Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

***Dukung kami: Traktir ngopi! (min Rp 1.000,-)***
Laporan Donasi

SL_268

gambar


SL 268

Tinggi dan besar.
Lee Euncheol yang baru saja menjadi siswa SMP terlihat seperti itu.
Sekolah baru, ruang kelas baru, teman sekelas baru.
Mata Lee Euncheol waspada, saat dia duduk di belakang kelas dan melihat suasana kelas.
‘Siapa yang akan menjadi temanku?’
Dalam pandangan sekilas, dia membuat keputusan cepat.
Kenapa dia melakukan ini? itu karena inilah gayanya dalam berteman.
Sebagian besar teman sekelasnya hanya terlihat seperti mangsa bagi Lee Euncheol, yang mengambil kendali atas daerah itu dengan tinjunya.
Anak-anak yang bertemu dengannya, pasti akan memalingkan wajah mereka.
‘Tak banyak.’
Tapi…
Ada beberapa dari mereka yang tertawa dan tak peduli dengannya.
Chong Sungho.
Dia adalah seorang teman yang sedikit berbeda di lingkungan itu.
Lee Euncheol sudah sering bertemu dengannya, ketika dia bermain dengan teman-temannya.
“Apa kamu?”
“Uh.”
Intrik singkat datang dan pergi, saat mereka saling menyapa dengan salam, sebagai seseorang yang saling mengenal. Tapi itu juga hanya terjadi sebentar.
Chong Sungho yang telah mempelajari Lee Euncheol yang terkenal kejam, membungkuk lebih dulu.
 “Ayo berteman.”
Lee Euncheol menyeringai dan meraih tangannya.
Walau ada sedikit masalah dalam urutannya, tapi itu tak masalah. Sementara dia sedang memilah strata dalam kelas di benaknya.
Anehnya, ada satu pria yang menarik perhatian Lee Euncheol.
Dia bukan anak sekolah yang duduk di depan, dan dia bukan pria pemberani di belakang. Dia adalah seorang pria aneh yang tak menghindari tatapannya, sambil duduk di posisi tengah di kelas.
‘Yah.’
‘Akan selalu ada orang yang seperti itu.’
‘Orang-orang yang membosankan, yang tak tahu apa yang akan terjadi, saat mereka terus bersikap seperti itu.’
Ketika pria yang melihat ke belakang itu menghela nafas dan berbalik, seolah-olah meremehkannya. Lee Euncheol tak tahan lagi.
Craak.
Kursi ditarik dan ruang kelas menjadi berisik keras. Tentu saja, semua mata di kelas beralih ke Lee Euncheol.
Lee Euncheol menikmati tatapan itu, dan terus mendekati pria yang ia incar.
“Hei.”
Lee Euncheol mencoba meraih bahunya dan membalikkannya. Tapi, tangan lain datang dari tempat yang tak pernah ia pikirkan.
“Tunggu sebentar.”
Lee Euncheol berkata ketika dia melihat Cho Sungho memegang pergelangan tangannya.
 “Apa?”
Cho Sungho yang gugup, berkata dengan tak nyaman.
“Kita di sekolah yang sama. Jangan menyentuhnya.”
“Sekolah yang sama?”
‘Kenapa aku tak boleh menyentuhnya, hanya karena ia berasal dari sekolah yang sama denganmu?’
‘Sepertinya itu bukan alasan sebenarnya.’
‘Pasti ada alasan, mengapa aku tak boleh menyentuhnya.’
‘Atau dia hanya ingin mengolokku saja?’
Lee Euncheol yang wajahnya mengeras, menendang kursi ‘pria’ yang tak berbalik, walau ada gangguan di belakangnya itu.
“Hei, hei, apa kau? Kau bisa berbicara kan? Atau kau tidak bisa?”
Kemudian Cho Sungho yang telah membulatkan tekad, melangkah maju dan mencoba menahannya. Lee Euncheol yang berbeda dengannya, menarik tangan Cho Sungho.
“Ikut aku.”
Setelah Lee Euncheol berusaha meninggalkan kelas, dua temannya yang lain juga menyusul.
Lee Euncheol yang berdiri di ambang pintu kelas, melihat ke belakang dan melihat Cho Sungho yang berkeringat. Dan ‘pria’ itu yang bahkan belum terlihat menunjukkan minatnya.
‘Apa ini?’
Mata Lee Euncheol diputar, hingga hanya terlihat putihnya saja.
***

