SL_250

SL 250
Siswa baru kelas satu berkumpul di lapangan untuk mengikuti
upacara masuk.
Karena para guru masih belum ketat kepada mereka, para siswa
yang baru-baru ini seorang murid SMP terus saja mengobrol dengan teman mereka.
Lalu.
“Diam!”
Para murid baru diam pada saat yang bersamaan, ketika Park
menatap dengan tatapan menakutkan. Dia muncul seperti hiu di tengah kawanan
ikan tuna.
“Siapa dia, siapa?”
Tak seperti namanya,Park yang bertanggung jawab atas
pendidikan jasmani, memiliki leher yang tebal, bahu yang lebar,,dan paha yang
tebal. Karena, dia pernah mengambil jurusan gulat.
Karenanya.
Kemanapun Park menatap, murid baru akan menundukkan kepala
mereka. Pertarungan awal semester bukan terjadi hanya antaran siswa saja.
Sebaliknya, dalam artian yang lebih penting untuk kenyamanan
proses belajar, dapat dikatakan jika pertarungan antara guru dan siswa, jauh
lebih penting daripada pertarungan antar siswa itu.
Dan dalam pertarungan itu.
Park tak pernah dikalahkan.
Sejak sepuluh tahun yang lalu, ketika dia pertama kali
berdiri mendominasi, Park akan selalu menang. Begitu juga tahun ini, atau tahun
yang akan datang.
Ikan Tuna di depan hiu, atau murid di depan Park. Mereka
hanya seperti serangga. Jadi, mereka tak bisa mengangkat pandangan mereka. Dan
hanya bisa menunduk untuk menatap lantai.
Di mana saja dia melihat, anak-anak yang berisik akan
menutup mulut mereka, seolah-olah mereka adalah tikus yang ditatap kucing.
Rekan-rekan gurunya yang melihat Park, mengirim pandangan
hormat.
Seseorang lalu berkata.
“Tuan Park... Aku akan merepotkanmu lagi tahun ini.”
Park memandang sekeliling para mahasiswa baru yang lelah,
lalu tersenyum.
“Ya, tak masalah.”
Tapi…
Hari ini, kemenangannya tak cukup memuaskan.
‘Mana target yang
diminta kepala sekolah untuk aku awasi?’
Akan sulit untuk mengatakan, jika dia telah melakukan
bimbingan siswa yang benar hari ini. Jika dia tak benar-benar bisa memecahkan
masalah anak-anak.
Park yang sedang memandangi wajah-wajah murid baru, segera
menemukan anak bermasalah itu.
‘Itu dia.’
Senyum Park menghilang dari wajahnya, ketika dia menemukan
tujuan awalnya.
Dibandingkan dengan rekan-rekannya, murid bermasalah ini
tinggi dengan banyak otot di setiap sudut tubuhnya, dan dua mata dengan
vitalitas yang kuat.
Park bisa melihat dari jauh, jika dia adalah seorang pria
yang kuat.
“Dia Sung Jin Woo.”
‘Tapi bagaimana
seorang pria berpangkat tinggi, akan mengakui seorang pria berpangkat tinggi
lain.’
‘Tak peduli seberapa
banyak kamu bermain, kamu hanya akan berubah menjadi domba yang patuh ketika
berada di depanku,’
Pikir Park.
‘Aku tak akan
memberimu kesempatan apapun mulai dari sini.’
Sampai sekarang, Park selalu percaya diri. Karena dia belum
pernah kalah. Dan keyakinannya itu membentuk aura yang keluar dari dirinya.
‘Baiklah..’
‘Ayo kita mulai.’
Park dengan cepat mengamati anak bermasalah itu, dari atas
ke bawah dengan dua matanya yang seperti seekor ular.
Matanya lalu melotot.
‘Itu dia!’
Park melihat sarung tangan hitam, menutupi salah satu tangan
anak yang bermasalah itu.
Bisakah dia membahas masalah anak yang berdiri di tengah
upacara pembukaan. Karena mengenakan topi atau sarung tangan yang tak sesuai
dengan peraturan sekolah, sebagai seorang pengawas siswa?
