SCG_054

SCG_054
Bab 54. Dapat Dilakukan, Tak Dapat Dilakukan (1)
Suasana keseluruhan tak begitu baik.
Sudah beberapa waktu berlalu sejak ekspedisi berhenti, tapi
Dylan tetap diam. Ekspresi ketidak-bahagiaan tampak terlukis di wajah Samuel.
Keduanya hanya melotot ke tanah yang tak bersalah. Karena dua Archer yang
diakui oleh yang lain karena berpengalaman dan sangat hebat, menampilkan
kira-kira ekspresi yang sama. Itu sangat mungkin, jika ada sesuatu yang salah.
Ketika waktu tunggu lebih lama lagi, Ian tak punya pilihan
selain untuk bertanya, meskipun dia tak ingin melakukan itu pada awalnya.
"Apakah ada masalah?"
"Kami menemukan jejak jejak kaki yang jelas bukan
manusia. Tapi, kami belum bisa mengetahui, siapa pemiliknya."
Dylan menjawab dengan lugas. Samuel terlalu lambat
menggelengkan kepalanya. Sekarang, situasi terburuk telah menjadi kenyataan,
Ian juga menunjukkan ekspresi kusut.
"Hmm… Jika kalian berdua tak yakin, maukah Kamu
memberitahuku, jika ada sesuatu yang kalian perhatikan? Aku tak bisa memberimu
jaminan. Tapi, karena Aku sudah lama tinggal di dalam perpustakaan kerajaan, aku
akhirnya menghafal karakteristik unik dari sebagian besar spesies monster.
"
Samuel menganggap saran Ian masuk akal, jadi dia mengalihkan
pandangannya kembali ke tanah.
"Pertama-tama… Panjang dan lebar masing-masing jejak
ini cukup besar. Yang terkecil sekitar 1,2 kali lebih besar dari rata-rata pria
manusia, dan yang terbesar sekitar 1,5 kali. "
"Kemungkinan besar, itu adalah spesies dengan tubuh
besar. Ada yang lain?"
“Kedalaman setiap jejak juga sangat besar. Tak seperti
permukaan di sini yang lembut, seperti yang kembali di pintu masuk hutan. Juga…
Ah, dan kita juga bisa melihat beberapa helai bulu berwarna coklat."
"Berwarna coklat, katamu?"
Alis Ian bergetar tak stabil.
“Apakah warnanya terang? Atau apakah mereka gelap? ”
"Terang."
Samuel menggesekkan tanah dengan jari telunjuknya dan
menganggukkan kepalanya, seolah dia yakin akan hal itu.
"Lalu…"
"Kebetulan, apakah enam jari kaki mereka... tidak,
maksudku, enam tanda cakar juga?"
Pertanyaan Ian terdengar agak mendesak. Orang yang menyuruh
mereka tetap tenang, tik bisa menahan kecemasannya sama sekali.
"Maaf? Ahh, ya, itu benar. Aku baru saja akan
memberitahumu itu. ”
“Juga, apakah ada alur kecil tapi dalam, di suatu tempat di jejak
itu? Seperti, benda tajam menembus tanah lalu menarik keluar, sesuatu seperti
itu? ”
Samuel dengan bingung menatap balik ke Mage itu. Wajahnya
sepertinya berkata, "Bagaimana kamu tahu itu?"
Ian mulai menggigit bibirnya.
"Sialan, mereka Lioners!"
"Permisi?"
Tak seperti Samuel, Dylan dengan megah tersentak setelah
mendengar itu.
"Lioners …. Para Lioners ?! ”
Samuel juga mulai berkerut.
"Tapi tapi…. Tapi, itu tak masuk akal. Kenapa Lioners
ada di sini di Forest of Denial? ”
"Aku juga tahu jika Lioners tak tinggal di Forest of
Denial. Tapi, pegunungan dan hutan ini ada di sisi lain dari habitat mereka.
Tapi bukan itu yang penting, bukan? Semua petunjuk yang kamu temukan, cocok
dengan deskripsi Lioner. Dan Kamu benar-benar menemukan jejak mereka di sini!
