Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

***Dukung kami: Traktir ngopi! (min Rp 1.000,-)***
Laporan Donasi

LMS_V17E08P08

gambar


8. Pertemuan dengan Da’in (8)




Hari kedua berburu di penjara bawah tanah!
Waktu sudah lewat tengah malam, ketika orang lain sudah tidur, Weed bangun pagi-pagi buta dan login. Saat dia bergerak lebih dalam lagi dalam dungeon, dan log out, para penonton tak bisa mengikutinya lagi.
Weed sedang berlatih penanganan patung cahaya dengan memanfaatkan waktu, ketika dia menjauh dari orang-orang. Da’in juga telah sudah login pada pagi-pagi buta, jadi hanya mereka berdua yang ada disana.
Dengan tenang, Weed sedang asyik pada patung cahayanya. Ada suasana hati yang berat antara mereka berdua.
'Ini adalah kesempatan untuk berbicara dengannya.'
Da’in lah yang memulai pembicaraan pertama kali, dengan kesulitan. "Permisi."
"Ya?"
Weed menjawabnya dengan sigap dan terus waspada. Itu adalah cara yang sama, ketika dia bertemu Weed untuk pertama kalinya di Lavias. Weed telah curiga sejak awal, seolah bertanya-tanya apakah dia akan mencuri japtemnya, meskipun mereka hanya bertemu secara kebetulan di dungeon.
"Patung apa yang sedang kamu buat sekarang?"
Cahaya warna-warni bergerak senada dengan setiap pergerakan tangan Weed. Dia tak menggunakan hanya satu jenis cahaya, tapi warna yang beragam terjalin dan bercampur ketika itu memberikan perubahan yang tak terhitung jumlahnya.
Cahayanya mengembang saat dia menjentikkan lengannya. Dan itu tersebar dengan cemerlang, ketika dia membengkokkan pergelangan tangannya.
"Ini bukan apa-apa, hanya untuk latihan."
Patung yang Weed buat secara bertahap membentuk wujud seseorang, seperti pragawati. Da’in masih duduk di sampingnya dan hanya menonton penggunaan pamahatan cahaya.
Karena Weed mencoba untuk membuat bentuk dengan memanfaatkan helaian cahaya, itu bukanlah hal yang mudah. Terdapat warna yang tak terhitung jumlahnya, jadi cahayanya juga mencoba untuk mencocokkan satu sama lain.
Da’in tak tahan pada keheningan berat yang menghentikan percakapan mereka seketika, dan dia pun berbicara lagi.
"Apakah ada seorang gadis yang kamu sukai?"
Setelah menanyakan itu, hatinya dipenuhi kekhawatiran. Dia telah menanyakan sesuatu yang selalu membuatnya penasaran, setelah melihat jika dia membuat patung dewi Freya di Morata, berdasarkan wajah Hwaryeong.
Da’in berharap jika Weed akan mengatakan dia masih menyukainya.
Weed menggeleng. "Tak ada."
Menyesakkan kekecewaannya, dan terus berusaha, Da’in pun membalas,
"Ah, begitukah. Maafkan aku karena telah menanyakan sesuatu yang tak perlu."
"Tidak, tak apa-apa."
Weed kembali berkosentrasi pada patungnya. Meskipun konsentrasinya kuat dan dia membuat patung bahkan dalam waktu istirahatnya. Anehnya, sikapnya berbeda dari biasanya. Ketika ada orang lain bersama dengan dirinya, dia tak pernah mengabaikan seseorang tersebut, yang mencoba untuk berbincang-bincang. Namun, karena tertekan oleh kata-kata yang terucap dari mulut Weed, Da’in tak menyadari itu.
'Kita sudah pernah mengucapkan selamat tinggal dulu. Jadi tak apa-apa jika dia tak menyukaiku.'
