Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

***Dukung kami: Traktir ngopi! (min Rp 1.000,-)***
Laporan Donasi

SL_267

gambar


SL 267

“Selamat datang, Ibu Suho.”
“Oh ya.”
Cha Haein menatap kepala sekolah dengan wajah gugup. Hanya satu minggu, setelah dia khawatir tentang Suho yang tak pernah memiliki percakapan dengan teman-temannya. Dan inilah yang terjadi saat ini.
Cha Haein mendapat telepon dari taman kanak-kanak, yang mana mereka memintamya untuk datang ke sekolah.
‘Mungkin itu bukan masalah. Yah, itu jika Suho tak melakukan kesalahan.’
Mengikuti arahan kepala sekolah, wajah Cha Haein yang duduk di sofa gelap, seperti awan gelap di musim hujan.
Wanita paruh baya yang juga merupakan sang kepala sekolah, sepenuhnya memahami pikiran Cha Haein. Jadi, dia berusaha membuat suaranya selembut mungkin agar Cha Haein tak terkejut.
“Anda tak perlu terlalu khawatir, tapi … Aku punya beberapa pertanyaan yang ingin aku tanyakan padamu.”
“Ya ya.”
Kepada Cha Haein yang menganggukkan kepalanya dengan wajah tegas, kepala sekolah memberikan buku sketsa.
“Ini… bisakah kamu melihat gambar-gambar ini?”
Ketika Cha Haein menerima buku sketsa, kepala sekolah melanjutkan.
“Itu adalah gambar yang dibuat oleh Suho.”
Di kertas gambar putih ada semut imut yang dicat dengan keterampilan melukis anaknya.
‘Kenapa dia menunjukkan ini padaku?’
Pikir Cha Haein.
Cha Haein yang tak mengerti itu, lalu bertanya dengan heran.
“Ada apa dengan gambar ini?”
Kepala sekolah yang ragu-ragu sejenak, menjawab sambil menghela nafas.
“Itu adalah teman yang aku minta padanya, untuk digambar di buku sketsa.”
“Oh.”
‘Yah memang aneh saat melihat semut berdiri dengan dua kaki.’
Cha Haein lalu menyadari, apa yang digambar di sana bukan semut biasa. Melainkan seorang komandan pasukan bernama ‘Ber’.
“Ada lebih banyak gambar di belakangnya. Dan gambar-gambar yang dibuat Suho itu adalah jawaban saat aku tanya, Apa kamu punya teman lain?”
Cha Haein membalik-balik halaman di buku sketsa.
Itu adalah gambar seorang pria kulit hitam dengan hiasan merah di kepalanya, yang juga memegang pisau yang bisa dilihat siapa pun.
‘Ygirtte…’
Cha Haein yang mengenali gambar itu sekilas, mengusap dahinya dengan satu tangan.
‘Ini akan menjadi hal yang bagus, untuk orang yang mengetahui identitasnya.’
‘Tapi bagaimana hal itu terlihat di mata orang lain?’
Kepalanya menjadi sedikit sakit.
Ada gambar Bellion dengan pisau dan bahkan Tusk dengan pertunjukan sihirnya. Tentu saja, kepala Cha Haein yang sedang melihat gambar itu, menjadi sedikit lebih sakit lagi.
“…..”
Kepala sekolah yang salah paham tentang ekspresi Cha Haein, berbicara dengan ekspresi cemas.
“Lalu ini yang digambar Suho saat mewakili keluarganya.”
Flip…
Itu hampir mencapai lembar terakhir.
Dan di sana, banyak sosok hitam yang berada di balik bayangan suaminya, yaitu Jin Woo.
Suho yang telah bersama Shadow Army sejak kecil, tampaknya menganggap mereka sebagai keluarga.
‘Kami tampak seperti ini di mata Suho.’
Tatapan hangat keluar dari Cha Haein saat melihat itu, tapi dia juga mengerutkan kening.
Kepala sekolah yang agak malu dengan konten yang tak bisa dipahami itu. Menyimpulkan, jika ada sesuatu yang salah dengan Suho.
Tentu saja, itu juga asalan mengapa Kepala sekolah memanggil Cha Haein datang.
Dia lalu terlihat serius.
“Buka lembar terakhir yang bertema rumahku. Dan dilukis oleh Suho, dan ini juga kenapa aku memanggilmu hari ini.”
‘Apa lagi yang ini?’
Cha Haein membuka halaman terakhir dengan mata gugup. Dan dia melihat rumah kecil.
Sebuah rumah kecil dan sederhana yang digambar di atas tanah.
Masalahnya adalah jika tanah di mana rumah itu berdiri, semuanya hitam. Lebih dari 70 persen sketsa penuh dengan warna hitam.
“Kami telah menjaga banyak anak, tapi kami belum melihat foto teman dan keluarga dengan cara ini.”
Kepala sekolah menunjuk ke bagian hitam dari gambar itu.
 “Gurunya bertanya, mengapa dia menggambar ini di bawah rumahnya. Dan Suho mengatakan ada teman, keluarga, dan ayahnya yang besar di sini.”
‘Ayah Besar ?’
Walau itu penjelasannya yang membingungkan. Tapi, Cha Haein secara kasar dapat menebak mengapa gambar ini keluar.
Tapi…
“Apa Anda tahu mengapa Suho melukis gambar-gambar ini?”
‘Aku tak bisa memberi tahu orang lain, tentang apa yang aku ketahui.’
Jadi, Cha Haein menggelengkan kepalanya.
 “Ya.”
Kepala sekola mengangguk seolah mengerti.
Pada awalnya, dia curiga jika Suho dilecehkan di rumah. Tapi, dia tak dapat menemukan jejak itu, saat melihat ibunya yang cerdas.
‘Ini tidak biasa, tapi kadang-kadang terjadi.’
‘Anak-anak menggambar sesuatu sesuai dengan apa yang mata mereka sendiri lihat.’
“Mungkin … Suho memiliki bakat khusus untuk seni.”
Kepala sekolah tersenyum yakin pada Cha Haein.
Karena tahu penyebab semua ini, Cha Haein juga tersenyum canggung, dan mengubah ekspresinya yang gelap.
 “Oh, ya, ya.”
‘Untung itu bukan masalah besar.’
Cha Haein merasa lega.
Tapi…
Urusan kepala sekolah bukan hanya tentang lukisan.
Dia mendongak, seolah-olah sampai pada kesimpulan yang sulit. Dia kesulitan untuk mengatakannya atau tidak.
Matanya bahkan lebih serius, daripada ketika dia menyerahkan lukisan itu.
Setelah membulatkan tekadnya, dia berkata.
 “Nyonya… Aku punya satu hal lagi yang ingin aku katakan padamu.”
***