"
"Sepertinya, ekspedisi ini sudah berakhir."
Dylan berbalik, seolah-olah untuk menunjukkan jika tak ada
gunanya melangkah lebih jauh. Tapi, Samuel tetap ragu-ragu.
"Samuel, pahamilah. Bajingan-bajingan itu terkenal
karena kecerdasan mereka sebagai pemburu. Apalagi, keahlian mereka untuk
mengaburkan keberadaan mereka. Mencoba melawan mereka di dalam Forest of
Denial, adalah kegilaan total. ”
Bahkan ketika Ian mendesaknya dengan suara putus asa, Samuel
terus ragu. Seol Jihu bertanya-tanya, mengapa dia membuang-buang waktu seperti
itu, ketika ada bahaya yang jelas menunggu mereka di depan. Kemudian, pemuda
itu mengingat percakapan malam sebelumnya, dan senyum pahit di wajah Samuel
juga.
Seol Jihu akan mengaktifkan 'Nine Eyes', tapi menghentikan
dirinya sendiri. Bagaimanapun juga, dia perlu mengatur emosinya. Dia tak
percaya diri mempertahankan ketenangannya, jika dia melihat warna yang buruk,
merah tua atau hitam pekat. Karena Ian melakukan yang terbaik untuk membujuk
Samuel, Seol Jihu memutuskan untuk menunggu sedikit lebih lama.
"Tapi… kita hampir sampai. Kita pasti telah melewati
pintu masuk hutan. Beri aku satu jam. Tidak, 30 menit. Aku yakin menemukan
makam. Dan selain itu, kita harus bisa menangani tiga atau empat Lioner jika
itu yang terjadi. ”
Samuel tak bisa membiarkannya begitu saja. Ian
frustrasi,etapi dia tetap tenang dan melanjutkan kata-katanya.
"Temanku. Memang, ada beberapa kesempatan di mana
Lioner mungkin bertindak sendiri. Tapi, sebagian besar kesempatan, mereka
berburu dalam kelompok besar. Lebih penting lagi, Lioner jantan dewasa mampu
mengalahkan Warrior Level 3, dan bisa bertarung imbang melawan Warrior Level 4.
”
"…."
"Bukan itu saja. Yang paling penting, Lioner betina,
mungkin tak serta-merta berpartisipasi dalam pertempuran, tapi… bahkan saat
itu, monster itu dengan mudah melebihi Warrior Level 4 dalam kekuatan. Selain
itu, pemimpin kelompok itu adalah monster kekuatan terkuat, yang dapat
bertarung dengan setara melawan Warrior Level 5. Kahn kemungkinan besar mati
karena monster itu! ”
Begitu Kahn disebutkan, Samuel sadar. Konflik batinnya hanya
berlangsung sesaat. Samuel mengertakkan gigi dan membuat pengumuman.
“ Ekspedisi ini secara resmi sudah berakhir. Kita harus segera
meninggalkan Forest of Denial. ”
Ian mengangguk lega, setelah mendengar keputusan Samuel.
Seol Jihu juga menghela nafas lega. Sekarang setelah keputusan dibuat, gerakan
mereka cepat.
“Kita meningkatkan kecepatan! Kita akan mempertahankan
kecepatan ini, sampai kita meninggalkan hutan. Jadi, jangan ketinggalan! ”
Ekspresinya gelap. Tapi tetap saja, Samuel berteriak dengan
penuh semangat dan berbalik. Tapi, itu terjadi kemudian.
Gedebuk!
Suara bising memasuki telinga semua orang. Tak lama setelah
itu, suara rerumputan tinggi berdesir di sekitarnya. Semua orang di ekspedisi
membeku di tempat.
"Mereka sudah menunggu kita ?!"
Ian mengeluarkan erangan sedih, setelah menyadari jika itu
sudah terlambat. Seol Jihu secara naluriah mengaktifkan Nine Eyes-nya.
Warna Merah.
Direkomendasikan Mundur.
