Dia menggubah alamat pengiriman surat pemberitahuan ke rumah sakit di mana
neneknya dirawat.