Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

***Dukung kami: Traktir ngopi! (min Rp 1.000,-)***
Laporan Donasi

LMS_V18E03P01 Terbang

gambar


3. Terbang (1)



Mereka melintasi gurun, sungai, dan padang rumput di selatan.
Untuk melintasi perbatasan dari Afrika ke negara-negara lain, kamu harus membayar biaya masuk yang cukup mahal. Di perbatasan dari gurun, ada dua aliran sungai yang didatangi oleh hewan-hewan untuk meminum air.
Ada segala macam mahluk hidup dari kerajaan hewan seperti antelop, zebra, cheetah, serigala, banteng, monyet, dan rusa. Langit dipenuhi dengan kawanan burung, yang memiliki bulu berbagai warna. Choi Jong Bom berkata pada Lee Hyun.
"Ini sangat menakjubkan. Ini seperti sebuah kebun binatang besar."
Hewan-hewan di alam liar!
Lee Hyun mengangguk.
"Tepat seperti yang kamu katakan."
Burung gereja yang hinggap di tiang telepon, bahkan tak bisa dibandingkan dengan semangat hewan yang ia rasakan, dari hewan-hewan seperti burung bangau merah muda. Jeep itu aman dari serangan-serangan binatang, karena jeep itu terbuat dari baja yang diperkuat. Tapi, mereka tetap harus berhati-hati, agar kendaraannya tak terbalik.
Lee Hyun melaju di medan kasar bersama dengan Choi Jong Bom. Mereka tak merasa lelah untuk melihat hewan-hewan itu. Kebanyakan dari hewan-hewan itu, di Korea dikurung dalam kandang. Tapi, di sini ada para herbivora yang memakan rumput di mana-mana.
Ada jerapah-jerapah yang melihat sekeliling dengan lehernya yang panjang, untuk mengawasi bahaya dari para binatang buas. Para singa lapar yang mencari mangsa tengah berkeliaran. Para buaya berenang di sungai.
Pada malam hari mereka akan tidur di dalam mobil.
Kuuueng! Kuuuueng! Kuuueng! Kueng! Kueng!
Kihaaaah!
Itu mengejutkan karena para binatang liar berlarian, sambil berteriak-teriak dengan ribut. Malam hari di Afrika sangatlah berbahaya.
Mereka pergi untuk mengantarkan obat-obatan pada desa-desa orang Afrika, di padang rumput yang luas. Mereka pergi ke kota-kota yang lebih besar, untuk mengantarkan persediaan-persediaan ke tempat-tempat lain.
Lee Hyun kemungkinan akan senang dengan apa yang ia lakukan, tapi ada sesuatu yang mengganjal dibenaknya. Datarannya sangat indah, karena ada banyak binatang. Tapi, dia menyadari sifat menyakitkan yang sejati.
Adalah seberapa dalamnya kemiskinan yang berakar pada orang-orang ini. Afrika adalah tempat tinggal minoritas terbesar di dunia, dan tak seorangpun tahu berapa banyak anak-anak yang kelaparan di tempat seperti ini.
Sepasang sepatu yang dibeli di Korea, akan cukup untuk menyelamatkan hidup dari 10 anak di Afrika.
'Namun, aku tak menderita apa-apa. Aku harus bercermin pada hal ini. Mulai dari sekarang, aku harus mengerahkan lebih banyak upaya dan bekerja lebih keras lagi.'
Bukannya mengeluh tentang masa lalunya, motivasi sejatinya adalah untuk masa depan.
Kehidupan, kodrat, nasib, dan impian.
Dari melihat kehidupan di Afrika, dia meluangkan waktu untuk memikirkannya. Dunia memang tak adil.
Ketika beberapa orang sedang tertawa sambil menonton TV, ada banyak orang di luar sana yang sakit, kelaparan, dan sekarat.
SD, SMP, SMA, kuliah.
Mereka tak menerima edukasi, dan tak bisa bermimpi melakukan sesuatu sebagai orang dewasa.
Perjalanan!
Awalnya, dia tak mau pergi ke manapun, tapi sekarang, dia tak menyesalinya untuk pergi. Sudah empat hari sejak mereka berada di Afrika. Di akhir hari itu, mereka akhirnya mencapai kota tujuan mereka.