Sesuatu yang tiarap di tanah di depan, perlahan mengangkat
tubuhnya. Garis pandang Seol Jihu naik ke atas, untuk mengkonfirmasi makhluk apa
itu, bahkan sebelum dia menyadarinya.
Raksasa yang bangkit dengan diam-diam adalah monster yang
membual dengan mata binatang buas dan kumpulan liar seperti Lioner.
Tingginya dengan mudah melampaui tiga meter, dengan bulu
berwarna coklat terang, yang menutupi seluruh tubuh. Otot pada tubuh bagian
atas dikembangkan secara merata, seperti manusia. Tapi, tubuh bagian bawah
lebih menyerupai hewan yang kurus, tapi tetap kencang.
Salah satu detail yang menarik adalah bekas luka panjang
membentang dari dada sampai ke perutnya. Itu kurang lebih sepenuhnya sembuh
sekarang. Tapi tetap saja, itu tampak segar.
"Itu adalah… pemimpin para Lioner!"
Ian menghela nafas panjang.
Lioner pertama yang menampakkan diri menendang tanah. monster
itu berlari, seolah-olah itu terbang dan menutup jarak dalam sekejap, mendarat
di depan tim ekspedisi dengan ledakan keras.
Semua orang bisa merasakan jika Lioner di depan mereka
berada pada level yang sama sekali berbeda, dari semua monster lain yang telah
mereka lawan sampai sekarang. Walaupun hanya dari aura yang dipancarkannya.
Tak lama setelah itu…
Hrrrrr
Mata Lioner yang jelas berwarna kuning berkilau dalam cahaya,
sebelum dadanya mengembang dan mulutnya terbuka lebar.
-Huaaaaawr!
Raungan yang kuat begitu melengking, sehingga itu bisa
membuatnya bergema di seluruh hutan.
"Aaak !!"
Seol Jihu jatuh berlutut, setelah indranya diserang oleh
raungan yang mencoba merobek dagingnya menjadi potongan-potongan. Bukan hanya
dia. Tak perlu menyebut kedua penjaga itu, karena Clara, Grace, dan Alex juga
jatuh. Tak hanya itu, bahkan Samuel dan Chohong membeku di tempat.
"Tidak, tidak…"
Gendang telinganya mati rasa. Pandangannya kabur dan
kesadarannya menjadi kacau. Apa yang membuatnya semakin gila adalah fakta, jika
dia sangat ingin menyangkal 'sesuatu'.
"Motus Stabilitatem!!"
Saat itu… bersamaan dengan teriakan Ian, pemandangan kabur
Seol menghilang dalam sekejap. Pikirannya terasa lebih nyaman, dan kesadarannya
juga tajam.
"Itu tadi…"
Seol Jihu bergumam pada dirinya sendiri, dan mengangkat
kedua tangannya. Semacam bubuk bersinar berserakan dari atas, mendarat di
telapak tangannya, dan meresap ke bawah kulitnya.
"*Tsk* Aku seharusnya 'menghafal', setidaknya satu
mantra serangan. "
Ian menurunkan tongkatnya dan tanpa peringatan, berlutut.
Dia kemudian membentangkan gulungan di tanah dan membukanya, sebelum
mengeluarkan botol ramuan kecil. Dia dengan cepat menuangkan bubuk seperti
garam biru di atas kertas.
Alex juga telah pulih dari akalnya, dan dengan cepat
mengeluarkan salibnya, dan mulai mengucapkan mantra.
"Hei, itu… bukankah itu senjata Kahn?"
Dylan berbicara, ketika dia menunjuk dengan anak panahnya, tombak
yang penuh dengan gerigi.
Seperti yang ia katakan, pemimpin Lioner memegang tombak
hitam di satu tangan. Karena dipegang oleh monster raksasa, itu tampak sedikit
seperti mainan. Tapi dari sudut pandang manusia, itu tampak masih sangat
mengancam.
Ta-tang !!
