SCG_051

SCG_051
Bab 51. Forest of Denial (1)
Tempat Samuel memimpin kelompok itu tak lain adalah
penginapan yang diperkenalkan Alex kepada Seol Jihu.
Ketika mereka naik melewati lantai yang ia tinggali malam
sebelumnya dan naik ke lantai tiga, Seol Jihu sangat terkejut, setelah dia
melihat ketiga orang itu menunggu mereka.
"Hugo?"
Hugo juga menunjukkan reaksi yang sama. Mata Chohong
berputar, ketika dia mengeluarkan erangan terkejut sendiri. Dan sementara itu,
Dylan tertawa masam saat dia menyilangkan tangannya.
"Ya Tuhan, aku tak tahu kita akan bertemu lagi, kurang
dari satu jam kemudian."
"Mereka mencari porter ketika aku berada di pub. Jadi,
aku langsung melamar."
Senyum pahit melayang di wajah Seol Jihu. Dia mengingat
saran Dylan dari sebelumnya.
"Apa ini? Kamu sudah tahu orang-orang dari Carpe Diem?
”
“Yah, sesuatu seperti itu. Katakanlah,, kita saling mengenal
satu sama lain. "
"Hah, teman ini."
Setelah mendengar jawaban Dylan, Samuel menatap Seol Jihu
dengan penuh minat.
"Tak ada yang bisa kita lakukan, selain menganggapnya
sebagai trik nasib, aku rasa..."
Dylan mengangkat tangannya dalam kekalahan.
“Bagaimanapun juga, waktu adalah uang. Kami ingin segera
mendengar tawaran bagus itu, jika memungkinkan. "
"Hehe. Beri aku waktu untuk mulai menjelaskan, oke?
Namun, Aku yakin kamu sudah bisa mendapatkan aroma yang lezat, kan? "
Samuel bercanda sebentar dan menyeret meja besar ke tengah
ruangan. Dia kemudian menyebar peta di atasnya.
Sementara kerumunan berkumpul di sekitarnya, Seol Jihu tetap
di sudut, tak bergerak. Dia bertanya-tanya, apakah seorang porter seperti
dirinya bahkan diizinkan untuk masuk ke sini.
"Hei Kamu. Apa yang sedang kamu lakukan?"
Chohong memandangi Seol dan menunjuk ke meja dengan dagunya.
"Cepatlah. Rapat akan segera dimulai. "
Dia bahkan mengambil langkah ke samping dan membuka tempat.
Ketika Seol berdiri di sampingnya, Hugo mulai terkikik dengan parau.
"Setiap kali dia berutang permintaan maaf seseorang,
dia tiba-tiba menjadi perhatian kepada orang itu. Akan lebih mudah untuk
meminta maaf sekali, jujur saja. "
“Keuk.”
Ujung hidung Chohong memerah sedikit, tapi dia tutup mulut,
ketika Samuel memulai penjelasannya sembari menunjuk titik di peta.
"Karena aku tahu seperti apa kalian, aku akan membuat penjelasanku
sesingkat mungkin. Titik awal kita adalah gerbang selatan. Dari sana, kita akan
menggunakan kereta untuk melakukan perjalanan di sepanjang Sungai Rahman,
selama satu atau dua hari. "
Jari Samuel melakukan perjalanan di sepanjang sungai seperti
yang ditandai pada peta.
“Jalan ini relatif aman, jadi kita akan melakukan perjalanan
secepat mungkin, di bagian perjalanan ini. Kita perlu menghemat stamina untuk
apa yang akan datang. Jika kita tidak mengalami insiden yang tak terduga, kita harus
berhenti dengan aman di sekitar sini. Kita kemudian akan pergi ke Bukit
Napal…"
Jarinya berhenti oleh bayangan hutan yang lebat dan luas.
"Forest of Denial. Ini tujuan kita. Kemungkinan besar,
kita harus melewati pintu masuk dan melanjutkan, sampai semacam gangguan
menghentikan kemajuan kita. "
Saat dia mendengar kata-kata 'Forest of Denial', kulit Dylan
mengeras. Tapi, dia tak mengatakan apa-apa. Samuel menjilat bibirnya dan
membentuk senyum percaya diri.