Da’in menahan hatinya yang berdebar kencang dan berbicara lagi. "Lalu... adakah seorang gadis yang kamu suka di masa lalu?"
Meskipun dia kadang-kadang bertindak tak terduga dan memiliki banyak sisi aneh. Misalnya, menyembuhkan monster seperti Ghoul, si gadis mengerahkan segenap keberanian untuk mengajukan pertanyaan itu.
Jari-jari Weed berhenti sejenak, dia gemetar sedikit dan tegang. Namun, dia segera menahannya dan menjawab.
"Tak ada gadis yang pernah aku sukai."
"Ya ampun!"
Da’in bersusah payah tersenyum.
"Kalau begitu, kamu tak pernah mengatakan kepada siapapun jika kamu menyukainya, bahkan tak sekali pun?"
"Ya, karena tak ada yang aku suka."
Da’in menggigit bibirnya. Dia berpikir jika ternyata di dunia ini ada seorang pria yang berputus-asa pada gadis dengan hati yang dingin.
"Aku paham. Ada sesuatu yang harus aku lakukan sebentar, jadi aku akan pergi sekarang."
Weed bahkan tak melihat ketika membalas.
"Silakan saja."
"Lalu..."
Da’in log out.
"Fiuh."
Weed mengumpulkan patung cahaya. Cahaya yang menyilaukan matanya menghilang, dan dungeon menjadi gelap. Hanya ada bunyi api unggun yang telah dinyalakan untuk merebus air dan menyiapkan makanan.
"Yellowy."
Moooo!
Sembari duduk di tanah, Yellow mengangkat kepalanya dan menjawab.
"Apakah kamu tahu siapakah gadis itu tadi?"
Moooo!
Yellowy memukulkan ekor pendeknya di tanah sambil memiringkan telinganya. Dia mungkin akan mendapatkan ribuan omelan, jika dia pura-pura mengabaikan Weed.
Weed berbicara dengan tenang.
"Cinta pertamaku."
Cinta pertama yang seorang pria tak pernah bisa lupakan. Dia tak bisa melupakan kenangan yang tercipta oleh cinta pertamanya, bahkan dengan berlalunya waktu.
"Namanya Da’in... profesinya adalah Shaman. Aku pertama kali bertemu dengannya di Lavias."
Dia tak bisa mengenalinya pada pandangan pertama, karena penampilannya telah sangat berubah karena kutukan. Namun, dia adalah gadis yang mendengarkan perkataan orang lain dengan baik, dan juga begitu menyenangkan untuk diajak berbicara tentang segala sesuatu.
Weed sudah menyadari eksistensi gadis itu, hanya dari salam ataupun beberapa patah kata yang dia ucapkan.
Sebagai Shaman, kemahiran skill miliknya bisa disebut tiada bandingnya, dan kemampuannya dalam menggunakan berbagai macam sihir juga tak ada lawannya. Dia memberikan sihir dukungannya begitu saja karena itu nyaman baginya, layaknya suatu kebiasaan.
Tapi dari perspektif Weed, dia bisa dengan jelas menyadari siapa si gadis, yang seketika dia menggunakan sihir pendukungnya.
"Da’in. Itulah dirinya. Bagaimana bisa aku lupa pada seseorang yang begitu penting?"
Itulah perasaan batin Weed, dia tak sanggup mengkhianati perasaan tersebut, ketika gadis itu hadir di dekatnya.
"Aku senang melihatnya karena setelah sekian lama kami tak bertemu. Fakta jika dia masih hidup, agaknya... tapi apakah dia ingin melupakan masa lalu, karena dia menyelesaikan operasi dan mendapatkan hidup baru? Aku tak tahu mengapa dia pura-pura tak mengenaliku, tapi pasti ada suatu situasi atau alasan."
Yellowy menatap Weed dengan matanya yang besar dan jernih. Yang tercermin di mata si sapi lugu adalah seorang pria yang sedang dalam keadaan sedih dan melemaskan bahunya.




< Prev  I  Index  I  Next >