Seiring dengan suara ledakan, pemimpin Lioner mundur, sambil
mengangkat lengannya. Ada dua anak panah yang tersangkut di lengannya, tapi tak
ada yang menembus terlalu dalam.
Pupil hitam yang terkandung di dalam mata yang terbuka,
sedikit menurun. Pemimpin Lioner sedang menatap dalam-dalam pada Mage yang
berlutut di tanah, bukan Dylan yang adadi depan.
Karena itu adalah makhluk yang tak memiliki kecerdasan yang
cukup tinggi, dan dengan demikian tetap setia pada nalurinya. Dia dapat
merasakannya… jika orang yang bertanggung jawab untuk menghidupkan kembali
mangsa di ambang kehancuran, adalah manusia itu.
-Hrrrrrr…
Begitu meludahkan suara-suara geraman, Lioner lainnya
bersembunyi di kiri dan kanan, mengungkapkan diri mereka satu per satu. Tiga di
kiri, dan empat di kanan. Mereka semua membawa senjata manusia dan perlahan
berjalan mendekat ke ekspedisi. Mereka semua lebih kecil dari si pemimpin, tapi
tak satu pun dari mereka yang lebih pendek dari dua meter.
“Brengsek. Sembilan Lioner, ya… Apa yang salah dengan hutan
sialan ini? ”
Ratapan itu keluar, dengan sumpah serapah. Seol Jihu
menyadari jika tim ekspedisi telah dikepung musuh.
"Aku akan mengambil yang di depan. Hugo, Clara, ambil
kiri. Samuel dan Grace, sisi kanan. Kita harus bertahan, sampai Tuan Ian
selesai dengan mantranya. ”
Dylan mengeluarkan instruksi sederhana dan perlahan
melangkah maju.
Dan segera setelah empat lainnya maju, serangan balik tim
telah dimulai. Dengan teriakan perang yang keras, manusia dan monster saling
bentrok.
Dylan menembakkan panahnya, dan pemimpin Lioners menggunakan
putaran kecepatan untuk menutup celah, dan mengayunkan tombak hitam ke bawah.
Itu tampak seolah-olah, itu membelah Dylan menjadi dua. Tapi pada akhirnya, itu
hanya menghantam tanah. Sementara itu, dia berputar ke belakang Lioner,
mengeluarkan belati yang terselubung di ikat pinggangnya, dan menebas paha
berotot monster itu.
-Hrrrrrr!
Monster yang terkejut itu dengan marah mencoba menyerangnya.
Namun, Dylan kembali menghilang dari tempat itu, dan muncul kembali di sisi lain
makhluk itu.
Ta-tang!! Ta-ta-tang!!
Dia dengan cepat menembakkan lima anak panah berturut-turut
dengan cepat. Mereka secara akurat diarahkan pada titik-titik vital dari
monster itu. tapi, si Lioner itu secara refleks berjongkok dan melindungi
dirinya sendiri. Tentu saja, serangan itu masih tak bisa menghindari terkena di
lengan dan kaki.
Seolah kesal, pemimpin Lioner mulai mengayunkan tombak tanpa
pandang bulu.
Kwang! Kwang! Kwang! Kwang!
Masing-masing pukulan itu cukup berat untuk mengguncang
tanah, tapi tak satu pun dari mereka yang menemukan musuh. Dylan dengan mudah
menghindari mereka semua, mengambil jarak, dan terus menembakkan panahnya.
'Mungkin kita bisa…'
Seol Jihu tumbuh penuh harapan. Meskipun Dylan tak dapat memberi
Lioner serangan kritis, dia pikir kelompok itu akan menang, jika pertempuran
tetap berlangsung dengan cara ini. Namun, pada saat berikutnya, dia akhirnya
tersentak.
Dia memperhatikan pemimpin Lioner mencuri pandang ke
arahnya. Seolah-olah sedang memikirkan sesuatu.
'Tunggu sebentar.'
‘Bagaimana jika monster itu mengabaikan Dylan dan
bergegas ke sini?’