‘Jawabannya, tentu
bisa.’
Walau dia tahu ada bekas luka parah di tangannya. Dan itu
alasan dia mengenakan sarung tangan itu.
‘Aku sudah membaca
semua itu di file yang ditunjukkan oleh Kepala Sekolah.’
‘Tapi, aku perlu
alasan kecil untuk menekan anak yang bermasalah ini.’
‘Dan adakah alasan
lain yang lebih baik daripada menunjukkan kesalahan siswa ini?’
Park yang matanya bersinar, mendekati anak yang bermasalah
itu. Dan anak bermasalah itu masih tak memperhatikan pendekatannya.
Itu hal yang baik bagi Park.
Karena kejutan mendadak sangat efektif dalam menghancurkan
moral musuh. Ketika jaraknya sudah cukup dekat.
Park membuka matanya.
“Hei kau! Kenapa kau
memakai sarung tangan?”
Jin Woo menoleh saat mendengar teriakan Park, yang meledak
dengan keras di dekatnya.
Mata Jin Woo lalu bertemu dengan mata Park.
Pada saat itu.
“Uh, uh…”
Park melihatnya.
‘Ada banyak monster
hitam tak terhitung di belakang anak bermasalah itu.’
Dalam matanya, di mana para siswa sedang berkumpul telah
menghilang. Dan dia hanya bisa menemukan sejuta pasukan di yang mencapai ujung
cakrawala saja di sana.
“Huck!”
Park yang didorong oleh tekanan luar biasa, menjerit dan
mundur.
“Tuan!”
“Tuan Park, kamu baik-baik saja?”
Para guru di sekitar bergegas membantunya.
Ketika Park yang berwajah putih, memandang Jin Woo lagi,
penglihatannya sudah kembali normal.
“Yah, bagaimana kamu…”
Perhatian para siswa terfokus pada Park yang mengedipkan
matanya, dengan menggelengkan kepalanya secara terus menerus.
“Semuanya diam!”
“Tuan Park, apa kamu sedang tak enak badan?”
Wajah Park memerah, saat menatap mata para guru yang
khawatir dan pandangan siswa yang berantakan.
“Oh, tak apa-apa.”
Park yang telah berdiri kembali, cepat-cepat pergi dari
tempat Jin Woo.
Bellion yang mengawasi dengan tenang, berbisik kepada Jin
Woo dalam bayangan.
“Tuan, dia …”
“Ya, aku rasa dia melihatmu.”
Jin Woo mengangguk mengerti.
Terkadang ada orang yang memiliki indera yang jauh lebih
baik daripada orang biasa. Dan sering kali, mereka akan melihat sesuatu yang
berbeda dalam diri Jin Woo.
Sama seperti sekarang.
Apakah ini salah satu efek yang disebabkan oleh dirinya,
karena tetap berada di dunia ini?’
Jin Woo tak tahu jawabannya.
Jin Woo lalu memikirkan wajah guru yang meninggalkan aula
dengan tergesa-gesa, dan mendecakkan lidahnya.
Kemudian..
Siaran sekolah terdengar dari speaker.
“Sekarang, mari kita sambut kepala sekolah.”
Jin Woo yang melihat ke arah hilangnya Park, menoleh ke arah
siaran itu terdengar.
Itu hari musim semi yang cerah. Dan dahi terang kepala
sekolah, bersinar di bawah sinar matahari, menyinari kegembiraan siswa tahun
pertama ini.
***
Jin Woo sengaja mendaftar ke SMA ini, yang jaraknya cukup
jauh dari rumahnya. Hanya untuk beberapa alasan.
‘Aku tak mengenal satu
orangpun di kelas ini.’
‘Apa itu alami?’
Jin Woo yang melihat sekeliling wajah para murid baru, tertawa
getir.
Usia di mana jantungnya berdetak kencang karena masalah di
sekolah, telah ia lewati. Dan orang-orang yang berbagi kecanggungan di masa
lalu, sekarang menjadi menjengkelkan bagi Jin Woo.