“Aku sudah mendengar informasi ini dari sumber yang sangat
andal. Tampaknya, ada makam yang cukup besar di dalam Forest of Denial. ”
"Makam, katamu?"
"Benar. Dan tidak, itu bukan makam biasa. Ada
kemungkinan besar, jika itu adalah makam yang terkait dengan Kekaisaran yang
hancur. "
"Apakah kamu menyarankan agar kita untuk menyerbu makam
dan menjarah barang-barang makam?"
"Tepay! Jika itu benar, maka kita mungkin dapat
memperoleh artefak yang luar biasa, untuk diri kita sendiri! "
Dylan mengusap dagunya dengan perenungan.
“Aku bertanya-tanya, mengapa kita pergi jauh ke selatan,
tapi aku mengerti sekarang. Itu masuk akal. Tempat ini memang di dalam wilayah
Kekaisaran lama. "
"Bukan hanya itu. Kamu tahu jika Sicilia telah
menjalankan misi untuk mengintai Forest of Denial, kan?”
"Aku mengerti."
“Ada juga misi dari keluarga kerajaan untuk dipertimbangkan!
Jika semuanya berjalan lancar seperti yang direncanakan, kita akan dapat
menerima hadiah dari tiga sumber! "
"Baik. Aku mengerti apa yang ingin kamu katakan di
sini, Samuel. "
Dylan menenangkan Samuel, ketika yang terakhir mulai
melompat-lompat kegirangan.
"Jadi, ini adalah bagaimana ekspedisi diatur."
Seol Jihu telah mendengarkan dengan penuh perhatian, karena
dia tak ingin kehilangan satu hal pun. Tapi sekarang, dia merasa agak bingung.
Ini terdengar seperti tawaran yang menggiurkan. Kecuali jika
tak ada orang lain yang mengakses informasi ini, dia merasa agak curiga, jika
tak ada yang menaklukkan Forest of Denial ini. Melihat jika itu tak lebih dari
empat, lima hari perjalanan dari Haramark.
Dengan kata lain, pasti ada semacam masalah yang perlu
dikhawatirkan.
Dylan mengambil waktu untuk berunding, sebelum mengangkat
suaranya.
"Ada tiga hal yang ingin kutanyakan padamu,
Samuel."
"Lanjutkan."
"Informasi ini… Siapa lagi yang tahu tentang ini,
selain kita? "
"Biarkan aku jujur di sini. Aku pergi untuk berbicara
dengan tim Kahn terlebih dahulu, sebelum memanggilmu. Namun mereka menolak.
Tetap saja, alasan mereka, pasti akan merahasiakannya. ”
Dylan mengangguk.
"Baik. Lalu, bisakah Kamu memberi tahuku, identitas
sumber yang dapat diandalkan ini? ”
"Kapan kamu akan bertanya padaku, apa persiapanku untuk
Forest of Denial?"
Sudut bibir Samuel melengkung ke atas. Dylan terkejut
sebelum senyum masam terbentuk di wajahnya.
"Yah, bukankah kamu yang mengejutkan? Sejak Chief
Priest Rebecca nyaris tak berhasil kembali hidup-hidup dari tempat itu, aku
berpikir jika Forest of Denial sangat tak mungkin untuk diinjak. ”
“Dari awal, metode pendekatan mereka semua salah. Forest of
Denial bukan tentang kutukan. Tidak, ini tentang sihir. "
"Sihir?"
"Benar. Kamu harus melawan sihir dengan sihir. Tapi,
Rebecca gagal karena dia mengandalkan Divine Magic. Yah, kita harus tetap
memberikan penghargaan padanya, untuk berjalan keluar dari tempat itu
hidup-hidup. ”
Samuel berbicara dengan penuh percaya diri, sebelum melihat
sekelilingnya dengan hati-hati. Seolah-olah dia sangat berhati-hati untuk
memastikan jika tak ada yang mendengarkan mereka.
"Dylan? Aku akan menjawab dua pertanyaan terakhir
sekaligus. Orang yang memberi tahuku tentang makam itu, tidak lain adalah Tuan
Ian. ”
Pada deklarasi ini, trio Dylan, Chohong, dan Hugo
menunjukkan sedikit kejutan.
"Tuan Ian?"
