SCG_358

SCG_358
Bab 358. Maafkan aku
Waktu menunjukkan pukul 6 sore.
Seol Jihu akhirnya tiba di rumah orang tuanya.
Berhenti di depan pintu masuk utama, Seol Jihu berdiri diam
untuk waktu yang lama, dengan kepala tertunduk.
Jantungnya berdebar kencang, karena takut akan apa yang akan terjadi.
Di masa lalu, setiap kali dia kembali ke rumah, dia
berpikir,
“Aku seharusnya tidak datang.”
Apakah akan berbeda kali ini?
Dia tidak berpikir begitu. Itu sebabnya, dia ragu-ragu.
Berdiri seperti patung batu selama beberapa waktu, tawa
lepas dari mulut Seol Jihu.
Di Paradise, dia adalah pahlawan yang disambut dan diakui
oleh semua orang. Tapi di Bumi… dia tidak berbeda dengan sampah yang tidak
dapat didaur ulang.
Itu yang membuatnya tertawa.
“Apa yang kamu lakukan di sana?”
Seol Jihu mengangkat kepalanya.
Sudah berapa lama dia di sana? Seol Wooseok berdiri di
tangga, menatapnya.
“Hyung.”
“Kamu bilang, kamu akan sampai di sini jam enam. Apakah kamu
hanya berdiri di sana selama tiga puluh menit? Apakah sepatumu terpaku ke tanah
atau semacamnya?”
Seol Wooseok tertawa, sebelum turun dan membuka pintu masuk
utama.
Dia memindai Seol Jihu dari atas ke bawah, lalu bersiul.
“Ya… Kamu mengenakan setelan jas. Apakah karena ini hari
ulang tahun ibu? Aku melihat jika kamu juga membawa hadiah.”
“Yah, ini hari ulang tahun ibu dan juga sudah lama…”
“Kamu juga punya sesuatu untukku?”
“Tentu saja. Ini tidak mahal, jadi jangan berharap terlalu
banyak.”
“Haha, terima kasih. Kamu baru saja kembali dari luar
negeri, bukan? Apakah kamu tidak lelah?”
“Hm? Luar negeri?”
“Bukankah kamu mengatakan, kamu melakukan perjalanan bisnis?
Kamu tidak pergi ke luar negeri?”
Tanya Seol Wooseok dengan mata melebar.
Seol Jihu menggelengkan kepalanya.
“Tidak, itu domestik. Aku tidak pernah pergi ke luar negeri.
Mungkin, aku mungkin akan segera pergi.”
“Ah… begitu. Sangat sulit untuk menghubungimu, sehingga aku
pikir kamu tidak di Korea.”
“Ah, itu masuk akal.”
Seol Jihu mengangguk kuat.
“Bahkan, Pasukan Cadangan menelepon, kamu tahu.”
“Ah, jangan khawatir tentang itu. Aku mengurusnya. Sinyoung
memiliki unit pasukan cadangan tempat kerja. Jadi, aku pindah ke sana.”
“Kamu seharusnya melakukan itu sebelumnya. Bagaimanapun, ayo
masuk. Ibu sudah menunggu dari tadi. Seonhwa dan Seunghae juga ada di sini.”
Seol Wooseok melihat kembali ke rumah, dan kemudian menarik
lengan Seol Jihu. Yang terakhir sedikit menentang dan keberatan.
“Hyung, tunggu. Aku memikirkan ini, dan…”
“Tidak apa-apa. Aku sudah memberi tahu mereka.”
“Tapi, hari ini seharusnya menjadi hari perayaan. Aku bisa
kembali lain kali…”
“Hari ini adalah hari perayaan. Itu sebabnya, kita harus
memiliki lebih banyak hal baik terjadi. Apakah kamu benar-benar akan kembali,
setelah datang jauh-jauh ke sini?”
Sebelum dia perhatikan, Seol Jihu mendapati dirinya berjalan
menaiki tangga, dan berdiri di pintu depan.
Seol Wooseok menekan kata sandi, sambil memegang lengan Seol
Jihu.
“Ka,u memberi-tahuku, ingat? Jika kamu akan berkunjung,
setelah kamu selesai melunasi hutangmu.”
“Hyung…”
“Aku tahu. Kamu pasti tidak nyaman. Tapi tidak akan ada
habisnya, jika kamu terus menundanya, karena rasa bersalah. Jika kamu
benar-benar ingin mencari pengampunan, jangan lari. Kami tidak bisa memaafkanmu,
jika kamu tidak datang meminta pengampunan kami.”
Seol Jihu tidak bisa berdebat, karena dia tahu kakaknya
benar.
“Masuk. Dan kali ini, buat itu jelas. Jika kamu berhenti
berjudi dan bekerja dengan rajin.”