Jadi, Jin Woo membuka buku yang ia bawa, di saat teman
sekelasnya yang lain terus mengobrol dan berusaha keras untuk membuat jaringan
pertemanan.
Dia telah belajar cara membaca yang baru, yang ia dapatkan
setelah menikmati ketenangan dengan menghabiskan waktu yang lama di tempat, di
mana tak ada suara.
‘Lagipula, apa yang
harus aku katakan? Karena semuanya pasti akan terpisah setelah beberapa dekade.’
Jin Woo dengan tekad yang kuat lebih memilih membaca buku
daripada menyapa teman sekelasnya.
Seseorang lalu mendekati Jin Woo yang berusaha menghabiskan
waktu dengan tenang.
“Yah, um, apakah kamu, um, kan?”
Suaranya kecil.
Jin Woo kemudian menoleh ke arah suara itu berasal. Ketika
tatapan Jin Woo beralih ke dirinya sendiri, pemilik suara yang telah sedikit
malu untuk sementara waktu. Mengkonfirmasi wajah Jin Woo dan menjadi lebih
berani.
“Sekolah menengah
pertama Jin Woo. Sung Jin Woo, kan?”
‘Siapa?’
Mata Jin Woo menyipit.
‘Aku kenal,tapi …’
‘Aku tak pernah
terlalu dekat dengannya. Jadi, aku lupa orang seperti apa dia. Dan bahkan namanya
juga.’
“Kamu tahu…”
Seolah-olah ini sudah kebiasannya, anak dengan kehadiran
yang samar-samar itu mulai memperkenalkan dirinya pada apa-apa.
“Aku, Oh Younggil. Kita berada di kelas yang sama di kelas
satu.”
“Ahhh..”
Jin Woo akhirnya ingat ketika dia mendengar namanya.
Ini adalah bocah yang menatapnya dengan iri, ketika di SMP.
Dia bocah yang selalu tak dianggap di kelas saat itu.
Jin Woo lalu mengulurkan tangannya yang terisi oleh campuran
keajaiban dan kesenangan.
“Senang bertemu denganmu, Younggil.”
“Oh…”
Sekarang, jabat tangan seorang siswa SMA agak asing bagi Jin
Woo. dan Oh Younggil yang ragu-ragu untuk sementara waktu, segera meraih tangan
Jin Woo.
“Aku juga…”
Jin Woo merasakan kelegaan kuat yang datang dari ujung jari
temannya ini.
‘Sungguh melegakan bertemu teman yang aku kenal di sekolah
baru, dan ruang kelas baru.’
Jin Woo lalu tersenyum dan itu membuat Oh Younggil merasa
nyaman.
Pemuda itu lalu bertanya.
“Apa kamu tinggal di dekat sini? Aku pindah tahun lalu.”
Saat itu berakhir.
Jin Woo segera akan menjawabnya.
Tapi..
“Tunggu sebentar.”
Jin Woo menoleh.
Empat anak yang tampaknya cukup miskin dalam kualitas banyak
hal telah mengelilingi Jin Woo dan Younggil.
“Apa yang kamu lakukan, kawan? Kamu memakai sarung tangan?”
Anak-anak menjentikkan sarung tangan yang menutupi tangan
kiri Jin Woo. Pendekatan ini, sangat jelas membuat wajah Younggil menjadi
gelap.
“Bocah ini sangat
lemah …”
Jin Woo yang sedang melihat wajah pengerasan temannya dengan
sedih, melihat kembali pada empat siswa di sekitarnya. Dan Jin Woo bisa melihat
wajah dan mata dengan niat buruk dari keempatnya.
Mereka berempat yang berasal dari SMP berbeda, sepertinya
telah sampai pada kesimpulan. Jika hanya ada satu orang yang bisa menjadi batu
sandungan, agar bisa memberikan kesan untuk teman-teman sekelasnya.
Dan sekarang.
Mereka pergi menemui pria yang akan menjadi penghalang niat
mereka.
