Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

***Dukung kami: Traktir ngopi! (min Rp 1.000,-)***
Laporan Donasi

SL_238

gambar


SL 238

Apakah akan terlihat seperti ini, jika seseorang merefleksikan neraka ke dunia?
Langit dipenuhi dengan awan gelap, dan tanah ditutupi dengan darah, jeritan, abu, dan bau kematian.
Hanya raja-raja yang lahir dari kegelapan, yang bisa benar-benar menghapus semua cahaya, yang ada di bumi seperti ini.
Di garis depan adalah seekor naga.
Itu Solan, Monarch of Dragon. Dia berada di atas kota yang telah hancur. Dan tatapannya menyapu ke seluruh daerah.
‘Apa yang terjadi padanya?’
‘Sejak itu, Monarch of Shadow belum muncul kembali.’
Ketika Jin Woo menunjukkan kehadirannya sebelumnya, Naga berpikir jika itu deklarasi perang dari Monarch of Shadow.
‘Sudah terlalu lama.’
Jantung miliknya seakan mati, karena terlalu lama berada di dalam celah dimensi, mulai kembali panas setelah waktu yang sangat lama. Kehadiran musuh yang bisa mengancam nyawanya, membuat dirinya senang.
Perang yang sebenarnya akan segera terjadi. Perang Kehancuran adalah hadiah yang merupakan hasil dari campuran kegilaan.
‘Apa yang bisa dibandingkan dengan suka cita ini?’
Tapi, apa yang ia harapkan tidak terjadi. Monarch of Shadow yang menunjukkan keberadaannya, tidak muncul kembali, dia seperti benar-benar menghilang.
Monarch of Dragon itu yakin.
Jika Monarch of Shadow pasti akan kembali. Dan kini, dia sedang merencakan sesuatu untuk bisa melawan 10 juta pasukan gabungan, agar kemunculannya tak seperti bunuh diri.
Tapi, jika Jin Woo melarikan diri, kenapa dia melakukan itu?
 ‘Apa yang coba ia lakukan?’
Seiring berjalannya waktu, Monarch of Dragon menjadi gugup.
Selama dia tak tahu, kapan dan dari mana Monarch of Shadow akan menyerang. Dia tak punya pilihan, selain menggerakkan pasukannya dengan lebih hati-hati.
Dan karenanya, pergerakan pasukan menjadi sangat lambat.
Itu juga cukup merepotkan Monarch of Dragon yang ingin segera mempersiapkan pertarungannya dengan para Rulers.
Mungkin.
“Apa Monarch of Shadow sedang membuat prajurit dengan membunuh orang-orang mereka sendiri?”
Tapi Monarch of Dragon tahu, jika Monarch of Shadow bukan orang yang seperti itu. Dan setidaknya, itu juga tak akan membantunya bertempur, melawan Legion of Destroyer.
 Lalu..
 Monarch of Dragon mendengar suara yang mengganggu.
 “Tuan, manusia datang,”
Salah satu naga kuno yang mengawalnya, memberi tahu serangan manusia.
“Aku pikir, manusia dan Hunter yang sudah bisa berurusan dengan Mana. Semuanya datang ke wilayah ini.”
Saat naga pengawal menunjukkan ekspresi keheranan sambil mengangkat kepalanya, banyak rudal yang muncul di langit.
Kugugugugu Kuguugu !
‘Makhluk yang lemah sangat bodoh, hingga mereka tak bisa mengerti.’
Manusia tak menyerah, mereka mengirimkan senjata mereka sendiri yang tak memiliki Mana. Walau mereka juga tahu, jika itu tak akan berpengaruh.
‘Membosankan,’
Alis Monarch of Dragon menggeliat. Rasa gugupnya berubah menjadi jengkel, dan jengkel itu segera menjadi kemarahan.
 “Kau tak keluar?”
Setelah rudal muncul. Para tentara manusia muncul dan menunjukkan diri di hadapan pasukan monster. Dan saat para pilot yang membawa pesawat tempur dengan taruhan nyawa, melihat bencana macam apa yang berada di ujung cakrawala. Mereka tak bisa berkata-kata.
“Ibu…”
Pilot terkejut untuk sementara waktu. Dan segera, nafas api dikeluarkan dari mulut bencana itu dan menelan semua pilot.
Kwaaaa…
Hanya dalam satu menit.
Kehidupan para pilot memudar, tanpa membeli satu menit-pun waktu. Tapi atas pengorbanan mereka, Monarch of Dragon yang gila itu mengangkat kepalanya ke langit dan mengeluarkan auman yang mengerikan.
“Aaaaah! Aaaaah!”
Itu adalah deklarasi perang yang ia keluarkan untuk Monarch of Shadow.
* * *