Seolah-olah untuk melakukan hal itu, pemimpin Lioner
membalikkan tubuhnya ke arah Seol Jihu. Namun, ekspresinya kusut, setelah
Chohong menghalanginya.
Seol Jihu menghela nafas lega. Dia bertanya-tanya, mengapa
Chohong tik masuk ke medan pertempuran. Tapi ternyata, dia adalah 'Penjaga'
mereka. Dylan dapat berkonsentrasi dengan bebas, hanya karena dia melindungi
daerah ini.
"Hei."
Tiba-tiba Chohong berbicara dengannya.
“Jangan takut dan tetap dekat denganku. Noona ini pasti akan
melindungimu.”
Seol Jihu berpikir untuk memperdebatkan logika di balik
pernyataan itu, tapi dia mengalihkan pandangan, setelah memperhatikan Chohong
dengan cepat mengalihkan pandangannya ke kanan dan kiri.
Hugo mengayunkan kapak itu dengan segala yang dimilikinya.
Dia dengan gila menyerang para Lioner. Tapi, ketika dia dikelilingi oleh empat
dari mereka, luka-lukanya terus menumpuk.
Clara terus-menerus menembakkan panahnya. Tapi, serangan itu
tak ada yang bisa menembus kulit tebal targetnya, dan hanya memantul. Artinya,
dia tak banyak membantu sama sekali.
Situasi di sebelah kanan bahkan lebih buruk daripada di
sebelah kiri.
Pertempuran belum lama, tapi perisai Grace tergeletak di
tanah, rusak. Dia hanya bertahan dengan pedang panjang tunggal. Jika bukan
karena Samuel dengan gila melempar belati pada musuhnya, dia akan berubah
menjadi sepotong daging lunak, sejak beberapa saat lalu.
Aliran pertempuran tampak sangat tak menguntungkan saat ini.
Dylan secara ajaib bisa bertahan entah bagaimana, tapi situasi di kedua sisi
tidak begitu baik. Jika satu sisi runtuh, maka situasi yang terjadi akan cukup
jelas bagi siapa pun untuk melihatnya.
"Aaaaaaahk !!"
Teriakan tiba-tiba dari samping, menyebabkan Seol Jihu
secara refleks mengedarkan mana.
Krisis akhirnya terjadi. Entah mengapa, Grace membuang
pedang panjangnya, menggenggam kepalanya, dan menjerit. Akan sulit untuk
mengendalikan emosi seseorang, selama pertempuran hidup atau mati. Dan karena
itu, efek dari Forest of Denial telah menguasai pikirannya.
Di sisi lain, ini adalah kesempatan sempurna bagi Lioner.
Tepat ketika mereka mengulurkan senjata mereka ke arah Grace yang
berguling-guling di tanah, Alex meneriakkan sesuatu dan mengulurkan tangan kirinya.
Wuoong !!
Sebuah penghalang tipis dan semi-transparan terbentuk di
sekitar Grace. Itu benar-benar muncul di waktu yang tepat. Semua senjata yang
menyerang, dipantulkan.
"Persetan!! Mengapa kamu tak membantuku di sini juga ?!
"
Hugo berteriak dengan suara tak puas. Dengan tenang Alex
mengulurkan tangan kirinya lagi.
"Luxu… Lu… Luxuria !!"
Keempat Lioner yang menyerang Hugo, tiba-tiba berhenti
bergerak. Mengambil kesempatan ini, Hugo mengayunkan kapaknya di leher salah
satu musuhnya, dan garis panjang darah terbang di udara.
Akhirnya, satu telah tumbang, tapi Hugo sudah penuh luka.
Armornya yang dulu mengkilap, penyok dan hancur. Sementara itu, darah terus
mengalir dari banyak lukanya.
Untuk sesaat, cahaya keragu-raguan berkelip di mata Alex.
Dia melantunkan mantra lain, dan tubuh Hugo mulai memancarkan cahaya terang. Ketika
Gerakan Hugo yang melambat, mendapatkan kembali kecepatannya. Namun, salib Alex
berubah menjadi debu segera.