 Departemen Kepolisian Pusat Divisi Pembunuhan.
Setelah pengumuman promosi, suara-suara gembira terdengar di dalam kantor.
“Tuan, selamat atas promosimu!”
“Selamat!”
“Kamu harus mentraktirku.”
Jin Woo yang dikelilingi oleh anggota timnya untuk waktu yang lama, baru saja dibebaskan, setelah rekannya, Lee Sehwan datang.
 “Hyung-nim, ayo pergi.”
“Uh.”
Di balik kata-kata perayaan yang meledak di sana-sini, Jin Woo meninggalkan kantor sambil tersenyum.
Lee Sehwan yang telah menjadi detektif veteran sekarang, juga memberi selamat kepada Jin Woo, yang merupakan seorang senior yang sangat ia segani.
“Selamat Hyung-nim.”
Jin Woo mengganti jawabannya dengan senyum diam.
Sehwan yang berjalan berdampingan dengan Jin Woo, terdiam sebentar dan menyusul setelahnya.
 “Tapi, Hyung-nim … apa yang kamu membuatmu menerimanya kali ini? Kamu selalu mengatakan tidak kepadaku, setiap kali aku mengatakan, kamu mendapatkan promosi dari atasan.”
Jin Woo yang menatap Sehwan dengan matanya yang santai, tertawa, dan menjawab.
 “Aku tak punya alasan lagi untuk menolak.”
‘Jawabannya luar biasa,’
dan Sehwan juga tertawa karena itu.
“Itu bagus, benar-benar seperti Hyung-nim.”
Walau kedengarannya seperti lelucon, tapi kata-kata Jin Woo bukanlah lelucon. Dia tahu tentang aturan di kepolisian.
Sama seperti di bidang lain, jika seorang detektif semakin tinggi jabatannya, maka mereka akan semakin jauh juga dari lapangan.
Jin Woo ingin tetap di lapangan selama ia bisa. Dan bagian atasan, terutama Woo Jin-cheol, menghormati kehendak Jin Woo itu. Tapi itu tak bisa terus ia lakukan.
Ketika Jin Woo mulai kelelahan membuat alasan untuk menolak promosi, dia memutuskan untuk menerimanya.
“Apa kamua memiliki keserakahan, seperti promosi untuk menghasilkan lebih banyak uang?”
‘Uang.’
‘Apa dia akan percaya jika ada saat ketika aku muda, aku menghasilkan uang yang sangat banyak?’
Jin Woo menelan kata-kata yang ingin ia katakan, ketika dia ingat Guild Ahjin dengan Jin Ho di dalamnya.
“Sekarang, itu benar-benar hanya ingatan saja.”
Jin Woo terus berkeliaran di lautan ingatannya untuk sementara waktu.
Jin Woo yang akan masuk ke mobil dengan Sehwan, lalu merasakan ponselnya bergetar.
“Hmm?”
Itu adalah Cha Haein.
***

