SL_264

SL 264
Malam itu.
Jin Woo pergi menemui Yoo Jin Ho di restoran yang biasa
mereka datangi.
“Hyung-nim! Aku harus
memberitahumu sesuatu.”
Tak seperti biasanya, suara Jin Ho saat meminta Jin Woo
datang, sangatlah bersemangat. Mereka lalu masuk ke dalam restoran.
Jin Ho yang sedang menunggu dengan wajah gugup di pintu
masuk, mengangkat tangannya.
“Hyung-nim!”
Setelah lulus dari perguruan tinggi, Jin Ho yang belajar
kelas manajemen di bawah ayahnya, Ketua Yoo Myunghan, telah menjadi sibuk dan
hebat.
Tapi…
Dia masihlah saudara laki-laki bagi Jin Woo.
“Uh.”
Jin Woo yang tertawa dan menjawab, duduk di hadapan Jin Ho.
“Apa yang terjadi
begitu tiba-tiba, sehingga kamu tak mau mengucapkan sepatah kata pun padaku?”
Tatapan Jin Woo yang mengatakan demikian, melewati cangkir
shochu dan botol shochu yang sudah setengah kosong di tangan Jin Ho untuk
sementara waktu.
‘Pria yang tak boleh
dibiarkan minum … ‘
Apa pun yang ingin dia katakan, Jin Ho tampaknya membutuhkan
banyak tekad untuk itu.
Jin Ho yang ragu-ragu, lalu mengeluarkan sebuah kotak kecil
dari tangannya dan membukanya di hadapan Jin Woo.
Di dalamnya ada cincin mewah.
“Hyung-nim!”
“Apa?”
“Aku akan melamar Jin Ah kali ini!”
‘Aah.’
‘Ternyata ini.’
Jin Woo yang belakangan ini bingung dengan Jin Ah yang
banyak mengeluh, tertawa.
Jin Ho yang salah paham tentang senyum Jin Woo, memberi
kekuatan pada matanya dan berkata.
“Hyung-nim! Aku serius. Aku akan melamarnya hari ini. Tapi
cincin ini, akankah Jin Ah menyukainya?”
Jin Woo yakin adiknya akan senang, setelah memikirkan
bagaimana adiknya itu selalu menggerutu di dalam rumah itu.
Jin Woo lalu dengan sengaja menjawab dengan samar pada
pengakuan Jin Ho.
“Yah, entahlah.”
“Kuhhh…”
Jin Ho menundukkan kepalanya, seolah-olah mendengar sesuatu
yang menyakitkan, dan kemudian mengangkat wajahnya lagi.
“Tak apa-apa, Hyung-nim. aku punya banyak hadiah yang aku
siapkan untuknya. Karena aku tak tahu, apa yang baik untuknya.”
‘Bukankah dia terlalu
mengandalkan uangnya yang tebal?’
‘Apa sebenarnya yang
ingin orang ini lakukan?’
“Aku benar-benar memasukkan bangunan di asetku. Dan ketika Jin
Ah menyelesaikan kursus profesionalnya, aku akan membangun rumah sakit di sini.”
“Tunggu…”
Jin Woo memotong kata-kata Jin Ho.
“Apa bangunan ini… bangunan yang perkiraan harganya adalah
tiga puluh miliar?”
Jin Ho yang terkejut, membuka matanya lebar-lebar.
“Tidak, bagaimana
kamu…”
‘Tentu saja, aku tahu
harganya.’
‘Ini adalah bangunan
yang dibeli Jin Ho sebelumnya untuk membuat Guild Ahjin.’
Jin Woo kemudian mencoba menahan tawanya.
Jin Ho yang memiliki wajah merah, ketika melihat Jin Woo.
Dia membuat alasan tergesa-gesa.
“Hyung-nim, aku masih belajar dari ayahku. Jadi, aku hanya
bisa memberinya ini.”
“Tidak, tidak, Jin Ho ini…”
“Ya?”
Jin Woo berkata dengan serius, agar Jin Ho tak lagi salah
paham.
“Kamu tak harus terlalu keras, memberinya begitu banyak hal.
Kamu orang yang baik, kamu hanya perlu menunjukkan kepadanya siapa dirimu ini.”
“….”
Jin Ho yang telah menjadi pria bodoh, dan mendapatkan berkat
dari kata-kata Jin Woo, mulai menangis.
“Hyung-nim.”
Jin Woo menyadari sesuatu terlambat.
Dia baru ingat kembali kebiasaan Jin Ho jika dia minum. Lalu,
dia merasa tak enak dengan semuanya.