Alex bahkan tak punya cukup waktu untuk merasakan sakitnya
kehilangan barang berharganya, dan mengalihkan pandangannya ke kanan.
Penghalang pelindung akan hancur.
"Chohong !!"
Dylan memanggil Chohong dan berdiri di antara pemimpin
Lioner dan tim ekspedisi. Bajingan itu menyerupai landak dengan semua anak
panah yang mencuat keluar dari tubuhnya. Tapi, dia masih terlihat cukup baik.
Sementara itu, Chohong sudah bergerak. Rambutnya yang
panjang menari, saat dia berlari ke kanan. Dia berlari seperti seberkas kilat,
dan mengayunkan tongkatnya ke belakang kepala monster itu, saat mereka berkonsentrasi
menghancurkan penghalang.
Pow !!
Air mancur darah meledak, dan satu lagi Lioner jatuh. Tiga
yang tersisa berputar untuk menghadapi Chohong. Dan seolah-olah mereka memiliki
formasi sebelumnya, tiga monster itu mulai menyerangnya secara bersamaan. Chohong
masuk ke posisi defensif ,dan mengangkat lengan kirinya yang kosong.
Gedebuk! Gedebuk! Gedebuk!!
Sebuah pedang panjang, kapak, dan tombak semuanya dihalau
dalam urutan itu.
Di udara kosong… tidak, di lengan kirinya, perisai putih
bisa dilihat.
"Divine Magic?"
Kaki Chohong meninggalkan sepasang alur panjang di tanah,
saat dia didorong ke belakang. Tapi, dia tak terluka sama sekali.
"Samuel! Abaikan mereka dan kembali ke sini! "
Dia menunjukkan gerakan kaki yang cepat, dan mendekati musuhnya
dalam pola zig-zag, sebelum berputar dalam lintasan setengah bulan, dan
mengayunkan tongkatnya. Chohong tak hanya melompat ke tengah-tengah mereka,
tapi dia juga memastikan untuk mengitari mereka, dan membuat sebanyak mungkin kesempatan.
Sementara Chohong menarik perhatian ketiga monster itu,
Samuel menyeret Grace pergi. Alur pertempuran yang memiringkan, menjadi stabil
sekali lagi dengan partisipasi Chohong.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang?"
Setelah beredar berkali-kali, Mana dan Sirkuit Seol Jihu
telah dipanaskan dengan benar sekarang. Dan tubuhnya merasa panas mendidih. 'Nine
Eyes' miliknya masih mengembalikan warna merah.
Dia ingin bertarung bersama mereka. Dia tak ingin dilindungi
sepanjang waktu.
Namun, dia tak dalam posisi untuk bergerak dengan ceroboh.
Apakah dia setuju untuk tak dengan ceroboh terjun ke pertempuran, sebelum
datang ke sini?
Bukan hanya itu saja. Dengan Chohong mengambil alih Grace,
tak ada lagi 'Penjaga' baginya. Dia tak punya pilihan dalam masalah ini. Tapi
pada tingkat ini, baik Mage dan priest bahkan tak akan bisa melakukan
perlawanan dan mati, jika terjadi serangan dadakan.
'Untuk saat ini…'
Seol Jihu mengambil keputusan. Dia menurunkan tas berat itu
dan mengeluarkan tombaknya.
Baik Dylan yang masih sibuk bertarung melawan pemimpin
Lioner, dan Alex yang masih mati-matian mengucapkan mantra berikutnya, melirik
Seol Jihu. Mereka tak mengatakan apa-apa. Bagaimanapun juga, situasi saat ini
cukup berbahaya untuk meminta Level 1 untuk melakukan sesuatu.
Itu dulu.
Ian menyelesaikan apa yang ia lakukan, dan akhirnya berdiri
dari tempatnya. Seluruh wajahnya basah oleh keringat sangat banyak. Bahkan,
janggutnya yang panjang meneteskan air.
Di tanah, ada lima gulungan terbuka. Ada bentuk-bentuk
geometris rumit yang digambar di atasnya, menggunakan bubuk seperti garam biru.