"Benar! Tak hanya itu, dia berencana untuk bergabung
dengan kita dalam ekspedisi ini, sendiri! "
"Hmm. Hmm…"
Di dalam hati, Dylan belum terlalu yakin akan hal itu sampai
saat itu. Tapi sekarang, dia perlahan mengetuk meja dengan ujung jarinya. Seol
Jihu dengan ringan menusuk sisi Hugo, ketika mulut lelaki besar itu naik turun
seperti ikan mas.
"Hugo."
"Uh, uhm?"
"Siapa Tuan Ian?"
“Apa, bagaimana kamu tak tahu… Oh tunggu. Ini pertama
kalinya kamu di sini. "
Hugo mulai berbisik kepada Seol, seolah-olah dia memahami
penderitaan pemuda itu.
“Tuan Ian seorang Alkemis Level 4. Dia adalah Mage yang
terampil yang hampir menjadi High Ranker. "
Hanya pada saat itulah pemuda itu kurang lebih mengerti.
Tidak peduli dari kelas mana itu, mencapai Level 4 memberikan sejumlah pujian.
Dan jika orang itu juga memiliki kelas Mage yang paling langka, maka jelas
betapa berharganya dia.
Dylan akhirnya membuka mulut untuk berbicara.
"Jadi kita tak mengintai Forest of Denial, tapi
melakukan ekspedisi. Tapi, karena kita secara nominal memeriksa daerah itu,
kita bahkan tak harus mengajukan permohonan lisensi ekspedisi, bukan? "
"Fufufu. Ini kesepakatan yang sangat bagus, bukan
begitu? "
"Aku setuju. Aku sudah tahu prospek bagus itu. "
Samuel mulai menginjak lantai dengan kakinya, seolah-olah
dia tak bisa menunggu lagi, menyebabkan Dylan juga tersenyum lebar.
"Baik. Bagaimana dengan detailnya? "
“Jangan seperti itu. Kamu tahu bagaimana aku beroperasi. Aku
akan memimpin dan memandumu maju. Tapi, Kamu akan mengambil alih selama
pertempuran. Adapun jarahan, pertama-tama akan diberikan kepada orang yang
kelasnya paling cocok dengannya. Jika kelas yang sesuai tumpang tindih, maka
orang yang level-nya lebih tinggi, akan mendapatkannya. Selain itu, hadiahnya
akan didistribusikan secara merata. ”
Samuel membaca semuanya, seolah-olah dia sudah hafal.
"Luar biasa."
Begitu Dylan setuju, Samuel menoleh untuk melihat yang lain.
"Bagaimana dengan kalian berdua?"
“Apakah kamu bahkan perlu bertanya? Keputusan sudah dibuat.
"
"Aku setuju!"
Chohong setuju tanpa pamrih, sementara Hugo sangat energik.
Samuel membentuk seringai puas dan mengalihkan pandangannya
ke Seol Jihu.
"Teman! Aku menganggapmu juga tak apa-apa? "
"Oh, aku…"
Seol Jihu berhenti bicara.
Dalam hati, dia pasti ingin menjadi bagian dari ekspedisi
ini. Namun, bukankah dia berjanji pada Kim Hannah, jika dia tak akan pergi
lebih jauh ke selatan, lebih jauh dari Haramark?
Merasakan keragu-raguannya, mata Samuel terbuka lebih lebar.
“Hei, apakah ada masalah? Ini bukan eksplorasi, Kamu tahu.
Ini adalah ekspedisi yang sebagai misi resmi. Aku yakin, Kamu akan mendapatkan
banyak poin pengalaman dengan menemani kami. "
"Forest of Denial cukup dekat dengan perbatasan, jadi
tidakkah itu berbahaya?"
Seol Jihu menunjukkan ini, menyebabkan Samuel tertawa kecil.
"Aha. Itu benar. Namun, Kamu tak perlu khawatir tentang
itu! Secara teknis, Kamu bisa mengatakan jika Forest of Denial berada di
perbatasan wilayah manusia. Tapi sebenarnya, tempat itu jauh lebih dekat ke
zona netral. Sihir yang dilemparkan ke atas hutan begitu kuat, sehingga tak
hanya kita manusia, tapi hampir semua spesies lain, tak berpikir untuk mendekatinya.