‘Aku ingin tahu, apa
kali ini yang ia inginkan.’
“Bisakah aku
memelukmu, Hyung-nim?”
“Tidak.”
‘Ya Tuhan.’
Jin Ho yang merah hingga ke ujung hidungnya, mencoba menahan
air matanya.
“Hyung-nim!”
Tapi karena JIn Woo lincah, Jin Ho tak bisa menjangkau Jin
Woo, walau nyaris.
Dia yang tak bisa menenangkan perasaannya, dia kembali ke
tempatnya.
“Ya Tuhan.”
Jin Woo tertawa pada Jin Ho yang terisak. Dia sedikit sama
dengan Jin Ah, dan JIn Woo sudah tahu itu.
Gambaran yang Jin Ho tunjukkan pada saat sebelumnya, lalu
muncul kembali.
Bahkan ketika dia dipaksa untuk memilih di Dungeon C-Rank
oleh para penjahat. Ketika dia ditangkap oleh seorang Hunter S-Rank yang
dibutakan oleh balas dendam dan disiksa.
Jin Ho selalu memilih keadilan daripada kenyamanannya
sendiri.
‘Dia anak yang baik.’
Itu evaluasi Jin Woo, setelah bersama Jin Ho untuk waktu
yang lama. Jin Woo lalu menuangkan minumannya ke gelas kosongnya.
“Apa kamu ingin bersulang untuk kesuksesanmu?”
“Apa?”
Ketika Jin Ho mendongak, Jin Woo mengulurkan gelasnya.
“Jika lamaranmu
berhasil, kita akan menjadi keluarga. Bagaimana kalau bersulang untuk itu?”
“Hyung-nim dan keluargamu yang sebenarnya…”
Jin Ho yang memiliki wajah basah untuk sementara waktu, mengangkat
gelasnya dengan pandangannya tetap, di tangan kiri Jin Woo.
Jin Ho sudah tahu apa yang ada di sarung tangan hitam
menutupi tangan kirinya. Tapi, dia tak tahu alasan dibalik itu.
“Eh… Hyung-nim.”
“Hmm?”
“Jika kamu tak keberatan. Bisakah aku mengajukan pertanyaan
kepadamu?”
“Apa?”
Jin Ho yang melirik
tangan kiri Jin Woo, berkata dengan sangat berani.
“Apa yang terjadi
dengan luka tangan itu… yang begitu buruk?”
Luka mengerikan yang mengingatkannya pada rasa sakit yang
luar biasa, dalam sekejap pandangan.
Biasanya, bukan kecelakaan biasa yang bisa menyebabkan luka
bakar seperti itu. Jadi, Jin Ho mengajukan pertanyaan yang itu dengan susah payah.
“Ini?”
Jin Woo yang menatap tangan kirinya sebentar, tertawa.
“Menyelamatkan dunia.”
Tatapan Jin Woo kembali pada Jin Ho. Dan Jin Ho tertawa
ringan pada jawaban Jin Woo, yang bukan masalah besar baginya.
“Hyung-nim, leluconmu…”
Jin Woo tak menjelaskan lagi dan hanya tertawa.
Segera setelah menyadari jika tangan Jin Woo telah memegang
cangkir selama beberapa waktu, Jin Ho mengangkat gelasnya tinggi-tinggi.
“Untuk ramalan yang berhasil!”
Jin Woo membawa gelasnya mendekat dan berdoa untuk
keberuntungan Jin Ho.
“Untuk ramalan yang harus berhasil.”
Kedua pria yang bersulang, kemudian mengosongkan gelas
mereka segera. Tak seperti Jin Ho yang mengerutkan kening karena rasa pahit
shochu, Jin Woo tertawa pahit dan meletakkan cangkir kosong di atas meja.
“Aku ingin sedikit mabuk di hari yang baik … “
Kekuatan absolut tak terlalu menyenangkan baginya, di saat seperti
ini.
Kemudian,
“Oh ya.”
Jin Ho tiba-tiba bertanya tentang keluarga Jin Woo.
“Bagaimana dengan mereka?”
“Ya, baik.”
“Bagaimana dengan Suho? Aku harus pergi menemui Suho nanti. Apa
dia sudah bisa berjalan?”
Jin Woo tertawa dan menggelengkan kepalanya.
“Tidak. Dia baru enam bulan, dan nyaris bisa merangkak.”
“Aneh, karena aku pikir Hyung-nim dan kakak perempuan bisa
lari, begitu lahir.”