"Huueep !!"
Mata Ian terbuka lebar. Kelima gulungan tiba-tiba terbakar,
dan butir biru memancarkan sinar cahaya terang. Mereka kemudian naik ke udara
dalam sebuah helix mulai dari sisi kiri, sebelum berputar mengambil kecepatan
dan membentuk lima spiral.
Bentuk terakhir mereka adalah lima tombak yang terbuat dari
es. Menyerupai stalaktit yang ditemukan di gua batu kapur atau semacamnya. Tombak
biru yang tajam mulai berputar dengan gila-gilaan, seperti bor listrik.
Ian mengangkat tongkatnya dan berteriak keras.
“Ark Ce Acedia!”
Tombak es meluncur ke depan, seolah-olah mereka terlempar
keluar seperti karet gelang yang ditarik sampai batasannya. Dua tombak ke
kanan, dua ke kiri, dan yang terakhir, ke depan.
Segera, setelah tombak es itu terbang ke target mereka,
tangisan menyedihkan terdengar dari sana-sini. Monster dengan kepalanya yang
tertembus, mati seketika. Ada satu yang berhasil menutupi titik-titik vitalnya.
Tapi tetap saja, lengan dan batang bawahnya telah ditembus.
Sayangnya bagi mereka, penetrasi bukanlah akhir. Tapi, hanya
awal dari masalah mereka.
Tombak es yang menembus daging berangsur-angsur menghilang,
seolah-olah mereka diserap oleh tuan mereka. Saat mereka semakin kecil dan lebih
kecil, lapisan es menutupi semakin banyak daging Lioner.
Pada akhirnya, bahkan pemimpin Lioner jatuh dengan satu
lutut. Monster itu juga tak terhindar, karena salah satu tulang keringnya terkena
tombak es yang bersarang di dalamnya. Dan secara bertahap, bagian tubuh itu
diambil alih oleh es biru.
Monster itu memperhatikan Sang Mage, tapi dia tak bisa mengalahkan
si Archer, dan akhirnya dipukul seperti ini.
Aliran pertempuran telah berubah secara drastis sekarang.
Dua monster telah mati dalam sekejap. Sementara tiga dari mereka, telah
menerima luka fatal. Itu juga termasuk pemimpin Lioner.
Dylan tak akan pernah melewatkan kesempatan seperti ini.
"Jangan beri mereka kesempatan untuk beristirahat. Bunuh
mereka semua!"
Dia dengan cepat mengambil jarak yang lebih jauh, sambil
melepas panah yang menempel di lengannya. Dia kemudian mengeluarkan busur
besarnya. Kelas utamanya adalah Arch Shooter, penembak jitu.
"Jadi, ini adalah Mage…"
Seol Jihu telah menonton dengan cemas. Tapi setelah melihat
perkembangan baru ini, dia dalam hati menjerit kagum.
Dengan waktu yang tepat, Alex juga menyelesaikan Divine
Magic-nya, dan itu memungkinkan Hugo yang terhuyung-huyung, untuk mendapatkan
kembali keseimbangannya. Seol Jihu mengepalkan tangannya dengan erat.
"Kita bisa melakukan ini."
Bukti terbaik dari ini adalah warna Nine Eyes nya berubah
dari merah menjadi oranye…
-Huaaaar!
'Apa?!'
Mata Seol Jihu terbuka lebar. Saat pemimpin Lioner meraung,
hutan yang sebentar berubah menjadi oranye, kembali menjadi merah tua.
'Tapi kenapa?'
Tentu, situasi mereka belum benar-benar menguntungkan. Tapi,
jika dibandingkan dengan sebelumnya, itu pasti menjadi lebih baik. Baik Chohong
dan Samuel bekerja bersama untuk menekan musuh. Dan dengan dukungan Alex, Hugo
harus dapat bertahan sampai akhir pertempuran. Lebih penting lagi, Dylan telah
menarik tali busurnya ke mode absolut, dan membidik pemimpin Lioner.