“Koo-hoo!”
Cho Sungho yang wajahnya sudah dipukuli berantakan, terhuyung-huyung.
Mata Lee Euncheol juga berdarah, meskipun dia masih belum menyelesaikan masalahnya dengan Cho Sungho.
Lee Euncheol yang mendorong Cho Sungho ke dinding, lalu bertanya,
“Apa itu?”
“Siapa dia? Kenapa kamu menjaganya?”
Cho Sungho yang terengah-engah, meludahkan darah dari mulutnya. Wajahnya lelah, tapi kepalanya terangkat saat ia menjawab.
 “Pria paling tangguh di SMP ini.”
“…?”
Kepala Lee Euncheol miring.
‘Orang ini.’
‘Apa seranganku tadi sudah membuatnya gila?’
‘Bukankah fakta, jika geng Cho Sungho memegang sekolah ini.’
Namun, Cho Sungho menggelengkan kepalanya dan menekankan.
“Kamu tak bisa menyentuhnya. Dan aku pikir harus pergi dari sini, jika kamu mau terus melanjutkan ini.”
Pada awalnya, Lee Sungho menganggap itu omong kosong. Tapi dia menjadi serius, ketika melihat mata Cho Sungho.
‘Yang benar saja?’
‘Tidak.’
‘Aku belum pernah mendengar ada orang yang seperti itu.’
‘Suho.’
‘Aku belum pernah mendengar nama seperti itu, walau aku telah tinggal di lingkungan ini sejak sekolah dasar.’
‘Apa yang bisa dilakukan bajingan seperti itu padaku?’
Lee Euncheol marah di ujung kepalanya kepada Cho Sungho yang hanya takut pada ‘pria’ itu. dan menghinanya.
‘Ya Tuhan!’
Lee Euncheol mengayunkan ayunan penuh, dan kepala Cho Sungho pergi ke samping.
Segera, pipinya memerah.
Lee Euncheol belajar tinju sejak kecil, dan tinjunya itu jelas bukan lelucon. Namun, ada sesuatu yang benar-benar ditakuti Cho Sungho.
Pada saat itu, Cho Sungho yang tetap diam saat dipukuli Lee Euncheol dengan brutal, menyadari sesuatu.
“…!”
Ketika Lee Euncheol melihat mata Cho Sungho tumbuh lebih besar, kepala Lee Euncheol berbalik.
Whoosh…
Pria itu mendekatinya.
Cho Sungho lalu berkata,
 “Aku tak ingin bertarung dengannya. Tolong… minta maaf padanya, itu pilihan yang terbaik untukmu.”
“Bajingan ini!”
Lee Euncheol meraih bagian belakang Cho Sungho dan mengguncangnya. Tapi Cho Sungho baru langsung menutup mulutnya. Tepat sebelum kata-kata kasar keluar dari mulut Lee Euncheol.
Suho yang merupakan akar dari semua ini, sudah berdiri di depan mereka.
‘Apakah itu karena apa yang baru saja dia katakan padanya?’
Lee Euncheol yang sudah melihatnya tinjunya sekali, mundur dari Cho Sungho dan memperingatkan Suho.
‘Dia tak kecil, tapi juga tak lebih besar dari Sungho.’
‘Tubuhnya sangat normal.’
‘Leher atau pergelangan tangan yang terungkap di antara seragam, tampaknya sedikit tebal.’
‘Tapi itu bukan tubuh yang khusus yang ditempa karena olahraga.’
Lee Euncheol tak bisa mempercayai kata-kata Cho Sungho.
Suho lalu berdiri di depan hadapan Cho Sungho dan menatap wajahnya, yang terluka parah. Dia lalu memanggil Cho Sungho sambil mendecakkan lidahnya.
 “Sungho.”
“Uh”
“Ayo lakukan apa yang biasa kamu lakukan, itu hanya pembelaan diri.”
Cho Sungho mengangguk tanpa ragu.
“Ya.”
“Apa yang ingin kamu lakukan?”
Lee Euncheol yang mendengarkan dengan wajah penasaran, mengerutkan wajahnya.
 “Hei.”
Begitu dia meletakkan tangannya di pundak Suho, cahaya tiba-tiba muncul di depan mata Lee Euncheol.
 Ba bump ba bump ba bump
 Lee Euncheol yang kehilangan kesadaran, jatuh ke lantai.
Pada saat yang sama, dua anak laki-laki yang berdiri di belakang Lee Euncheol, juga kehilangan kesadaran mereka.
Boom, Bang!
‘Itu sangat menakutkan …’
Cho Sungho menelan ludahnya.
Jika bukan karena penglihatannya yang terlatih, dia mungkin tak akan melihatnya dengan benar. Itu adalah pukulan tepat di wajah Lee Euncheol, begitu juga dengan 2 lainnya. Pukulan Suho setepat mesin dan sebrutal binatang.
Pada awalnya, ketika dia bertemu dengan Suho, Cho Sungho pikir Suho bukanlah manusia. Tapi karena itu juga, kehidupan sekolahnya menjadi lebih mudah dari yang ia harapkan.
Melihat Lee Euncheol yang jatuh, Cho Sungho menggaruk punggungnya.
 “…”
Hidung Lee Euncheol yang hancur dan patah.
‘Rumor akan tersiar sebentar lagi.’
‘Lee Euncheol dari dunia XX jatuh oleh Cho Sungho dari YY.’
‘Setidaknya, rumor ini sangat baik agar Lee Euncheol tak membully orang lagi.’
“Ya …”
Sekali lagi, kemenangan ditambahkan ke seluruh kariernya.
Ini adalah kemenangan yang diberikan oleh seseorang, dan dia merasa agak malu karena itu. Sementara dia memikirkan ini dan itu, Suho datang mendekat dan menariknya.
“Aku senang kamu di sini.”
Cho Sungho yang menggaruk pipinya, diam-diam meraih tangannya.
‘Itu… bukan transaksi buruk.’
***