Lee Hyun melepaskan masker wajahnya, yang dipenuhi dengan pasir. Ada banyak debu di rambut dan sekujur tubuhnya.
"Sahyung, di mana ini?"
"Ini adalah pusat Afrika."
Di pusat Afrika ada banyak gedung-gedung besar dan toko. Ada banyak turis, sehingga ada kestabilan ekonomi dan bisnis kota dalam perdagangan multinasional.
"Kita sudah menyelesaikan pengantaran semua obat-obatan, jadi sisanya adalah waktu bebas.
"Aku akan mandi."
Lee Hyun dan Choi Jong Bom pergi ke sebuah hotel, untuk membersihkan diri mereka.
Kemudian, mereka melakukan tur kota Afrika. Ada orang-orang hitam yang masuk dan berada di sekitar gang dari perkampungan-perkampungan kumuh. Para turis dari seluruh dunia bisa dijumpai di sini, di Afrika.
Kota itu memiliki keamanan yang sangat bagus, tapi orang-orang berhati-hati untuk tik terlalu dekat dengan Lee Hyun dan Choi Jong Bom. Dari cara mereka melihat dan berpakaian, mereka tampak seperti sekelompok bandit gurun.
Hari berikutnya mereka naik pesawat. Mereka pergi ke utara dari Afrika, menuju ke Eropa. Sehingga mereka harus melintasi samudra.
"Kemana kita akan pergi sekarang?"
Lee Hyun menanyai Choi Jong Bom yang membawa sebuah tas parasut.
"Kita akan ke sini."
"Ya?"
"Setiap pria sejati harus mencoba terjun payung sekali kan?"
Lee Hyun menatap keluar jendela dari pesawat. Rumah-rumah di Eropa tampak seperti titik-titik kecil, dan jalanannya tergambar seolah-olah kabur.
"Aku tak pernah terjun payung sebelumnya."
"Kamu akan merasakannya."
Mereka menerima pengarahan singkat dari seorang instruktur Perancis, tentang bagaimana caranya melompat. Beruntungnya pria itu juga mempelajari pedang dari dojo, sehingga dia bisa menjelaskannya dengan cepat dalam bahasa Korea.
"Buka!"
Pintu hangar dari pesawat itu terbuka, menyebabkan seluruh tubuh mereka berguncang, karena angin yang berhembus pada mereka.
Choi Jong Bom berteriak.
"Aku akan pergi duluan!"
Choi Jong Bom melompat keluar dari pintu hangar secara menakjubkan, dan mulai jatuh ke arah tanah. Berlari secepat yang dia bisa, Lee Hyun melompat keluar dari hangar pesawat.
Pada saat itu. Dia berada di tengah-tengah langit biru. Dia bisa merasakan angin berhembus melewati tubuhnya, saat dia turun kearah tanah.
Itu seperti ketika dia turun dari City of Heaven, Lavias!
Dengan seluruh tubuhnya jatuh dalam secara bebas, dia merasa seperti memiliki kebebasan untuk pergi kemanapun.
Hotel bintang lima di Paris, Perancis.
Lee Hyun dan Choi Jong Bom menginap di sebuah kamar yang paling atas. Setelah mereka masuk bersama karyawan hotel, staf hotel menampilkan penampilan aneh pada mereka. Mereka telah salah paham, karena ada banyak orang gay di Korea dibandingkan dengan Eropa.
"Ayo minum!"
Hotel yang mereka tempati di Perancis, dilengkapi dengan ruang wine.
Choi Jong Bom melemparkan tasnya ke samping, mengeluarkan pisau tangan, dan menancapkannya pada wine berkualitas tinggi. Dia tak tertarik menggunakan pencabut sumbat botol. Kemudian, dia menuangkan wine dingin ke gelas dan meminumnya.
"Ah, sungguh menyegarkan! Apa ada wiski atau soju di sini?"
Sebagai seorang pria Korea tipikal, dia menyukai meminum soju.
"Tak ada yang seperti meninum soju!"
"Ya. Itu bagus untuk menjadi jujur! Bukankah ada beberapa siswa SMP dan SMA yang meminum wine? Soju adalah yang terbaik."
Mereka tak bisa memahami rasa dan aroma dari wine.
Itu hanya pahit!