Jin Woo yang kembali ke rumah lebih awal dari biasanya, karena  menerima panggilan telepon, menertawakan gambar-gambar Suho.
“Aku tak tahu, anakku begitu pandai menggambar.”
Di antara mereka, ada lukisan ‘Ber’.
‘Tak akan ada anak lima tahun, yang bisa menggambar semut dengan baik di dunia, seperti Suho ini.’
Jin Woo yang sedang melihat gambar itu dengan senyum tulus, segera terdiam saat Cha Haein menatapnya.
“Hmm.”
Ketika dia melihat suaminya mengubah sikapnya begitu cepat, senyum muncul di wajah Cha Haein.
Dia lalu berbicara dengan Jin Woo, seolah-olah dia berbicara sendiri.
“Itu bukan untuk ditertawakan. Lihatlah lembar terakhirnya.”
“Akhir?”
Pada akhirnya, Jin Woo melihat lukisan Suho yang diberi judul ‘Rumahku’.
“Suho bilang ada ayah besar di tanah hitam, dan aku memikirkanmu. Mengapa kamu tertawa?”
“Oh, tidak. Aku hanya memikirkan sesuatu yang lucu.”
Jin Woo yang mengingat “Penghargaan Raja Suci” berdiri di tengah-tengah ‘area sabatikal’. Dia tak bisa menahan tawanya. Dia tertawa hingga air mata mulai terbentuk di matanya, dan menetes ke atas buku sketsa.
‘Mungkinkah ini hanya tertawa?’
Keakraban seperti itu melewati wajah Jin Woo.
Kemudian dengan sedikit menghela nafas, Cha Haein mengatakan apa yang ia dengar dari Kepala sekolah.
“Anak-anak takut pada Suho.”
“….?”
Senyum menghilang dari wajah Jin Woo.
“Anak-anak?”
Cha Haein mengangguk dengan cemas dan melanjutkan.
“Suho bahkan mengatakan, jika anak-anak tak mau dekat dengannya. Dia juga tak pernah mengganggu atau meneriaki siapa pun.”
“….”
Jin Woo tak bisa meremehkan kata-kata itu. Jadi, ekspresi Jin Woo mengeras. Senyum sudah benar-benar menghilang dari wajahnya. Apa yang benar-benar ia khawatirkan, akhirnya terjadi.
‘Anak-anak …’
‘Anak-anak jauh lebih tak bersalah, daripada orang dewasa.’
Ini bukan hanya pemikiran. Itu karena anak-anak sangatlah polos.
Mereka merasakan ketakutan akan kematian jauh lebih jelas, daripada orang dewasa yang dapat mengendalikan naluri mereka, dengan mengandalkan akal.
Karena anak-anak merasakan bayangan kematian itulah, mereka berusaha menghindari Suho.
Kekuatan Monarch of Shadow …
Apa itu bencana karena diwariskan dari Jin Woo?
Walau itu sesuatu yang sangat ditakuti oleh para Monarch. Tapi, kekuatan Monarch of Shadow ini yang secara tak sengaja diwarisi Suho darinya, tumbuh semakin banyak pada Suho.
‘Kehidupan normal tak mungkin baginya.’
‘Setidaknya...’
‘Setidaknya sampai Suho cukup dewasa, untuk bisa mengendalikan kekuatannya dengan sempurna. Aku perlu menekannya.’
Jin Woo melihat sekeliling pada gambar-gambar di dinding ruang tamu.
Ada banyak penjaga di kedua sisi foto pernikahan Jin Woo dan Cha Haein yang tersimpan dalam bingkai terbesar.
Dan sebagian besar foto itu terisi oleh Shadow Army.
Senyum Suho yang jelas, saat memanjat di leher ‘Ber’, dan menarik dua antenanya. Juga terabadikan di sana.