“Wow, apakah Cho mengalahkan ketiganya?”
“Kekuatannya bukan lelucon.”
“Dia sudah dikenal di lingkungan ini, sejak dia masih kecil.”
“Haruskah aku belajar menjilat padanya?”
Suasana ruang kelas dihangatkan oleh rumor, jika Lee Euncheol dibawa ke rumah sakit. Secara khusus, Cho Sungho diperlakukan sebagai pahlawan. Karena dia berjuang untuk melindungi sekolahnya, dari siswa nakal sekolah yang sama.
Awal tahun ajaran baru, walau semua orang canggung. Tapi topiknya sangat hangat, dan Suho memandang ke luar jendela sendirian.
Langit menguning setelah beberapa saat setelah sekolah.
Suho terus menatap langit sambil berusaha menahan menguap.
‘Bosan.’
Bosan.
Saat ini, ada banyak momen ketika Suho selalu saja meras bosan.
Sesuatu.
Ada sesuatu yang seakan ia lupakan di pikirannya. Dan setiap kali dia merasakan hal itu, Suho tak tahan akan kebosanan yang ia rasakan.
Creuk..
Pintu kelas terbuka.
Mata anak-anak semuanya terfokus pada bagian belakang kelas. Itu Cho Sungho yang pergi ke tempat duduknya, tanpa banyak reaksi.
“Oh..”
Mata anak-anak yang memandang Cho Sungho yang penuh bekas luka di wajahnya, dipenuhi kekaguman.
Sekarang, strata tertinggi di sini telah berubah dari Lee Euncheol menjadi Cho Sungho.
“Hei.”
Seseorang menepuk punggung Suho yang masih tak tertarik pada apa pun kecuali jendela. Saat Suho menoleh, dia bisa melihat seorang gadis sedang berbicara padanya.
“Aku di sini karena temanmu seperti itu, apa kamu tak akan menyapanya?”
“Aku akan melakukannya.”
“Oh ya.”
Ketika Suho mengatakannya, gadis yang malu itu, buru-buru membuka buku teks.
Suho melihat keluar jendela lagi.
Dia sangat bosan.
‘Matahari mulai terbenam.’
***

