SL_265

SL 265
Jin Woo dilupakan, bukan karena dia ingin. Itu hanya aturan
yang sangat jelas, dan juga merupakan bayaran yang pasti untuk keinginannya
sendiri, untuk mengulang waktu.
Tapi…
Beberapa orang sangat beruntung, karena bisa melakukan
kontak langsung dengan Jin Woo, salah satu mahluk tingkat atas.
Di dini hari.
“Ada apa Nak?”
Sung Ilhwan bangun dari kamarnya, dan masuk ke dalam kamar
Jin Woo. Dia kemudian meletakkan tangannya di bahu putranya yang menangis. Dan
segera, dia bisa melihat masa lalu lain di depannya.
Secara fisik, waktu itu telah menghilang. Tapi, itu ternyata
masa lalu yang sangat berharga.
[Aku selalu
merindukanmu]
[Aku ingin bicara lebih banyak denganmu]
[Maaf aku tak bisa menjadi ayah yang baik]
Sniff…
Hal terakhir yang membuat hatinya tenggelam, adalah berada
di depan anaknya.
Dan…
Waktu dibalik dan memori sebelumnya, kembali muncul dalam
gambar panorama yang diputar ulang.
Satu-satunya alat Dewa yang memungkinkan itu terjadi,’Cawan
Renkarnasi’.
Sung Ilhwan yang tahu jika ada alat Dewa melalui ingatan
para Rulers, merasakan ekspresi putranya. Dan dia ingat jika ada kontrak yang dibuat,
antara putranya dan para Rulers. Dan terlepas dari seberapa keras akibatnya, Jin
Woo memutuskan untuk memikul beban itu sendiri.
Sung Ilhwan menggigit bibirnya untuk menahan perasaannya.
‘Apa usahanya
berhasil?’
Jin Woo menyeka air matanya dan tertawa.
“Aku pasti mengalami mimpi buruk.”
Pada saat itu, Sung Ilhwan melihat tekad kuat yang terukir
di wajah Jin Woo, untuk sementara waktu.
Saat itu dia melihatnya.
Tapi dia tak tahu apa maksudnya, hingga Jin Woo tiba-tiba
menghilang. Sung Ilhwan saat itu tak tahu apapun tentang ‘kontrak’ yang dibuat
putranya, kepada para Rulers saat itu.
***
“Kontrak itu adalah,
untuk mengalahkan seluruh pasukan sendirian.”
Sung Ilhwan tertawa, mengingat waktu itu.
Jika…
Jika dia tahu janji itu, sebelum dia pergi ke celah dalam
dimensi sebelumnya. Akankah dia menahan putranya atau membiarkan putranya
pergi?
“Tapi, dia melakukan pekerjaan yang luar biasa, bukan?”
Agen Rulers tertawa.
Sedangkan Sung Ilhwan terdiam.
Perang mengerikan yang harus diderita dunia ini telah
menghilang, berkat pengorbanan Jin Woo. Tapi, ketika dia mengingat rasa sakit
yang dialami putranya, dia tak bisa tertawa sama sekali.
Setahun setelah itu.
Sudah sekitar satu tahun sejak Jin Woo kembali dari celah
dimensi.
“Anakku…”
Suara ragu-ragu menghilang, dalam musik tenang yang mengalir
di kafe.
Agen yang minum kopi yang tersisa setengah dengan sedotan. Menunggu
dengan tenang, untuk kata selanjutnya dari Sung Ilhwan.
“Apa yang anakku katakan?”
“Monarch of Shadow katakan?”
Agen itu menemukan perasaan tegang, yang muncul di wajah
Sung Ilhwan. Dan kemudian, dia tersenyum ringan.
“Dia bilang akan tetap tinggal di sini. Dan dia juga bilang,
jika waktu yang dihabiskan di sini sangatlah berharga.”
Sung Ilhwan menghela nafas panjang.
