LMS_V17E08P08

8. Pertemuan dengan Da’in (8)
Hari kedua berburu di penjara bawah tanah!
Waktu sudah lewat tengah malam, ketika orang lain sudah
tidur, Weed bangun pagi-pagi buta dan login. Saat dia bergerak lebih dalam lagi
dalam dungeon, dan log out, para penonton tak bisa mengikutinya lagi.
Weed sedang berlatih penanganan patung cahaya dengan
memanfaatkan waktu, ketika dia menjauh dari orang-orang. Da’in juga telah sudah
login pada pagi-pagi buta, jadi hanya mereka berdua yang ada disana.
Dengan tenang, Weed sedang asyik pada patung cahayanya. Ada
suasana hati yang berat antara mereka berdua.
'Ini adalah kesempatan
untuk berbicara dengannya.'
Da’in lah yang memulai pembicaraan pertama kali, dengan
kesulitan. "Permisi."
"Ya?"
Weed menjawabnya dengan sigap dan terus waspada. Itu adalah
cara yang sama, ketika dia bertemu Weed untuk pertama kalinya di Lavias. Weed
telah curiga sejak awal, seolah bertanya-tanya apakah dia akan mencuri
japtemnya, meskipun mereka hanya bertemu secara kebetulan di dungeon.
"Patung apa yang sedang kamu buat sekarang?"
Cahaya warna-warni bergerak senada dengan setiap pergerakan
tangan Weed. Dia tak menggunakan hanya satu jenis cahaya, tapi warna yang
beragam terjalin dan bercampur ketika itu memberikan perubahan yang tak
terhitung jumlahnya.
Cahayanya mengembang saat dia menjentikkan lengannya. Dan
itu tersebar dengan cemerlang, ketika dia membengkokkan pergelangan tangannya.
"Ini bukan apa-apa, hanya untuk latihan."
Patung yang Weed buat secara bertahap membentuk wujud
seseorang, seperti pragawati. Da’in masih duduk di sampingnya dan hanya
menonton penggunaan pamahatan cahaya.
Karena Weed mencoba untuk membuat bentuk dengan memanfaatkan
helaian cahaya, itu bukanlah hal yang mudah. Terdapat warna yang tak terhitung
jumlahnya, jadi cahayanya juga mencoba untuk mencocokkan satu sama lain.
Da’in tak tahan pada keheningan berat yang menghentikan
percakapan mereka seketika, dan dia pun berbicara lagi.
"Apakah ada seorang gadis yang kamu sukai?"
Setelah menanyakan itu, hatinya dipenuhi kekhawatiran. Dia
telah menanyakan sesuatu yang selalu membuatnya penasaran, setelah melihat jika
dia membuat patung dewi Freya di Morata, berdasarkan wajah Hwaryeong.
Da’in berharap jika Weed akan mengatakan dia masih
menyukainya.
Weed menggeleng. "Tak ada."
Menyesakkan kekecewaannya, dan terus berusaha, Da’in pun
membalas,
"Ah, begitukah. Maafkan aku karena telah menanyakan
sesuatu yang tak perlu."
"Tidak, tak apa-apa."
Weed kembali berkosentrasi pada patungnya. Meskipun
konsentrasinya kuat dan dia membuat patung bahkan dalam waktu istirahatnya. Anehnya,
sikapnya berbeda dari biasanya. Ketika ada orang lain bersama dengan dirinya,
dia tak pernah mengabaikan seseorang tersebut, yang mencoba untuk
berbincang-bincang. Namun, karena tertekan oleh kata-kata yang terucap dari
mulut Weed, Da’in tak menyadari itu.
'Kita sudah pernah
mengucapkan selamat tinggal dulu. Jadi tak apa-apa jika dia tak menyukaiku.'
Da’in menahan hatinya yang berdebar kencang dan berbicara
lagi. "Lalu... adakah seorang gadis yang kamu suka di masa lalu?"