"
Samuel menjelaskannya panjang lebar, sebelum mengepalkan
tangannya dengan erat.
“Namun, kita berbeda. Kami memiliki Dylan, yang merupakan High
Ranker, dan Master Mage Ian. Sihir kuno itu melemparkan hutan atau apalah? Kami
akan menghentikannya, pasti. "
Alih-alih menempatkan kepercayaannya pada kata-kata itu,
Seol Jihu malah mengaktifkan Nine Eyes. Samuel masih tak memiliki warna.
"Jadi, bagaimana dengan itu? Kamu ikut, kan? "
Sebuah pertimbangan singkat kemudian, Seol mengangguk.
"Ya Aku akan ikut."
"Bagus!!"
Samuel menampar permukaan meja dan berdiri.
“Kita berangkat besok! Mari kita bertemu di gerbang selatan,
pagi buta! ”
***
Pagi tiba.
Seol Jihu terbangun dan sedikit mencuci wajahnya, sebelum dia
buru-buru mengenakan equipment-nya. Sekarang setelah dipikir-pikir lagi,
perasaannya tentang waktu telah menjadi agak kabur, sejak dia memulai hidupnya
di Paradise. Karena tak ada jam di sini, itu tak bisa membantu. Tapi tetap
saja, itu cukup sulit untuk mengetahui, kapan 'pagi buta' ini untuk pertemuan
mereka sebenarnya.
Dia mengambil tas dan meninggalkan penginapan. Dia kemudian
langsung menuju ke gerbang Selatan melalui rute yang ia hafal kemarin.
Dia tak yakin sampai saat itu, tapi ketakutannya ternyata
benar. Sembilan orang sudah menunggunya di gerbang. Berpikir jika dia
terlambat, Seol berlari dengan semua yang dimilikinya, sebelum Samuel
menyadarinya dan melambaikan tangannya pada pemuda itu.
“Woah, wah! Tenang, tenang! Kamu tak terlambat, jadi kamu
tak perlu terburu-buru seperti itu. "
"Oh. Begitukah?"
"Tuan Ian belum datang, Kamu tahu."
Samuel dengan ringan mengetuk bahu Seol, sebelum pergi 'Ups'
dan menyerahkan tas yang cukup besar.
“Ini barang bawaan yang akan menjadi tanggung jawabmu.
Tolong jaga itu. Kami mungkin menghadapi masalah besar nanti, jika kamu entah
bagaimana salah menaruhnya. "
"Apa semua ini?"
"Ya. Kami juga menyewa dua porter lain, Kamu tahu.
Mereka adalah penduduk asli, jadi kamu tak perlu terlalu khawatir tentang
mereka. "
Seol Jihu mengangguk, dengan mudah mengambil barang bawaan,
dan menyampirkannya di atas bahu lainnya. Dia merasakan beratnya, tapi itu tak
cukup berat untuk menghalanginya. Sementara itu, Samuel menatap pemuda itu
dengan ekspresi sedikit bingung.
"Bukankah itu berat?"
"Tidak juga, tidak."
"Hoh… Seperti yang diharapkan, Aku benar memercayai
penilaian Alex. "
Sementara Samuel mengangguk dengan bijaksana pada dirinya
sendiri, Seol Jihu melihat sekelilingnya. Di dekat gerbang, dia melihat dua kereta,
anggota Carpe Diem, serta tim Samuel.
Jika ada beberapa hal yang berbeda dari kemarin, maka itulah
yang akan mereka lakukan hari ini.
Seol Jihu telah melihat kapak besar Hugo dan armor besar dan
kuat selama perjalanan mereka ke Haramark. Samuel di depannya tampak agak keren,
dengan jaket kulit bertabur warna cerah di atasnya, serta jubah biru yang memanjang
hingga ke pinggang.
Dylan seharusnya seorang Archer, tapi dia mengenakan
brigandine gaya mantel, yang harus dikenakan Warriors. Cahaya lembut
memantulkan cahaya perak di bawah sinar matahari pagi, armor itu juga tak bisa
menjadi barang sederhana.