Agen yang telah menghabiskan kopinya, dengan lembut
meletakkan cangkir di atas meja.
Perannya di dunia ini untuk menunggu keputusan Jin Woo. Dan
itu telah berakhir kemarin. Dan sekarang, sudah saatnya untuk pergi.
Sung Ilhwan akan menjadi tamu terakhir yang ditemuinya,
sebelum dia pergi.
‘Apa karena itu?’
Walau Agen tak suka mengobrol, tapi dia ingin berbicara
sedikit lebih banyak saat ini.
“Apa kamu… akan terus bersembunyi dari putramu?”
“Aku tak ingin dia mengingat siapa pun.”
Jika Jin Woo ingin menjadi keluarga normal, Sung Ilhwan
yakin, jika dia bisa memainkan peran untuk putranya itu, selamanya.
“Yah lagipula, kamu
tetaplah Ayahnya.”
Agen itu tersenyum dan mengangguk, lalu dia mendongak.
“Ketika aku pergi, tak akan ada lagi intervensi dari para
Rulers.”
“Aku tahu.”
“Jadi ini adalah akhirnya, dengan dunia ini….”
Agen melihat sekeliling bagian dalam kafe dan berbicara
dengan suara yang tenang.
“Itu menyenangkan. Aku senang bisa melihat apa yang akan
dilakukan Monarch of Shadow. Sementara aku menunggu keputusannya.”
Bahkan, para Rulers sudah beranggapan, jika Jin Woo akan
menolak sejak awal. Jadi, Agen tak perlu menaruh air dingin, pada saat
perpisahan yang hangat ini. Dan, tepat sebelum dia bangun.
Sebelum dia bisa mengucapkan selamat tinggal, Agen itu
berkata:
“Aku berterima kasih
kepada Monarch of Shadow serta kepadamu, Tuan.”
‘Jika bukan karena
bantuannya, hasilnya mungkin tak akan seperti ini.’
Sung Ilhwan berperang atas nama Rulers. Dan menyarankan agar
para Rulers bergabung dengan Monarch of Shadow.
Bantuannya sangat luar biasa.
Para Rulers yang menyimpulkan seperti itu. Dan mereka sudah
menyiapkan hadiah kecil untuk Sung Ilhwan juga.
“Apakah Anda memiliki sesuatu yang bisa kami lakukan untuk
membantumu?”
Ketika dia memikirkan kekuatan yang kuat dari para Rulres
dan artefak Dewa. Itu berarti, dia bisa mengabulkan setiap keinginannya. Tapi,
Sung Ilhwan menggelengkan kepalanya.
“Tak perlu…”
‘Seperti yang aku tebak.’
Agen itu bisa memahami pikiran Sung Ilhwan.
‘Ada seseorang yang
memiliki kekuatan yang sama dengan Dewa di dalam keluarganya. Jadi, apa perlu
memberi tahu orang lain tentang keinginannya?’
“Begitu…”
Saat Agen yang menundukkan kepalanya sebentar, mencoba
bangkit.
Sung Ilhwan menahannya.
“Tunggu sebentar.”
Agen yang berhenti meletakkan kembali pantatnya di kursi.
“Apa kamu ingin
mengatakan sesuatu lagi?”
Seong Ilhwan yang khawatir sebentar, berbicara.
“Bisakah kamu menghapus ingatanku. Memori waktu sebelumnya?”
“Tentu saja, tapi mengapa kamu …”
“Cukup sulit untuk berpura-pura tak tahu apa-apa, di depan
anakku yang itu.”
Kata Sung Ilhwan sambil tersenyum.
‘Mereka benar-benar
Ayah dan Anak yang serasi.’
‘Wajahnya yang
tersenyum persis seperti Jin Woo.’
“Dan.”
Sung Ilhwan melihat ke bawah dan berpikir sejenak, lalu
perlahan berbicara.
“Aku hanya ingin menjadi ayah biasa, yang peduli pada
putranya.”