Jin Woo mendengar raungan itu.
Tapi, dia dengan lembut menggelengkan kepalanya, dan kemudian menutup matanya.
‘Ini adalah waktunya.’
Ketika dia membuka matanya lagi, bagian dalam bangunan yang telah dibuat oleh ‘Ber’ mulai terlihat. Ada kegelapan dan keheningan di dalam ruangan yang tak terlalu besar itu.
‘Apakah ini yang disebut momen keheningan?’
Jin Woo tak membenci kegelapan dan keheningan, di ruangan yang sepi itu. Pada saat itu, ketika dia melihat orang bangunan putih ini, dia menyesal karena mengganggu ‘Ber’.
“Terima kasih, ‘Ber’.
‘Ber’ yang diam-diam menunggu di bawah bayangan Jin Woo, mendorong kepalanya melewati kegelapan.
 “Tuan… “
“Aku tahu.”
Jin Woo dengan cepat memotong kata-kata ‘Ber’.
Di sebelahnya.
Bellion muncul dan teriak.
“Itu terlalu berbahaya, Tuan,”
Kemudian, seolah-olah ia menunggu,Ygritte mengulurkan tangannya keluar. Lalu, berlutut dihadapan Jin Woo.
“Aku juga memikirkan hal yang sama, Tuanku.”
Ketiga komandan ingin Jin Woo mengganti rencananya.
Jin Woo lalu memandangi mereka.
Shadow Army tak akan mati, sampai nyawa Monarch of Shadow menghilang. Mereka tak khawatir akan nyawa mereka. Tapi yang mereka khawatirkan, adalah Tuan mereka sendiri.
Tapi terkadang, ada saat-saat di mana kamu tetap harus melakukan sesuatu, walau tahu jika itu sangat berbahaya. Dan saat ini, waktu bagi Jin Woo melakukan itu.
 “Asborn… mantan Monarch of Shadow mengatakan, itu baik untukku.”
Poin yang ia lihat sesekali, memang aneh dan kadang agak sembrono. Jin Woo sama seperti seekor kuda.
 “Jika dia berada dalam situasi yang sama denganku, apa yang akan dia lakukan?”
“…..”
Bellion yang mengingat bayangan mantan Monarch of Shadow, tak bisa menjawab.
Ketika semua ‘Fragment Cahaya’ bekerja sama ingin membunuh ‘Absolute’. Hanya Asborn, mantan Monarch of Shadow yang mencoba menghentikan itu.
Dia tak akan berhenti melakukan apa yang harus ia lakukan, dalam keadaan apa pun.
Saat itu Bellion sadar akan sesuatu.
Dia mengangkat kepalanya, dan apa yang ia lihat adalah, Jin Woo yang tersenyum.
‘Dia sama … sepertinya.’
Wajah Jin Woo tumpang tindih dengan wajah Asbon.
‘Ini…’
Bellion yang menundukkan kepalanya lagi, kemudian mengucapkan sumpah tulusnya kepada Jin Woo.
“Aku akan bersamamu sampai akhir.”
Tak ada pasukan lain yang memiliki gagasan yang sama seperti pasukan ini.
“Baiklah.”
‘Aku harus melakukannya dengan benar.’
Jin Woo tertawa.
Sekarang, dia benar-benar merasa jika dia kehabisan waktu, dia lalu mengeluarkan ponselnya. Ini mungkin kesempatan terakhir baginya untuk menghubungi keluarganya.
 “…..”
Tapi, Jin Woo tak bisa menekan tombol panggil.
Jin Woo merasa, jika dia mendengar suara ibu dan adiknya, dia tak akan bisa melangkah lebih jauh dari sini. Dia benar-benar merasakan hal itu.
Creack !
Di tangan Jin Woo, ponsel itu hancurk.
‘Mendengarkan suara mereka akan menunda pertarungan ini.’
Jin Woo sekali lagi menetapkan pikirannya dan membuka Inventory-nya. Lalu, mengerlukan Karmish’s Wrath di tangannya.
Dan..
Jin Woo merobek kaus yang dia pakai, dan membentuknya seperti tali. Lalu, dia meletakkannya di tangan yang memegang Dagger.
Meskipun tangannya tak akan menjatuhkan Dagger, itu adalah tindakan untuk memperkuat serangan, dengan cara Jin Woo sendiri.
JIn Woo mengikat Dagger dengan kuat di kedua tangannya. Otot-otot tubuh bagian atas yang solid, muncul dan bergerak seolah-olah mereka hidup, setiap kali Jin Woo bernapas.
‘Yosh.’
Perasaan gembira sebelum pertempuran, diam-diam menghinggapi dada Jin Woo.
 Jantungnya masih berdetak dengan ringan. Ini adalah perasaan yang selalu ia rasakan, tepat sebelum masuk ke dalam Dungeon. Dan Jin Woo selalu menyukai perasaan menggembirakan, yang menyebar ke seluruh tubuhnya ini.
Baik tubuh dan pikirannya sudah siap saat ini.
Kemudian..
Di mata Jin Woo, bayangan dan kekuatan yang menakutkan muncul.
Rencana yang ia simulasikan beberapa kali di kepalanya, sekali lagi muncul di pikiran Jin Woo.
‘Seharusnya tak akan ada kesalahan, apapun yang terjadi.’
Ketika kesiapan muncul di wajah Jin Woo yang mengeras, para General Commander yang mengerti, mengangguk.
Jin Woo lalu berkata dengan keras.
 “Mulai.”
* * *