Hanya dengan melihat sekilas, semua busur listrik yang
berdengung di sekitar panah, mengatakan betapa berbahayanya serangan ini. Jika terkena
serangan, yang terbaik yang bisa diharapkan adalah cedera fatal. Namun, mata
pemimpin Lioner, bahkan ketika menatap panah ini, menarik senyum percaya diri
yang mengejek.
"Tertawa?"
Sama seperti Dylan melepaskan tali busur, Seol Jihu
membentuk kerutan. Pemimpin Lioner berjongkok dan menunjukkan taringnya. Pada
saat yang sama, pemuda itu merasakan udara dingin yang menggelitik di lehernya.
Pzzzt !!
Seol Jihu menyaksikan panah listrik itu menembus pemimpin
Lioner, dan buru-buru berputar untuk melihat ke belakang.
Saat itu, dia melihat Lioner lain tanpa suara melompat dari
tempat persembunyiannya, dan dengan cepat menutup jarak.
‘Prioritas kelompok yang paling penting, Lioner betina. Mungkin
mereka tak serta-merta berpartisipasi dalam pertempuran, tapi…’
Kata-kata Ian dengan cepat muncul di benaknya.
"Di atasmuuuuuu !!"
Seol Jihu berteriak seolah kehilangan akal.
Dylan sedikit menggeser kepalanya, hanya agar rahangnya
jatuh. Hugo yang bertahan dengan sekuat tenaga, mulai mengerutkan kening lebih
dalam. Samuel dan Chohong yang berhasil membunuh satu Lioner lagi melalui upaya
gabungan mereka, mulai panik.
Keputus-asaan memenuhi wajah Ian dan Alex.
Seolah-olah itu bertujuan tepat untuk saat ini, mata Lioner
betina melintasi udara berkilau dingin. Saat monster itu menarik kembali kapak
yang dipegang di tangannya, bersiap untuk menebang, Seol Jihu tiba-tiba
menemukan dirinya terjebak dalam sensasi aneh ini.
Selama periode waktu yang singkat ini, semua yang terasa
melambat.
'Apa yang Aku lakukan?'
Dia merasa pusing, sekarang seolah dia mabuk.
"Aku harus membantu."
Perutnya terasa sakit.
‘Aku melakukannya? Benarkah?'
Segala macam emosi menyapu hatinya.
Kunci depan rambutnya menari-nari di udara. Baru kemudian,
Seol Jihu menyadari jika dia berlari ke depan.
Dia tahu, dia seharusnya tak melakukan itu.
Namun, tubuhnya bergerak sendiri.
"Seol!!"
Suara Alex yang terkejut, terdengar semakin jauh.
Mana panas yang mendidih di dalam dirinya beredar dengan
ganas. Itu menyebar ke seluruh tubuhnya, dengan kekuatan gelombang badai yang
dahsyat.
“…!!”
Dunia yang bergerak lambat, tiba-tiba kembali normal. Dan
pada saat itu, napasnya berhenti dari rasa ketakutan yang kuat.
"Aku ingin hidup…"
Keringat merembes ke alis matanya, dan terasa menyengat.
"Aku tak ingin mati!"
Otot-ototnya membeku, karena bilah angin mengiris dagingnya.
Ini adalah teror kematian yang ia rasakan untuk kedua kalinya, dalam hidupnya.
Seol Jihu menggenggam poros tombak dengan erat. Dia
mengertakkan gigi, dan melotot ke arah monster yang turun.
Dia telah melakukan simulasi ribuan kali, dan berlatih
puluhan ribu kali lebih banyak di Zona Netral.
'Aku bisa…'
Semua itu, tepatnya untuk momen seperti ini!
'…Melakukannya!'
Di momen selanjutnya…
"Uwaaahhh !!"
Seol Jihu akhirnya berhasil meluruskan tangannya yang ingin turun,
untuk kembali.
Dan sebagainya…
Kapak jatuh dengan cepat dan keras, seolah-olah membelah
dunia dan tombak yang meluncur mulus ke atas bertabrakan di tengah jalan.