Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

***Dukung kami: Traktir ngopi! (min Rp 1.000,-)***
Laporan Donasi

LMS_V28E08P04

gambar


8. Armor yang Dirampas (4)



"Kemudian, pemuda itu mampu membeli sebuah rumah... Semuanya berubah menjadi sangat baik. Apakah sudah 1 tahun setengah, sejak masa-masa itu berlalu? Aku tak ingin dia hidup seperti itu. Kadang-kadang tubuhnya begitu sakit, tapi dia masih menjalankan usaha. Bahkan sekarang, dia masih mengumpulkan barang bekas untuk bertahan hidup."
Seoyoon hanya mendengarkan kata-kata tenang dari si nenek. Nenek itu tampaknya tersendat dengan emosi. Dia mendapatkan informasi yang bagus tentang Lee Hyun, sehingga dia tak bisa mengatakan apa-apa.
"Apakah sulit bagimu untuk datang ke sini? Ada banyak botol kosong dan kaleng di taman itu."
Si nenek memberi informasi berharga tentang hidupnya. Dia berbicara tentang Lee Hyun lagi, sambil dia menatap ke arah pergunungan.
"Meskipun dia bisa menerima berbagai manfaat dengan pergi ke kantor pemerintah, dia masih harus membesarkan saudari kandungnya."
Neneknya berada dalam situasi yang sangat sulit saat itu. Dia tak tahu kapan tunjangan kesejahteraan akan datang. Tapi, dia berhasil melalui musim dingin dengan selamat, berkat dukungan dan saran.
"Pada musim dingin yang lalu, dia menempatkan selimut listrik dan beras kimchi di rumahku, pada waktu fajar. Bukan hanya aku yang menerimanya, tapi setiap orang tua di daerah sekitar juga menerimanya. Pastinya dia membutuhkan cukup banyak uang untuk melakukan itu... Tapi, ada seorang pria tua yang melihatnya menempatkannya di tengah malam."
"Dia melakukannya."
"Salju turun cukup banyak, sehingga banyak pekerjaan di pagi hari untuk menyingkirkan timbunan salju tersebut. Tapi pemuda itu masih saja membuat kotak bekal makanan, membungkusnya dengan rumput laut, dan membawanya keluar dari rumah setiap hari."
"Tak ada alasan untuk membuatnya, jika orang tidak memakannya. Jika kamu suka, silahkan bawa. Aku pun membuatnya sekarang."
"Terima kasih. Aku tak tahu bagaimana caraku membalas budi baik ini."
"Makanan hanya akan berakhir di tong sampah."
Lee Hyun dan adiknya membuat banyak makanan selama setengah bulan.
"Dan dia juga memberi kami beberapa obat. Jika dia melihat kami terluka, maka dia tak akan pergi tanpa merawat kami... Biaya rumah sakit cukup tinggi hari ini. Tapi, hatiku terasa hangat, setiap kali dia memberitahuku untuk berhati-hati."
Air mata berkumpul di kelopak mata Seoyoon. Dia mengerti. Lee Hyun telah mengalami banyak penderitaan di masa lalu, sehingga dia bisa memahami rasa sakit orang lain.
"Dia bahkan membantu salah seorang nenek untuk pergi ke rumah sakit, dan membayar tagihan pengobatan yang memberatkan nenek tersebut. Tak ada satu pun orang tua di lingkungan ini, yang belum menerima bantuan dari pria muda itu.
Dia juga membeli buku untuk anak-anak yang hidup tanpa orang tua, dan membantu mereka belajar. Itu sungguh perbuatan yang mulia..."
Seoyoon menuju ke rumah Lee Hyun, setelah mengantarkan si nenek ke rumahnya.
Guk! Guk! Guk!
Anjing menggonggong di depan rumah yang senyap.
'Jangan-jangan...'
Seoyoon merasa hatinya berdebar, saat dia membuka pintu gerbangnya. Ada 7 gembok yang berbeda di pintu gerbang, tapi untungnya dia memiliki semua kunci untuk membuka gembok-gembok tersebut.
Dia berjalan melalui halaman dengan langkah kaki gemetar, dan berdiri di depan pintu. Dengan remang-remang, dia melihat seseorang terkapar di ruang tamu.
'Tidak!'
Seoyoon membuka pintu depan dan masuk ke ruang tamu. Lee Hyun terbaring pingsan di lantai ruang tamu.
"Hiks hiks hiks hiks hiks hiks."
Hatinya terguncang bagaikan orang gilam sambil air mata menetes di pipinya. Make up yang baru saja dia poles di salon kecantikan, kini menjadi berantakan karena tersapu air matanya. Hati Seoyoon terasa nyeri, saat melihat sesuatu yang seharusnya tidak pernah terjadi.
Suatu pintu yang selama ini tertutup rapat dalam pikirannya, kini terbuka.
'Ketika aku masih kecil... Ini adalah sama.'
Ketika Seoyoon masih kecil, dia telah menyaksikan sesuatu yang benar-benar tak ingin dia lihat. Itu menyebabkan luka lebar pada pikirannya, sampai akhirnya dia bertemu dengan Lee Hyun. Orang yang selama ini membantu Seoyoon, kini sedang terbaring tak sadarkan diri.
"A-A-Aku..."
Dia terhuyung-huyung, karena kakinya terasa lemas. Dia bahkan takut untuk mendekati Lee Hyun. Sesuatu yang berharga telah diambil darinya, saat dia mendorong gerobak tadi.
"K-kenapa dia melakukan ini? Kenapa?"
Seoyoon merintih. Suatu gelombang kesedihan yang besar meluap di dalam dirinya, dan dia berpikir jika dia tak akan pernah bisa tersenyum lagi. Kemudian, Lee Hyun mulai bergerak dan berkedut. Dia masih hidup, sehingga ide untuk memanggil ambulans terlintas di kepala Seoyoon.
"Keeeeeeok!"
Dia menguap panjang. Si gadis tiba-tiba melihat jejak bekas nasi goreng kimchi dan jjapaghetti (mie instan kacang hitam) di atas meja, di ruang keluarga.
Lee Hyun menyentuh perutnya.
"Aku sembarangan tidur, setelah makan terlalu banyak. Dan sekarang, aku harus pergi ke kamar mandi."
Seoyoon menatapnya dengan air mata bercampur noda make up dan juga kemarahan. Tampaknya terlalu berlebihan, jika si gadis berpikir pria sebusuk itu berniat bunuh diri.



< Prev  I  Index  I  Next >