Kantor Presiden Asosiasi Hunter Korea.
Woo Jincheol saat ini mengingat, apa yang pernah dikatakan kakeknya.
 “Jika kamu ingin mengetahui tingkat keparahan suatu insiden, perhatikan ekspresi para pembawa berita.”
Kakeknya yang menderita akibat tragedi dan bencana yang melanda Korea di masa lalu, duduk dengan Woo Jincheol muda di atas pangkuannya.
“Tak masalah, jika wajah mereka cerah. Tapi jika wajah mereka gelap, kamu harus berhati-hati. Itu adalah saat, di mana kau benar-benar harus takut …”
Woo Jincheol melihat wajah pembawa acara wanita, dia bergumam tanpa sadar.
“Sudah waktunya, bagi dia untuk menunjukkan wajah dingin.”
Ketika sesuatu yang benar-benar berbahaya terjadi, pembawa berita akan berusaha menjaga ketenangan mereka semaksimal mungkin, untuk mencegah kegelisahan audiens.
Tapi, itu tak selalu berhasil.
‘Kakek selalu mengatakan kepadaku, jika aku tak boleh melewatkan momen, ketika aku melihat itu.’
Pembawa berita di TV menceritakan apa yang sedang terjadi di Amerika Serikat sekarang, dengan wajah dan suara yang dingin, seperti kata-kata kakekku.
[… ketika kontak dengan para Hunter terputus, pemerintah Amerika mendesak unit militer untuk memberi waktu, bagi warga untuk mengungsi …]
Woo Jincheol lalu menutup matanya.
‘Aku tak yakin bisa terus menonton tragedi yang terjadi di sisi lain dunia ini.’
Dia sudah melihat persis seperti apa musuhnya, melalui ingatan yang ditunjukkan Jin Woo. Dan Woo Jincheol sangat yakin, jika itu adalah bencana yang tak dapat ditahan.
Amerika Serikat yang memiliki kekuatan tempur terkuat, akan jatuh ke tangan monster.
Apa yang dapat dilakukan manusia sekarang, hanyalah berdoa agar mukjizat terjadi.
Tapi..
‘Mujizat apa yang dapat mencegah bencana itu terjadi?’
Woo Jincheol menggelengkan kepalanya, seolah sedang berusaha mengaburkan pikirannya.
‘Yah, itu hanya keajaiban. Terkadang terjadi dan terkadang tidak.’
‘Kalau dipikir-pikir … ‘
‘Tiga hari telah berlalu, sejak aku kehilangan kontak dengan Hunter Sung Jin Woo.’
Woo Jincheol melihat kemampuan Jin Woo, yang bisa menciptakan puluhan Gate dari pertemuan perwakilan dari seluruh dunia sebelumnya.
Hunter Sung Jin Woo bisa melarikan diri, jika dia ingin.
‘Apa mungkin dia sudah pergi ke tempat yang aman.’
‘Siapa yang bisa menyalahkan pilihan itu, walau meskipun itu benar?’
‘Pernahkah kamu berhadapan dengan ribuan tentara yang dilahirkan hanya untuk membunuh seorang diri?’
‘Atau apa kamu telah pergi ke tempat-tempat yang tak pernah tersentuh?’
Woo Jincheol tak bisa melakukan apapun, bahkan jika dia punya pilihan di tangannya.
Karena itu..
Sekarang manusia benar-benar harus berdoa.
“Tolong bantu kami…”
Kata Woo Jincheol saat ia menatap langit-langit kantornya, di mana tak ada jawaban yang ia terima.
 Jangan tinggalkan kami.”
Tapi saat itu juga.
“….?”
Mata Woo Jincheol tertuju pada TV. Dan pupil di matanya bergetar dengan sangat hebat karena itu.
* * *