“Apa itu, pendapatmu tentangku?”
“Ha ha ha.”
Jin Ho bermain dengan rambutnya dan tertawa. Kemudian dia
ingat, jika anak seorang anak membutuhkan orang tuanya saat tumbuh. Dan Jin Ho
dengan cepat mengatakan pemikirannya.
“Maka kamu harus pulang dengan cepat.”
“Baiklah!”
Akhirnya, Jin Woo pulang untuk menemui Cha Haein dan
putranya, Suho yang sedang menunggunya di rumah.
***
Sebuah rumah di pinggiran kota.
Ketika dia tiba di rumah, Jin Woo memarkir mobilnya di
garasi.
Ssh.
Itu adalah rumah besar, yang tak bisa Jin Woo dapatkan
dengan gaji detektif. Tapi, Jin Woo tak dapat dicurigai, karena orang yang tinggal
di rumah itu adalah seorang idola olahraga yang dikenal oleh siapa pun di
Korea.
Dan, fakta jika orang yang membangun rumah itu adalah Jin
Woo dan Cha Haein, juga membuat Jin Woo tak dicurigai.
Ketika Jin Woo memasuki rumah, dia bisa melihat dua komandan
yang gugup dari pintu masuk. Bellion dan Ygritte berdiri berhadapan dalam diam.
Dan tak mundur selangkahpun.
Segera, Cha Haein keluar sambil menggendong putranya, Suho.
“Honey.”
Jin Woo tertawa, dan dengan lembut mengangkat Suho dari Cha
Haein.
Kemudian...
“Pa..!”
Suho tertawa dan memeluknya ayahnya.
Jin Woo yang memegang Suho, lalu mengangguk pada para
komandannya dan bertanya.
“Apa yang salah dengan mereka?”
“Nya…”
Cha Haein yang ragu-ragu tersenyum, walau dia tetap tak
menjawab. Tapi, Jin Woo bisa memahami situasinya dengan segera, walau hanya
dengan itu.
Bellion lalu berkata, saat dia terus menatap Ygritte.
“Aku harus mengajari Tuan kecil cara menggunakan pedang. Bukankah
itu masuk akal, Ygritte?”
Tapi, Ygritte yang melawan Bellion, juga tak bisa dipercaya
oleh Jin Woo.
“Di dunia ini, nilai adalah yang terbaik,Bellion.”
Di satu sisi, ada
yang ingin mengajar pedang dan di satu sisi ada seseorang yang menjadi guru perlajaran.
Jin Woo terpana oleh pertempuran dua komandannya itu.
Jin Woo yang menyaksikan keduanya dengan wajah konyol, mendekati
satu langkah lebih dekat.
“Kalian…”
Ketika para komandan mengetahui jika Jin Woo mendekati
mereka. Mereka berbalik ke Jin Woo dan berlutut.
“Monarch!”
“Monarch!”
“Adalah hal baik untuk menjadi ahli ilmu pedang atau
belajar. Tapi, mengapa kalian tak mengkhawatirkan tentang hal itu, setelah dia
bisa berjalan?”
Bellion dan Ygritte saling memandang sebentar, dan kemudian
menundukkan kepala mereka ke Jin Woo.
“Anda sangat bijaksana.”
“Anda benar, Tuan.”
“Baik.”
Jin Woo yang memegang Suho, tertawa. Dan Suho dalam pelukan
ayahnya tertawa bahagia.
“Maafkan aku.”
Jin Woo tak yakin siapa yang salah. Jadi dia tersenyum juga,
sama seperti Cha Haein yang ada di sisinya.
Hari tenang keluarga Jin Woo terus berlalu.
***
Ketika Lee Sehwan yang datang sebagai penggantinya, mulai
terbiasa dengan pekerjaannya. Jin Woo dipanggil menghadap atasannya.
Tampaknya, itu bukan hal yang aneh, untuk melihat seorang detektif
senior berjalan keluar dari kantor detektif kepala, dan mengirimkan pandangan
yang tak terbayangkan.
Jin Woo yang telah benar-benar pergi dan menutup pintu,
mendekati meja tempat detektif kepala itu berdiri.
“Apakah kamu
memanggilku?”
Detektif kepala yang memandang ke luar jendela, berkata
pelan, tanpa melihat ke belakang.
“Masih ada desas-desus lagi.”
‘Ya Tuhan.’
‘Entah bagaimana aku
mencium tuntutan menyebalkan di matamu.’
Jin Woo menelan ludahnya.