Bagi Choi Jong Bom, dia tak bisa menikmati minum wine, karena itu tak disukainya.
"Aku tak mengerti, kenapa ini mahal sekali. Ini adalah minuman yang terburuk."
Mereka telah menghina semua pecinta wine di seluruh dunia!
Di sisi lain, soju nikmat bersama makanan seperti babi, dan diminum bersama teman, serta menciptakan suasana yang lebih ramah.
"Soju sangat enak di negara manapun."
Lee Hyun dan Choi Jong Bom pergi ke teras yang menghadap ke Menara Eiffel, sambil meminum alkohol. Kedua pria itu semakin menikmati alcohol, karena hal itu tak mengeluarkan biaya apapun. Di luar jendela ada Sungai Seine dan bangunan-bangunan bersejarah dari Paris.
Di Eropa ada pepatah mengatakan, jika Paris memiliki jalanan yang paling indah. Di lobi hotel ada patung-patung dan lukisan penuh warna yang cerah di setiap koridor. Bahkan, alkohol dari mesin pendingin memiliki perasaan yang eksotik di dalamnya. Choi Jong Bom memutar-mutar botol minuman keras saat dia berkata.
"Daripada merasa terkurung dan menonton TV, bagaimana kalau kita berjalan-jalan di Perancis."
"Baiklah."
"Ambil parasut."
"Ya."
Ada sebuah film yang dimainkan di TV yang populer di Eropa dan Amerika. Hotel bintang lima juga memiliki siaran China dan Jepang, tapi variasi dari acaranya tak memiliki banyak acara TV profesional Korea. Lee Hyun mengambil camcorder bersama dengan pasrasutnya. Segalanya akan direkam oleh camcorder itu.
"Huhuhu."
Choi Jong Bom mengeluarkan tawa jahat di depan kamera, saat dia berjalan ke teras.
"Kamu berjanji jika kamu akan menginap di hotel bintang lima. Ayolah, ayo pergi."
Mereka tak membutuhkan elevator. Choi Jong Bom secara dramatis melompat dari teras. Itu tampak seolah-olah dia ingin melakukan tindakan bunuh diri. Satu-satunya hal yang lain adalah langit malam di Paris.
"Jadi pengalaman-pengalaman seperti ini adalah bagian dari perjalanan."
Lee Hyun dengan cepat mengikutinya. Dia menaiki pagar pembatas dan melompat ke tanah. Dia segera menarik parasutnya dan dia turun perlahan-lahan ke tanah di langit malam dari Paris.
Hotel tempat mereka menginap sangatlah tinggi, jadi dia bisa melihat pemandangan Paris. Namun, dia perlahan-lahan semakin dekat dengan tanah!
Karena Choi Jong Bom lebih berpengalaman menggunakan parasut, dia sampai di tanah terlebih dulu. Orang-orang sedang menatap mereka, karena mereka tiba-tiba turun dari langit. Kemudian seorang wanita Perancis yang cantik mendekati mereka. Dia bertanya dengan bahasa aslinya.
"Tu es d'ou (kalian dari mana)?"
Choi Jong Bom tak bisa bahasa Perancis. Tentu saja dia juga tak bisa bahasa Inggris. Dia melirik ke arah Lee Hyun, yang berada dalam keadaan yang sama.
"......"
Mereka terjebak dengan ekspresi membeku. Untuk memasuki sebuah universitas, GED diperlukan, untuk memiliki keahlian dasar dalam bahasa Inggris.
Mereka adalah orang Korea dan tak mempelajari bahasa asing manapun, sehingga mereka tak bisa memahami si wanita Perancis itu. Lee Hyun memutuskan untuk mengabaikannya.
"Sahyung, ayo pergi makan hot dog."
Dia datang untuk membantu Choi Jong Bom keluar dari situasi tersebut.
"Tentu. Bagaimana kalau di sebelah sana?"
Mereka mengabaikan wanita Perancis yang cantik itu, dan malah pergi ke kios hot dog.
Clap clap clap!
Pejalan kaki terdekat mulai bertepuk tangan pada mereka. Mereka ingin memberi selamat pada kedua orang itu, karena telah turun menggunakan parasut.



< Prev  I  Index  I  Next >