Dia khawatir tentang di mana putranya akan terluka. Dia
bahkan menghela nafas, pada nilai ujian anaknya. Jika dia masih memiliki ingatan tentang ini, Sung
Ilhwan mungkin akan selalu khawatir.
Jadi, dia hanya ingin kembali ke sosok ayah yang biasa, yang
dapat mengkhawatirkan putranya.
“Bagiku, Jin Woo yang
bukan seorang Monarch of Shadow. Dia adalah seorang putra yang berharga.”
Itu adalah keinginan kecil Sung Ilhwan.
“Aku mengerti.”
‘Jika seperti itu.’
Agen itu tersenyum dan menerima permintaan Sung Ilhwan.
“Ketika kamu meninggalkan kafe ini, ingatan itu akan
sepenuhnya terhapus dari pikiranmu.”
Agen yang memberikan mantra sihir kepada Sung Ilhwan
mengucapkan selamat tinggal, dengan suara kecil yang tak bisa didengar orang
lain.
“Kamu tak bisa mengingatnya. Dan kamu akan merasa damai.”
Waktu berlalu, dan terus berlalu.
***
Suatu pagi di musim dingin.
Sung Ilhwan yang membuka matanya, karena bunyi alarm pada
jam 6 pagi, melompat dari kasurnya. Di sebelahnya, istrinya yang berdiri pada
saat yang sama menghadap suaminya.
“Jin Woo?”
“Jin Woo?”
Pasangan itu yang bergegas memeriksa waktu, merasa lega.
Setelah tahu, jika saat itu baru pukul 6 pagi.
“Apa yang kamu ingin aku lakukan, sayang? Membangunkan Jin
Woo?”
“Kita masih memiliki sedikit waktu, biarkan dia tidur
sedikit lebih lama.”
“Ya, aku akan mengantarnya ke ujian nanti.”
“Tujuh… jam tujuh. Aku akan membangunkannya.”
Sung Ilhwan mengangguk pada kata-kata istrinya.
Pasangan itu yang dengan gugup memeriksa jarum jam. Lalu,mereka
berlari keluar dari kamar, begitu jam 7 tepat datang, dan membuka kamar Jin
Woo.
“Kamu tahu ini adalah hari ujianmu,kan?”
“Nak, apakah kamu ingin aku mengantarmu?”
Putranya yang sepertinya baru saja terbangun, tertawa.
“Aku akan pergi sendiri.”
Sung Ilhwan yang melihat Jin Woo keluar dari ruangan, dan
dengan cepat berpakaian mengambil kunci mobil. Tapi, dia terganggu oleh
gantungan kunci untuk sementara waktu.
Itu adalah gantungan kunci yang diberikan putranya.
Wajah Sung Ilhwan yang melihat seperti gantungan kunci kastil
putih buatan tangan dengan bendera hitam di atasnya, tersenyum.
Dalam cuaca cerah.
Itu adalah pagi yang menyegarkan, ketika matahari pagi mulai
meresap dari pagi.
***
Malam 24 Desember.
Jin Woo berjalan menyusuri jalan yang penuh dengan suasana
Natal. Di sana, dia bisa dengan mudah menemukan wajah-wajah artis dan bintang
olahraga populer dalam iklan foto yang berkeliaran di jalanan.
Banyak hal yang telah berubah.
Jin Woo ingat, saat ketika wajah Hunter menghiasi jalanan. Bukan
artis atau bintang olahraga. Jadi, Jin Woo masih merasa canggung saat ini.
Kemudian, saat dia menemukan poster minuman olahraga, dia
tertawa.
Di sana, ada wajah yang dikenalinya.
Berapa banyak orang yang telah bekerja keras, untuk membuat
gambar ekspresi alami ini.
‘Itu terlihat seperti
Idola.’
Senyum artis yang ada di poster itu layak disebut sebagai
kelas idola.