Pada saat Seol Jihu memperhatikan longsword yang berkilauan
dingin dan perak yang dipegang oleh Grace, dia tak bisa menahan diri untuk
merasa jika equpment-nya sendiri terlihat sangat jelek dibandingkan yang lain.
Seperti yang dikatakan Cinzia sebelumnya. Kesenjangan
kualitas antara Zona Netral dan Paradise terasa sangat luas, tanpa keraguan.
'Suatu saat Aku akan…'
Pemuda itu memutuskan untuk menaikkan level-nya, mendapatkan
equpment yang lebih baik, dan melwati individu-individu yang luar biasa ini
secepat mungkin. Saat itulah, Chohong berjalan ke tempat dia berada. Pakaiannya
sangat unik, sehingga Seol Jihu tak bisa menahan diri untuk melakukan mengamati.
Dia mengenakan jubah putih yang mirip dengan Alex, tapi ada
lapisan armor berantai di atasnya. Juga, dada, lengan, dan kakinya juga
tertutup lapisan perlindungan logam. Itu adalah pengaturan equpment yang agak
rumit.
"Apakah dia seorang Priest atau Warrior?"
Chohong bahkan tak melirik Seol Jihu yang bingung, dan
menepuk pundak Samuel.
"Jadi, kapan si cabul itu datang?"
"Uh huh. Apa maksudnya, 'cabul'? Kamu harus
memperhatikan apa yang kamu katakan di depan Tuan Ian. "
“Itu tak masalah, bukan? Lagipula dia belum datang. "
"Yah, aku ingin tahu tentang itu."
Samuel menyeringai dan mulai melambaikan tangannya. Seol
Jihu mengikuti garis pandangnya dan melihat seorang pria berjalan menuju
kelompok dari jauh.
Tingginya sekitar rata-rata, fisiknya cukup ramping.
Rambutnya tak seputih abu-abu, tapi lebih dekat dengan warna garam dan lada.
Melihat semua kerutan di dekat matanya, dia pasti sudah melewati usia empat
puluhan dan memasuki usia lima puluhan.
Yang paling penting, janggut putih panjang dan panjang yang
menjulur hingga ke pusarnya, mengingatkan pemuda itu akan Mage tertentu dari
franchise film terkenal.
"Oiiii!"
Pria yang mengenakan jubah putih gading itu
melambai-lambaikan tangannya, sambil membawa tongkat kayu dengan ujungnya yang
sedikit bengkok. Pria itu tak lain adalah Ian.
"Kamu datang, Tuan Ian."
Samuel menyapa si Mage dengan membungkuk 90 derajat.
"Maaf maaf. Aku sedikit terlambat. Sudah lama, sejak au
berada di Haramark, dan jalanan terasa begitu sempit, Kamu tahu. "
“Yah, aku mengerti. Aku sendiri pernah ke istana kerajaan,
jadi aku tahu betapa pengapnya tempat itu. "
"Sangat benar. Jika itu bukan karena penampilan sang
putri, aku akan mati karena tersumbat. "
"Ah... Maksudmu, putri primitif itu, ya? ”
Ian mulai tertawa kecil, ketika dia mengobrol dengan Samuel.
Seol Jihu telah membentuk kesan umum pada pria yang lebih tua dari cerita yang
ia dengar kemarin. Tapi hari ini, dia tak bisa membantu, tapi berpikir jika
kepribadian santai Ian terlihat sedikit lebih ramah dari yang ia harapkan.
"Bagaimanapun juga, mari kita pergi. Jika aku tinggal di
sini lebih lama, keluarga kerajaan mungkin akan mencoba memburuku. Mereka
membujukku untuk berubah pikiran sampai pagi ini, Kamu tahu. ”
“Oopsie daisy. Itu pasti tak akan berhasil. Bagaimana kalau
kita segera pergi? ”
"Haruskah aku naik kereta itu ke sana?"
"Ya. Oh, dan omong-omong…"
Tepat ketika Samuel melihat Seol Jihu dan sedikit ragu,
Chohong meraih lengan pemuda itu dan berbicara.
"Anak ini bersama kita."
"Oh, itu seharusnya baik-baik saja."
Samuel mengangguk. Namun, Ian tersenyum cerah, begitu menemukan
Chohong.
“Oh… Chohong! Sudah terlalu lama. Kamu terlihat baik seperti
biasa. ”
"Diam, Kamu kakek tua mesum."