Anak-anak yang tak tahu apapun terlalu berani. jadi apa yang
harus dilakukan Jin Woo yang berusia 30 tahun menghadapi ini?
Ini adalah situasi yang lucu.
Kelompok empat anggota yang tak tahu bagaimana mereka
dievaluasi, terus memprovokasi Jin Woo, yang telah kehilangan kata-katanya.
“Hei, lepaskan sarung tanganmu, biarkan aku mencobanya.”
“Tapi kenapa kamu hanya memakainya di satu tangan saja? Apa
ada naga hitam di sana?”
“Oh,tanganku! Aku mendengar kambing hitam di tangan kananku
melolong!”
“Ha ha ha!”
Jin Woo tertawa, ketika dia melihat empat anggota yang
tertawa satu sama lain, ketika mereka menertawakan sesuatu yang tak begitu
lucu.
Kemudian.
Mata empat orang itu berubah.
“Apa kamu bersenang-senang?”
“Apa telingamu rusak? Bukankah aku sudah menyuruhmu
melepaskannya?”
“Apa? Apa kamu memiliki tato di tangan kirimu?”
Kemudian..
Dalam bayangan, Jin Woo mendengar suara Ber yang sangat
bersemangat.
“Tuan! Jika Anda mengizinkanku, aku akan membuat keempat
orang ini….”
‘Aku tak akan
membiarkan itu terjadi…’
“Tapi…”
‘Jangan lakukan itu.’
Jin Woo yang memberi ‘Ber’ peringatan, melepas sarung
tangannya dan menunjukkan tangannya. Dia melakukan itu, sebelum mendengar
kemarahan prajurit lain. Dan luka bakarnya dari telapak tangan ke pergelangan
tangan Jin Woo, terkespos ke seluruh kelas.
“….”
“….”
Keempat orang yang telah kehilangan alasan untuk membully
sementara waktu, karena bekas luka yang tak biasa, tertawa.
“Kenapa kamu tak bisa diajak bercanda?”
“Hei, kenakan kembali sarung tanganmu. Aku khawatir itu akan
datang ke mimpiku.”
“Hush.”
Kelompok empat orang itu lalu mengundurkan diri, setelah
menilai itu lebih dari cukup.
Jin Woo yang mengenakan sarung tangan lagi tanpa berkata, melangkah
dan menginjak bayangan lantai yang bergerak diam-diam, mendekati kelompok empat
orang itu.
‘Apa yang mau kamu
lakukan?’
-Kieee!
Jin Woo yang telah menangkap ‘Ber’, yang marah dengan
anak-anak yang mencemoohnya. Kemudian mendongak.
‘Bukankah itu bagus?’
Semua musuh yang berada di celah dimensi telah mati.
Semua musuh yang mengancam dari balik Dungeon telah
terbunuh.
Tapi sekarang ini Seoul, Korea, di mana tak ada Gate. Tempat
yang penuh dengan rutinitas damai. Jadi, masalah kecil ini hanya bisa membuat
Jin Woo tertawa, karena yakin akan ketenangan dunianya.
‘Maksudku…’
‘Ya, itu akan
baik-baik saja, aku pikir.’
Tatapan Jin Woo berbalik ke belakang kelompok empat anggota.
Kemudian kaki seorang yang berada di bagian belakang kelas
tertahan oleh sesuatu yang tak terlihat, dan jatuh bersama 3 orang lainnya.
‘Ber’ yang diinjak oleh Jin Woo, menatap anak-anak yang
berguling-guling di lantai dan memandang Jin Woo.
“Tuanku..”
‘Itu lucu.’
Jin Woo yang tertawa pada saat itu, menyadari keberadaan
guru di luar kelas. Dan dia segera duduk diam, sambil melihat ekspresi guru
perempuan yang malu, saat menemukan 4 siswa laki-lakinya sedang berbaring di atas
lantai kelas.
Dan itu adalah awal masa SMA Jin Woo yang kedua.
Post a Comment for "SL_250"
comment guys. haha