Dia adalah pemain olahraga populer, yang tak pernah berada
di depan kamera, ketika dia seorang Hunter S-Rank.
Jin Woo membuat ekspresi yang aneh, saat memikirkan masa
depan yang akan terjadi. Jika dia tak mengobati cedera Cha Haein.
‘Walau masih canggung
terhadap kamera, dia sudah berjuang untuk lebih terbiasa.’
Jin Woo yang tertawa, bergerak kembali menuju ke tempat yang
sudah dijanjikan. Tiba-tiba, dia melihat sekeliling dan melihat pakaian
berwarna-warni dari para kekasih yang memenuhi jalanan.
“Aku memakai ini untuk tes, apa ini terlalu biasa?”
Jin Woo yang mengenakan pakaian biasa, lalu melihat sebuah
toko pakaian yang ada di dekatnya.
Tentu saja, pintu toko ditutu,p karena waktu tutup sudah
tiba. Jin Woo juga tak berniat membeli pakaian sejak awal.
Jin Woo lalu berhenti di depan pria yang mengenakan pakaian
bersih, di antara boneka-boneka yang tampaknya menjadi penghias etalase.
Shaaak..
Asap hitam yang membungkus tubuh Jin Woo untuk sementara
waktu, berubah sama persis dengan pakaian yang dikenakan oleh pria itu.
Jin Woo yang sedang melihat-lihat pakaian di sekitar
jendela, bertanya pada Shadow Army.
“Bagaimana dengan ini?”
Dari saat tertentu, Tusk yang menjadi sangat tertarik pada
fashion, segera mengatakan pendapatnya terlebih dahulu.
“Itu yang terbaik, Tuan.”
“Bagus.”
Setelah berjalan dengan langkah yang lebih ringan, dia berhasil
sampai ke tempat perjanjian dalam sekejap.
Di dekat pohon Natal besar di tengah alun-alun, banyak orang
berdiri di sekitar menunggu orang lain.
‘Apakah karena hari
ini Natal. Jadi, membuat wajah mereka yang melihat jam menjadi sangat gugup,
sekaligus bahagia?’
Tapi tak seperti mereka, Jin Woo hanya menatap langit dengan
tenang. Bahkan dalam banyak suara orang-orang yang melewati jalanan, Jin Woo
mampu membedakan langkah kaki orang yang ia tunggu, secara akurat.
“… 3, 2, 1.”
Ketika orang itu tiba tepat di belakang punggungnya, Jin Woo
berbalik.
“Apa kamu sudah lama menunggu?”
Cha Haein yang mencoba mengejutkan Jin Woo, dengan lembut
menurunkan tangannya.
“Aku pikir, kamu
memiliki mata di punggungmu.”
Dia terlihat bahagia.
Untuk menghindari mata orang-orang, Cha Haein mengenakan
kerudung, seperti yang dilakukan Jin Woo sebelumnya.
“Apa kita harus mulai sekarang?”
Cha Haein tersenyum cerah dan mengangguk pada saran Jin Woo.
Mereka lalu berjalan ke sisi.
Ketika dia mendengar nilai Jin Woo, Cha Haein membuka
matanya karena terkejut dan bertanya.
“Kenapa kamu pergi ke sana, setelah kamu mendapat nilai yang
bagus seperti itu?”
“Aku ingin beasiswa penuh. Dan aku punya seseorang yang
ingin aku temui di sana.”
Kata-kata itu membuat telinga Cha Haein menjadi fokus.
“Apa itu wanita?”
Mata Cha Haein yang menjadi sipit itu lucu. Dan Jin Woo
sengaja menggodanya.
“Entahlah.”
Keduanya lalu melebar, seperti mainan dua bola yang
dibenturkan dengan cepat.
Adalah kebahagian untuk Jin Woo, berbagai aspek dari Cha Haein
yang belum ia lihat ketika dewasa, adalah sesuatu yang sangat membahagiakan Jin
Woo.
Kemudian..