“Ah! Ah ah!”
Angkatan Udara Amerika terkuat yang membual tak terkalahkan, tak berbeda dengan tentara Kanada.
Bang!
Pilot pesawat tempur yang mengalami kerusakan mesin, tiba-tiba berusaha melarikan diri dengan kursi pelontar darurat. Dan ketika dia di udara, dia menyaksikan rekan-rekannya yang tersapu dalam sekejap. Lalu dia berteriak.
“Tidak!”
Bang, Bang, Bang!
Ledakan dan kilat meledak di sana-sini. Bahkan dalam situasi yang membingungkan ini, dia masih bisa memanggil nama rekan-rekannya yang sekarang sekarat.
Dia turun dengan cepat. Namun dia beruntung, karena parasutnya bisa membentang sebelum menyentuh tanah. Dia berguling di atas tanah beberapa kali, dan menjadi sangat pusing karenanya.
Sniff..
Entah karena rasa sakit atau kebencian terhadap ketidak-berdayaannya, air mata mengalir dari mata pilot itu. Tapi, dia tak punya waktu lagi.
Walau bau mesiu dan bau darah tersebar di seluruh tempat, para monster yang merasakan napas kehidupan, mendekatinya dengan sangat cepat.
Pilot melepas parasut dengan terburu-buru, dan mengeluarkan pistol yang ada di punggungnya.
“Mati! Mati, kau brengsek!”
Bang! Bang! Bang! Bang!
 Beberapa tembakan yang membuat tuli terdengar, tapi itu tak cukup untuk menggores kaki para monster itu.
Klik, klik, klik.
Begitu pelurunya habis, pilot itu menyesal.
‘Seharusnya aku mati dalam pesawat saja.’
Tangan pilot meluncur turun dan jatuh tanpa kekuatan.
Monster tercepat yang mendekatinya adalah monster yang terlihat seperti seekor cacing.
Sanasha!
Pilot itu dengan kaki yang lemas, hanya bisa menyaksikan monster raksasa yang terlihat seperti cacing. menutupi bidang penglihatannya dan diam di hadapannya.
Erangan putus asa keluar dari mulutnya.
 “Sial…”
Saat itu.
Kwagagaga!
Monster cacing di hadapannya terkoyak, seolah-olah sedang dipotong oleh kuku binatang buas raksasa yang tak bisa dilihat.
 “Ya, Tuhan!”
Mata-nya yang menangis, kini mencari asal kejadian ajaib ini. Dan dia segera menatap seorang pria Asia sedang berdiri di hadapannya.
Meskipun ia membelakanginya.
Tak sulit mengatakan siapa pria itu, ketika pilot melihat dua Dagger yang berbeda di tangannya.
“Sung… Hunter Sung Jin Woo?”
Jin Woo berbalik dan menatap pilot itu.
Ekspresinya sangat kuat. Dan dari matanya, Jin Woo seakan berkata, ‘Lari’. Dan seperti yang diharapkan.
Ada lebih banyak musuh datang dari arah yang sama.
Suara pilot bertambah besar.
“Tapi, Hunter Sung Jin Woo, kamu sendirian …”
Kata-katanya tak selesai.
Kwagga !
Ketika Jin Woo melambaikan Karmish’s Warth lagi, monster di hadapannya terbelah seperti lembara kertas.
Jin Woo berbalik pilot itu lagi.
“Ini!”
“Ya, ya!”
Kemudian pilot yang bisa berdiri lagi berlari dengan sekuat tenaga. Setelah Jin Woo melihat pilot itu menjauh, dia berbalik kembali.
‘Aku baru saja memotong lusinan musuh dengan dua pukulan. Tapi itu hanya sepotong kecil gunung es raksasa.”
Musuh-musuh yang tampaknya berjumlah ratusan kali lebih banyak, mencium pertempuran itu. Ini adalah langkah pertama perang besar. Dan itu dimulai dari kematian monster cacing ini.
Lalu..
Jin Woo yang menarik bernafas sebentar, mengeluarkan kata yang akan menjadi titik balik perang.
“Bangkitlah.”



< Prev  I  Index  I  Next >

Post a Comment for "SL_238"