Segera detektif kepala berbalik ke Jin Woo dan tersenyum.
“Aku dengar, ada seseorang yang membantu tugas detektif lain
lagi, Tuan Hunter.”
Woo Jincheol adalah orang termuda dalam sejarah yang menjadi
Detektif kepala.
Tentu saja.
Ada berbagai upaya Jin Woo yang membantu Woo Jincheol dari
balik layar. Jin Woo tertawa, dan mengoreksi kata-kata Woo Jincheol.
“Aku bukan Hunter
lagi, Pak.”
“Tapi aku masih merasa nyaman, memanggilmu Hunter.”
Woo Jincheol yang sedang melihat dokumen di atas meja, lalu
berkata,
“Apakah kamu tahu, jika seorang ayah adalah wali dari
seorang wanita, yang melakukan bunuh diri beberapa hari yang lalu. Tiba-tiba
menghilang?”
“Ya…”
“Dan secara kebetulan, semua CCTV di sekitar rumahnya
semuanya rusak.”
“Itu hanya kebetulan.”
Suara Jin Woo dengan tenang terdengar ruangan. Dan Woo Jincheol
melemparkan dokumen ke tempat sampah.
“Aku percaya padamu, apa pun yang dilakukan olehmu Tuan
Hunter.”
Jin Woo menundukkan
kepalanya sejenak untuk menghargai kepercayaan penuh Woo Jincheol.
Kemudian …
“Aku sebenarnya tak memanggil Hunter-nim untuk ini…”
Woo Jincheol mendorong keluar catatan yang telah ia letakkan
di satu sisi meja. Di sana, tertulis nama rumah sakit dan dan nomor ruangannya.
“Aku pikir, kamu
mungkin ingin tahu.”
“Apa ini?”
Ketika Jin Woo bertanya, Woo Jincheol berkata, seolah-olah
dia telah menunggu itu.
“Presiden Asosiasi Go Gunhee atau ketua Go Gunhee. Dia berada
dalam kondisi kritis.”
***
Ini adalah kedua kalinya Jin Woo mengunjungi kamar Go Gunhee.
Pertama, itu sekitar sepuluh tahun yang lalu.
Jin Woo menyelamatkan nyawa Go Gunhee yang berbaring di
samping tempat tidur. Dengan menggunakan ramuan yang ia gunakan, untuk
menyelamatkan nyawa ibunya.
Dan lagi, Jin Woo menghadapi Go Gunhee yang hendak
menghadapi kematiannya lagi.
Karena ini adalah kunjungan kedua kalinya, Go Gunhee tidak
terkejut melihat Jin Woo.
Go Gunhee lalu melepas oksigen yang menutupi mulutnya.
Ketika Jin Woo dengan hati-hati menenangkan diri, Go Gunhee
berkata dengan napas terengah-engah.
“Ini dia, anak muda…
aku sudah lama mencarimu.”
Jin Woo lalu bertanya, saat memandang Go Gunhee dengan
menyedihkan.
“Apa kamu ingin aku mengobati penyakit ini?”
Sebelum Jin Woo bisa mengatakan dia akan mengobati penyakit
itu lagi, Go Gunhee menggelengkan kepalanya.
“Aku sudah hidup cukup lama. Aku sudah melakukan semua yang
harus aku lakukan, selama sepuluh tahun yang kamu berikan. Dan itu cukup.”
Go Gunhee yang telah mengorganisir bisnisnya pada saat
kepergiannya. Dan dulu menjadi Presiden Asosiasi Hunter, saat ini bekerja
sebagai pengusaha teladan yang memimpin bisnis amal. Dan sekarang, dia tak
ingin hidupnya terus berlanjut.
Apa yang diinginkannya, sangat berbeda dari apa yang
dipikirkan orang.
“Sebenarnya, aku punya satu permintaan untukmu.”
Jin Woo mengangguk.
Kemudian, Go Gunhee memandang Jin Woo dengan mata penuh
harapan.
“Kamu bilang, ada dunia di mana aku bertarung denganmu, bukan?”
Jin Woo mengangguk lagi dalam diam.
“Bisakah kamu tunjukkan padaku itu? Aku ingin tahu. Seperti
apa aku, dan seperti apa penampilanmu.”
“Mungkin kamu tak ingin melihatnya.”
“Tak apa-apa. Aku hanya ingin mendapatkan ingatanku kembali.”
Jin Woo yang mengkonfirmasi tekad di muka ketua Go Gunhee, menangkap
tangannya.
Kemudian..