Chohong mengangkat tongkatnya dan menggeram dengan cara yang
mengancam, sebelum berbalik. Seol Jihu diseret tanpa daya olehnya, dan akhirnya
naik ke gerbong Carpe Diem.
Dan tak lama kemudian…
"Ayo pergi!"
Bersamaan dengan teriakan Samuel, dua kereta perlahan-lahan
berangkat dari gerbang Selatan.
Itu adalah awal dari ekspedisi pertama Seol Jihu.
***
Bagian dalam gerbong itu sunyi.
Dylan berkata dia ingin merasakan angin sepoi-sepoi yang
lewat di wajahnya dan naik ke atap. Chohong hanya menatap keluar, sejak
perjalanan dimulai. Sementara itu, Hugo menyeringai seperti orang bodoh, karena
suatu alasan.
Chohong lalu tiba-tiba meludahkan erangan panjang dan mulai
mengobrak-abrik saku bagian dalam, sebelum kerutan muncul di wajahnya.
Selanjutnya sebuah makian keluar dari bibirnya. Seol Jihu telah mengawasinya
dengan tenang sampai saat itu, dan mengeluarkan sebungkus rokok sebelum
mendorong itu kepadanya.
"Ini."
"Eh?"
Chohong berkedip beberapa kali, sebelum kepalanya berderit
ke arahnya.
"Tidak, aku baik-baik saja. Aku tak suka rokok beraroma
itu…"
"Jika kamu tak menyukai rasanya, Kamu bisa
menghindarinya, dengan tak merusak kapsul kecil di dalam filter."
"B-benarkah?"
*Hmm, hmm.*
Chohong memalsukan batuk dan mengambil sebatang rokok dari
bungkusnya. Segera, Hugo menutupi matanya dan mulai tertawa terbahak-bahak. Dia
menggenggam bahu Seol Jihu dan berbicara.
"Seol, kamu harus lebih mengerti di sini. Dia telah
menjalani kehidupan yang sulit sampai sekarang. jadi, ketika dia menerima
perlakuan baik, dia menjadi malu seperti itu. "
"Diam, Hugo."
Chohong menekan kalimatnya dan mulai mengisap rokok sambil
mengeluh.
"Tapi aku terkejut. Kamu tak terlihat seperti perokok.
"
"Sebenarnya, aku perokok berantai."
"Itu tak perlu dibanggakan. Bagaimanapun juga, terima
kasih. Ngomong-ngomong, mengapa kamu terlihat seperti menginjak kotoran saat
itu? ”
'Aku melakukan apa?'
Sepertinya dia mencoba mengubah topik pembicaraan, tapi
tetap saja, dia mengangkat bahu dan menjawab.
"Ya, itu… Aku hanya melihat equpment semua orang.
Mereka semua terlihat sangat keren bagiku. ”
"Tapi, barangmu sendiri juga tak terlalu buruk."
Chohong mengistirahatkan dagunya dan dengan anggun
menyipitkan matanya.
"Bukankah itu armor kulit yang direbus? Itu yang
terbaik yang tersedia di antara armor kulit, bukan? Aku melihat jika kamu juga
memakai armor berantai di bawahnya, meskipun itu jarang terjadi. Agak murahan,
tapi kamu juga menutupi semua bagian penting. Dan tombakmu juga terlihat bagus.
"
"Benarkah?"
"Ya, sungguh. Apakah kamu tak melihat Clara? Equpment-mu
berkali-kali lebih baik daripada miliknya, terutama tombak itu. Aku pikir, Kamu
bisa menggunakannya sampai ke Level 3, jika Kamu mempertahankannya dengan baik.
"
"Pu, puhaha… hahaha !!"
Begitu Chohong selesai berbicara, Hugo mulai tertawa lepas.
Dia mulai menggertakkan giginya.
"Mengapa kamu tertawa? Apakah Kamu lupa otak-mu atau
sesuatu? "
"Hei Kamu. Mengapa kamu tak mengatakan jika Kamu
menyesal? Itu hanya satu kata, tapi apakah itu sulit bagimu? Apakah Kamu tahu,
betapa lucunya penampilanmu dari sini? ”
"Apa yang kamu bicarakan? Aku hanya mengatakan
kepadanya apa yang aku lihat. "
"Pantatku... Pasti sulit bagimu untuk terdengar sangat
perhatian pada seseorang, bukan? Ada apa dengan kepribadianmu dan semuanya.