Ada juga foto Suho yang melarikan diri dari Ygritte, yang merupakan guru les dan bertarung dengan pedang mainan.
Banyak foto lainnya.
Jin Woo mulai mengirim mereka ke Inventory-nya satu per satu.
“Sayang .?”
“Aku akan menyegel kekuatan penjaga dan ingatan Suho, sampai dia bisa tinggal bersama yang lainnya.”
‘Suho harus belajar berteman.’
‘Bukan tentara bayangan, tapi bagaimana bergaul dengan orang biasa.’
‘Sampai saat itu …’
Ketika semua gambar yang tersisa masuk ke Inventory Jin Woo.
‘Ber’ yang mengetahui keputusan Jin Woo, muncul dari tanah.
“Tuan.”
Shadow Army itu menghargai Suho seperti anaknya sendiri, dan itu telah tersampaikan kepada Jin Woo. Namun, Jin Woo telah mengambil keputusan.
‘Ber’ menunduk, menyadari jika tak ada cara untuk mengubah pikiran Jin Woo. Sebuah gambar muncul di depan mata ‘Ber’ yang menghadap ke lantai, dengan lemah.
Itu adalah buku sketsa Suho yang sengaja Jin Woo berikan ke ‘Ber’.
“Ini ?”
“Kamu. Suho yang membuatnya.”
Di kertas gambar adalah karya yang lebih indah daripada gambar lain yang pernah dilihat ‘Ber’.
Matanya melebar dan kemudian menangis.
“Tuan … bisakah aku mengucapkan selamat tinggal pada Tuan Kecil?”
Nod…
‘Ber’ yang menerima izin Jin Woo, dengan hati-hati memasuki kamar Suho.
“Hah..”
Suara napas segar Suho yang tertidur, terdengar seperti musik yang manis dan lembut bagi ‘Ber’.
‘Ber’ lalu berlutut di samping Suho dengan tenang, agar Suho tak terbangun.
“Tuan, aku akan memberitahu semua Shadow Army.”
Suara yang bergema rendah, seolah-olah itu dalam mimpi.
Suho berbalik ke arah suara itu dalam tidurnya, dan menggumam bisikan tidur.
“Kapten semut … kapten semut …”
‘Ber’ memandang dengan bangga, pada Suho yang menjadi lebih akurat dalam mengucapkan ‘semut’ daripada sebelumnya.
‘Ber’ lalu berkata.
“[Merupakan suatu kehormatan untuk melayani Tuan Kecil. Tolong tunggu kami, hingga waktunya tiba…”
‘Ber’ bangkit, dan mencium punggung tangan Suho yang membentang ke ujung tempat tidur.
Di bawah bayang-bayang ‘Ber’, semua Shadow Army mengucapkan selamat tinggal.
“Tuan, bahkan jika aku tak ada di sana. Kamu harus belajar dengan saksama …”
“Semoga sehat selalu, Tuan.”
“Hhh.”
‘Ber’ berbalik untuk pergi. Dan Jin Woo mengangguk.
Jin Woo yang mendekati Suho tanpa sepatah kata pun, menarik selimut ke dada Suho.
Dia meletakkan tangannya di dahi Suho. Lalu, kekuatan sihir yang kuat berkumpul di ujung jarinya.
Sekarang, ketika Suho membuka matanya, kekuatan dan ingatannya tentang Shadow Army akan terkunci untuk sementara waktu.
“Semoga mimpi indah…”
Jin Woo yang mencium dahi Suho yang tidur seperti malaikat, menutup pintu.
Hari itu.
Dalam mimpi Suho, semut, ksatria, dan yang lain menari sepanjang malam.



< Prev  I  Index  I  Next >

Post a Comment for "SL_267"