Meskipun dia kadang-kadang bertindak tak terduga dan
memiliki banyak sisi aneh. Misalnya, menyembuhkan monster seperti Ghoul, si
gadis mengerahkan segenap keberanian untuk mengajukan pertanyaan itu.
Jari-jari Weed berhenti sejenak, dia gemetar sedikit dan
tegang. Namun, dia segera menahannya dan menjawab.
"Tak ada gadis yang pernah aku sukai."
"Ya ampun!"
Da’in bersusah payah tersenyum.
"Kalau begitu, kamu tak pernah mengatakan kepada
siapapun jika kamu menyukainya, bahkan tak sekali pun?"
"Ya, karena tak ada yang aku suka."
Da’in menggigit bibirnya. Dia berpikir jika ternyata di
dunia ini ada seorang pria yang berputus-asa pada gadis dengan hati yang
dingin.
"Aku paham. Ada sesuatu yang harus aku lakukan
sebentar, jadi aku akan pergi sekarang."
Weed bahkan tak melihat ketika membalas.
"Silakan saja."
"Lalu..."
Da’in log out.
"Fiuh."
Weed mengumpulkan patung cahaya. Cahaya yang menyilaukan
matanya menghilang, dan dungeon menjadi gelap. Hanya ada bunyi api unggun yang
telah dinyalakan untuk merebus air dan menyiapkan makanan.
"Yellowy."
Moooo!
Sembari duduk di tanah, Yellow mengangkat kepalanya dan
menjawab.
"Apakah kamu tahu siapakah gadis itu tadi?"
Moooo!
Yellowy memukulkan ekor pendeknya di tanah sambil
memiringkan telinganya. Dia mungkin akan mendapatkan ribuan omelan, jika dia
pura-pura mengabaikan Weed.
Weed berbicara dengan tenang.
"Cinta pertamaku."
Cinta pertama yang seorang pria tak pernah bisa lupakan. Dia
tak bisa melupakan kenangan yang tercipta oleh cinta pertamanya, bahkan dengan
berlalunya waktu.
"Namanya Da’in... profesinya adalah Shaman. Aku pertama
kali bertemu dengannya di Lavias."
Dia tak bisa mengenalinya pada pandangan pertama, karena
penampilannya telah sangat berubah karena kutukan. Namun, dia adalah gadis yang
mendengarkan perkataan orang lain dengan baik, dan juga begitu menyenangkan
untuk diajak berbicara tentang segala sesuatu.
Weed sudah menyadari eksistensi gadis itu, hanya dari salam
ataupun beberapa patah kata yang dia ucapkan.
Sebagai Shaman, kemahiran skill miliknya bisa disebut tiada
bandingnya, dan kemampuannya dalam menggunakan berbagai macam sihir juga tak
ada lawannya. Dia memberikan sihir dukungannya begitu saja karena itu nyaman
baginya, layaknya suatu kebiasaan.
Tapi dari perspektif Weed, dia bisa dengan jelas menyadari
siapa si gadis, yang seketika dia menggunakan sihir pendukungnya.
"Da’in. Itulah dirinya. Bagaimana bisa aku lupa pada
seseorang yang begitu penting?"
Itulah perasaan batin Weed, dia tak sanggup mengkhianati
perasaan tersebut, ketika gadis itu hadir di dekatnya.
"Aku senang melihatnya karena setelah sekian lama kami
tak bertemu. Fakta jika dia masih hidup, agaknya... tapi apakah dia ingin
melupakan masa lalu, karena dia menyelesaikan operasi dan mendapatkan hidup
baru? Aku tak tahu mengapa dia pura-pura tak mengenaliku, tapi pasti ada suatu
situasi atau alasan."
Yellowy menatap Weed dengan matanya yang besar dan jernih.
Yang tercermin di mata si sapi lugu adalah seorang pria yang sedang dalam
keadaan sedih dan melemaskan bahunya.