"
Mata Chohong menjadi buram, dan kegilaan mulai mereda.
"Tapi ada sesuatu yang membuatku penasaran."
Sepertinya perkelahian akan pecah, jika semuanya dibiarkan
seperti itu, jadi Seol Jihu buru-buru turun tangan.
"Apa kelas Nona Chohong?"
“Kyyaachk!”
Tiba-tiba Chohong berteriak dengan keras dan berdiri dari
kursinya. Dia bergegas ke Seol Jihu dan meraih bahunya, sebelum menariknya
lebih dekat. Rokok di mulut mereka hampir bersentuhan, dan lelaki ini tersentak
dari kedekatan yang tiba-tiba.
"Hei…. Aku hanya akan menanggungnya, tapi aku harus
minta bantuanmu. Tak bisakah kamu melakukan sesuatu, tentang cara kamu
berbicara? "
"Caraku berbicara?"
"Benar! Tak apa-apa, jika hanya aku, oke? Tolong,
tolong bicara secara informal, oke? Memanggilku Nona Chohong?! Aku lebih suka
Sialan Chohong! Kamu membuatku takut, kamu tahu !! ”
Seol Jihu tak tahu, mengapa dia sangat membencinya, tapi itu
bukan bantuan yang sulit.
"Oke, aku akan melakukannya."
Chohong kembali ke tempat duduknya, setelah itu. Dia
membentuk ekspresi yang mengatakan, dia akhirnya bisa bertahan hidup sekarang.
"Fuwooo… Ah, benar. Kelasku? Itu adalah 'Divine
Champion'. Aku Level 4. "
"Divine Champion?"
"Ya. Kamu mulai dari Level 1 Priest, lalu di Level 2,
Combat Nun. Kemudian, di Level 3, Holy Warrior. ”
"Kamu menyerah dari jalan seorang Priest?"
"Tapi ada alasan untuk itu."
Hugo tiba-tiba menyela di sana.
"Kamu tahu, stat Mana gadis ini cukup tinggi. Aku
dengar, dia bahkan bisa menjadi Mage. ”
Seol Jihu terkejut dengan penjelasan itu. Persyaratan
minimum untuk menjadi Mage adalah memiliki stat Mana di High-Intermediate atau
lebih tinggi. Tentu saja, kepribadian dan talenta juga harus ada di sana.
“Dia terlalu kasar untuk menjadi seorang Mage. Dewa rupanya
tak senang dengan kesempatan yang hilang, dan memutuskan untuk menjadikannya
seorang Priest. Tapi meski begitu, para dewa telah membuat kesalahan besar. ”
"Kesalahan?"
"Yup, sebuah kesalahan. Aku yakin pada dasarnya kamu
sudah mengetahuinya, setelah melihatnya berjalan di jalur seorang Warror,
meskipun dia seharusnya menjadi seorang Priest, kan? "
"Hugo, aku sudah bilang untuk tutup mulut. Ini
peringatan terakhirmu. "
Chohong mulai memelototi pria besar itu. Namun, Hugo bahkan
tak memedulikannya, dan hanya mengetuk kepalanya dengan jarinya.
“Kamu tahu, bahkan para dewa tak tahu jika gadis ini
benar-benar polos! Dan dengan kepribadiannya yang kasar, apalagi menjadi Mage,
Kamu pikir menjadi seorang Priest cocok untuknya? Ah? Puhahahaha! "
Hugo melemparkan kepalanya ke belakang dan mulai tertawa
lagi. Tepat pada saat inilah Chohong, dengan kukunya siap menyerang,
menerkamnya.
Gerbong itu berguncang keras, sedemikian rupa. Sehingga,
Dylan di atap yang menikmati angin hampir jatuh dari sana.
"Dylan!! Dylan!! ”
Dylan bisa mendengar seseorang dengan putus asa memanggilnya
dari kereta, tapi dia diam-diam mengumpulkan tangannya dan bergumam.
"Maaf, pemula."