‘Waktunya pulang.’
Saat semua orang sibuk keluar, hanya Suho yang berdiri di jendela dan melihat taman bermain. Para siswa berbaris ke pintu sekolah. Dan Suho tak suka berdesakkan.
Ibunya bahkan selalu tertawa dan berkata, jika dia seperti ayahnya.
Suho lalu menatap buku yang ia pinjam dari perpustakaan dan sekarang hendak pergi, saat tak ada seorang pun lagi di ruang kelas.
Suho mengambil tasnya dengan santai dan meletakkannya di pundaknya.
Adalah baik untuk memiliki ruang. Tapi jika dia terus diam, dia pasti akan pulang terlambat, dan menghadapi kemarahan ibunya.
Ketika berita tentang kemarahan ibumu mencapai telinganya …
Suho tak bisa membayangkannya.
Tiba-tiba, bayangan wali muridnya yang mengerikan, menggelengkan kepalanya.
‘Berapa umur ayah saat ini?’
‘Bahkan jika ayahku seumuranku denganku, aku tak pernah berpikir bisa menang dengannya.’
Saat Suho bergegas untuk membuka pintu belakang kelas yang tertutup.
‘Pintunya… bukankah itu terbuka?’
Jika pintunya hanya dikunci, Suho bisa merusaknya dengan memberi kekuatan pada tangannya. Tapi, pintu ini terlihat seperti dinding yang keras.
‘Apa ini?’
Suho yang matanya melebar, berlari ke pintu depan ruang kelas dan meraih gagangnya. Hal yang sama berlaku untuk pintu depan.
Terkejut, Suho berlari ke jendela dan melihat keluar.
Kemudian sebuah pemandangan yang tak bisa dipercaya terlihat di depannya.
Siswa yang keluar dari gerbang, siswa berolahraga, mobil melewati jalan masuk, orang-orang melewati trotoar di sebelahnya, dan bahkan bola melayang di udara.
‘Mereka semua berhenti.’
‘Bagaimana ini bisa terjadi?’
Suho yang memegang kedua kepalan tangannya, menerobos jendela dengan sekuat tenaga.
Dung !
Tapi alih-alih memecahkan jendela, tangannya dipentalkan kembali.
 “…!”
‘Itu …’
Ketika Suho mundur dari jendela dan mencoba memilah-milah situasi di kepalanya.
Whoosh !
Suho tiba-tiba melihat lubang hitam bundar di belakang kelas.
Pada awalnya, lubang itu hanya seukuran bola voli. Tapi, itu tumbuh lebih luas dan segera berubah menjadi ukuran yang bisa dimasuki orang.
Pintu gelap itu seperti akan menghisapnya.
Anak normal akan cukup takut dengan ini. Tapi tidak untuk Suho.
Alih-alih menangis atau menjerit, Suho meletakkan tangannya di dadanya.
Ba bump ba bump ba bump
antungnya berdetak kencang.
‘Mungkin.’
‘Mungkin aku sudah lama menunggu ini.’
‘Ibu selalu berkata, aku terlihat seperti Ayah.’
‘Jika itu ayah.’
‘Apa yang akan Ayah lakukan jika berada di situasi seperti ini?’
Jawabannya adalah’
Ba bump ba bump ba bump
“Jantungnya terus menggila.”
Suho mencoba tenang.
Triik.. triik..
Listrik memercik, tapi tak ada rasa sakit.
Walau dia hanya berdiri di depan pintu gerbang, Suho merasa seolah-olah kembali ke kampung halaman, yang sudah lama ia tinggalkan.
Entah bagaimana, rasanya Suho pernah merasakan sensasi ini.
Suho menarik napas dalam-dalam.
Jantungnya berdegup kencang, dan kepalanya berdenyut saat mencari stabilitas.
‘Baiklah.’
Senyum pendek muncul di wajah Suho.
Kemudian…
 Suho melompat tanpa ragu-ragu.



< Prev  I  Index  I  Next >

Post a Comment for "SL_268"