Memori yang hilang mengalir ke kepala Go Gunhee seperti
tsunami.
“Ahhh…”
Air mata mengalir dari mata ketua Go.
Perlahan-lahan, Jin Woo membuka tudung yang ia pakai, dan
menunjukkan wajahnya kepada Go Gunhee.
Ketua Go yang meraih tangan Jin Woo, meneteskan air mata
yang lebih banyak lagi. Ketika dia melihat wajahnya.
“Aku tak akan melihat Hunter lagi.”
Jin Woo dengan lembut membungkus tangannya di tangan ketua
Go yang berjuang untuk bernafas.
Drop.. Drop..
Kepala Go Gunhee berbalik ke langit-langit ruangan.
“Aku benar-benar… aku dengan para pahlawan muda sepertimu.”
Itu suara yang sangat bangga dan puas.
Go Gunhee yang senang dengan sensasi yang naik dari bagian
terdalam hatinya. Dia mulai berhenti bernafas dalam diam, saat air mata terus
berjatuhan dari matanya.
Jin Woo yang memiliki air mata juga, kemudian menutup kelopak
mata Go Gunhee. Dan kemudian, mesin itu mengumumkan kematian Go Gunhee.
Tit..
Ketika para dokter yang terkejut datang ke ruangan itu,
pengunjung yang mencurigakan sudah menghilang.
Sementara Jin Woo berjalan di jalan-jalan, sebuah berita
terbaru telah diposting di papan nama jalan. Untuk mengumumkan berita, kematian
ketua Go Gunhee.
Cahaya berkabung melintas di wajah banyak orang yang
menonton berita itu.
Sebelum dan sekarang.
Ketua Go Gunhee selalu dicintai oleh banyak orang, dan kematiannya
selalu saja diperingati oleh banyak orang.
Jin Woo mengucapkan selamat tinggal pada video, di mana
gambar ketua Go Gunhee muncul.
“Selamat tinggal…
kamu adalah pahlawan yang mengabdikan diri untuk banyak orang.”
Melalui jalan-jalan yang penuh dengan orang, Jin Woo
berjalan ke arah yang sepi. Setiap kali angin berlalu, dedaunan yang berubah
warna jatuh di musim gugur.
‘Musim dingin akan
segera datang.’
‘Dan musim semi akan
datang lagi.’
Jin Woo yang berpikir untuk menonton dedaunan yang
berserakan, mengangkat teleponnya yang berdering keras.
Itu adalah Cha Haein.
“Honey?”
Jin Woo mendengar suara yang sangat mendesak darinya.
-Hei sayang! Anak kita! Suho!
‘Apa yang terjadi pada
rumah, dengan dua komandan yang menjaganya?’
Suara Jin Woo juga membesar dalam situasi yang sulit
dipercaya.
“Kenapa Suho?”
Kemudian..
Cha Haein berteriak dengan penuh kejutan.
-Dia terbang!
“Apa?”
-Suho terbang di sekitar rumah!
Kemudian..
Beberapa hari yang lalu, kata-kata yang Jin Woo dengar dari Jin
Ho melewati kepalanya.
‘Aneh. Aku pikir Hyung-nim dan kakak perempuan bisa
berlarian begitu lahir.’
Jin Woo yang teringat kata itu, kehilangan kata-katanya dan
berhenti.
-Eh, apa yang harus kita lakukan?
Dia mendengar suara istrinya yang merasa kaget. Dan itu
membuat Jin Woo kesulitan menahan tawanya.
Jin Woo lalu mencoba menenangkan istirnya.
“Tak apa-apa, jangan
khawatir.”
-Ya?
“Aku akan mengajari Suho sedikit terbang.”
-Kamu… bisa terbang?
‘Oh…’
‘Apakah aku belum
memberitahunya?’
‘Ketika aku dengan Cha
Hae-in menghilang saat itu,’
‘Aku tak terbiasa
dengan kemampuan terbangku sepertiku sekarang.’
‘Jadi aku biasanya
naik ‘Kaiser’.’
Setelah semua, Jin Woo lalu tertawa.
Daun jatuh yang terguncang oleh angin sekali lagi jatuh ke
permukaan air. Ketika musim gugur tiba, musim dingin datang,dan musim semi lain
datang.
‘Ada awal dan akhir
dari segalanya, dan ada awal lain yang mengarah dari akhir.’
Tapi…
-Ini Suho.Tidak!
“Ha?!”
Musim dingin di rumah Jin Woo masih jauh.
Post a Comment for "SL_264"
comment guys. haha