Drop..
Sesuatu jatuh dari langit, jatuh tepat ke ujung hidungnya.
Itu lalu mencair di kulitnya.
Itu adalah kepingan salju.
Dia lalu melihat ke atas, dan melihat titik-titik putih
jatuh dari langit yang hitam.
‘Salju Natal putih.’
Jin Woo yang melihat itu, kembali teringat dengan saat dia
menyelesaikan Demon Castle.
Saat itu, abu seputih salju, berjatuhan dalam diam.
“Apa yang kamu pikirkan, Oppa?”
Jin Woo tertawa dan memberikan jawaban kasar.
“Yah?”
JIn Woo tak bisa mengatakan, jika dia sedang memikirkan
salah satu musuh paling mengancam dalam hidupnya. Saat melihat salju yang jatuh
dari langit malam sebelum Natal.
Ketika Cha Haein mendengar jawaban Jin Woo, dia menunjukkan
senyuman, dan tiba-tiba berkata.
“Apa kamu ingat janjimu, Oppa?”
“Janji apa?”
“Janji untuk menjawab apa pun, jika aku memenangkan
perlombaan.”
“Aku ingat.”
Lalu dia menunjuk ke sebuah pohon yang berada cukup jauh.
“Jadi kita bertaruh. Siapa yang akan sampai di sana lebih
dulu.”
Jin Woo yang menertawakan tantangan yang tiba-tiba ini, bertanya.
“Apa yang ingin kamu tanyakan?”
“Da…”
“Da?”
“Apa yang kadang-kadang kamu pikirkan, siapa orang yang
ingin kamu temui di perguruan tinggi, apakah itu wanita atau pria, dan…”
“Dan?”
“Ketika kita bertemu, bukan saat di kompetisi hari itu.”
“Baiklah.”
Jin Woo yang siap menerimanya, mengeluarkan tangan dari
sakunya.
Walau itu tak akan memengaruhi hasilnya, tapi itu adalah
tekad untuk menganggap serius permainan ini.
Tapi kemudian.
Cha Haein yang melangkah ke dapan, mendekat dan meletakkan
syal di leher Jin Woo.
“Oppa, jika kamu suka
padaku. Jangan bergerak dari sini.”
“Apa?”
Sementara Jin Woo terheran.
Cha Haein yang berjalan lebih dulu dari Jin Woo, perlahan-lahan
sudah mendekati pohon itu.
Jin Woo hanya tertawa, ketika dia menyaksikan pertandingan,
di mana kekalahannya telah dikonfirmasi.
“Ha…”
Pada akhirnya, Cha Haein yang berhasil memegang pohon di
pinggir jalan dengan tangannya, melompat ringan di tempatnya, dan menyatakan
kemenangannya dengan bahagia.
Para Shadow Army juga bersemangat, saat melihat permainan
keduanya itu.
“Hei, Tuan kita dikalahkan!”
“Terkadang, Tuan akan kalah dalam taruhan!”
“Tuan telah melakukan kesalahan!”
-Kieeeeeeeeeeeee.
Jin Woo yang tertawa mendengar itu, menggaruk kepalanya, melihat
sekeliling, dan berjalan ke arah pohon.
‘Yah, tak masalah.’
Karena Jin Woo sengaja mencari jalan tanpa orang, dia tak
bisa melihat orang yang lewat di jalanan ini, selain mereka berdua.
“Aku menang, bukan?”
Jin Woo yang berhenti di depan Cha Haein yang menunggu
dengan wajah bersemangat, memberikan perintah tegas kepada Shadow Army.
“Kalian, tutup mata
kalian.”
“……..”
“……..”
Dalam kesedihan para Shadow Army.
Bibir Jin Woo yang perlahan mendekati wajah Cha Haein,
mendarat di bibir Cha Hae-in. Dan salju putih masih jatuh dengan tenang dari
langit.
Post a Comment for "SL_265"
comment guys. haha