Seol Wooseok berkata dengan membesarkan hati, lalu memutar
gagang pintu.
Seol Jihu masih belum mempersiapkan hatinya, tapi pintu
terbuka dengan dingin.
Dia pertama kali melihat seorang wanita paruh baya gelisah
karena khawatir. Dia tersentak ketika melihat pintu terbuka, dan rahangnya
jatuh ketika dia melihat Seol Jihu.
Mulut Seol Jihu terbuka sedikit, tapi tidak ada suara yang
keluar.
“Jihu ada di sini.”
Seol Wooseok berkata dengan jelas.
“Aigoo, aigoo, anakku… bayi keduaku…”
Ibu berjalan menghampirinya dan meremas lengannya.
“I-Ibu.”
“Aigoo, bagaimana bisa kamu tidak menelepon sekali saja,
sampai sekarang? Apakah kamu tahu, betapa khawatirnya aku?”
“Maafkan aku. Seharusnya aku datang lebih cepat…”
“Dia bilang, dia tidak akan muncul, sampai dia melunasi
utangnya. Aku yakin, dia akan lebih sering berkunjung mulai sekarang.”
Seol Wooseok berkata sambil tersenyum.
Ibu mereka tidak bisa mengalihkan pandangan dari putra
keduanya, yang sudah lama tidak dilihatnya.
Menatap lekat-lekat, dia mengulurkan tangan dan dengan
lembut membelai wajah Seol Jihu.
Seol Jihu menjadi bingung, karena harus berbuat apa. Melihat
matanya yang berkaca-kaca, dia merasa bersalah, hanya dengan menatap matanya.
“Ibu, makanannya akan dingin.”
Untungnya, Seol Wooseok menyela.
“Ah, aku hampir lupa.”
Dia tertawa riang.
“Apa yang aku lakukan, sampai terus membuatmu berdiri di
sana? Masuk, Jihu, masuk. Ayo makan dulu.”
Seol Wooseok menyerahkan tongkat kepada ibunya, dan Seol
Jihu ditarik ke dalam sekali lagi.
Jantungnya lebih cepat dan lebih cepat, dan pikirannya
kacau. Tapi ketika dia tiba di meja makan, hatinya tenggelam.
Tiga orang sudah duduk di meja.
Yoo Seonhwa yang menatapnya dengan tenang; Yoo Seunghae yang
dengan gugup memegangi tangan kakaknya; dan Seol Jinhee yang menatapnya dengan
tajam.
Dia tidak bisa melihat ayahnya di mana pun.
“Duduklah di sini, Jihu. Kamu pasti lapar. Cepat makan.”
Ibunya menarik kursi di sebelah Yoo Seonhwa.
Seol Jihu tidak bisa langsung duduk.
Dia ragu-ragu, sambil melihat tas belanja di tangan kiri dan
kanannya.
“Tidak apa-apa. Cepat duduk.”
Melihat keraguannya, ibunya mendesak lagi dengan suara
lembut.
“Hmph,”
Seol Jinhee mendengus. Tapi, saat dia hendak mengatakan
sesuatu…
“Hei, apa yang kamu bawa?”
Yoo Seonhwa memukulnya sampai habis.
“Hm? Ah, ini hari ulang tahun ibu, dan…”
“Kamu membawa kue ubi jalar? Ini buatan tangan juga. Pasti
mahal…”
Seol Jihu sedikit terkejut, jika Yoo Seonhwa berbicara
dengannya dengan santai.
“Ini lebih baik daripada yang aku atau Wooseok Oppa bawa,
dan kue ubi jalar juga menjadi favoritmu… Ibu, mengapa kita tidak menggunakan
kue Jihu, untuk lagu ulang tahun nanti?”
“Tentu saja. Tapi ya ampun, dia membawa begitu banyak
barang. Dia bisa datang dengan tangan kosong…”
“Eii, ini hari ulang tahun ibu. Aku dapat mengatakan, jika
Jihu menghabiskan banyak upaya untuk memilih ini.”
“Memalukan… Harusnya, berikan yang di sini dan duduk. Aku
akan menaruh kue itu di lemari es.”
“T-Tidak, aku akan melakukannya.”
Seol Jihu mencoba menuju ke dapur, tapi dia dihentikan oleh
ibunya, saat dia mengambil tas belanja darinya.
“Duduk. Kami sudah kelaparan menunggumu datang.”
Yoo Seonhwa mengetuk kursi, dan baru saat itulah Seol Jihu
ragu-ragu duduk.
Keenam orang itu akhirnya duduk di sekitar meja makan.
“Ah, aku kelaparan. Kita bisa makan sekarang, karena Jihu
ada di sini, kan?”
Yoo Seonhwa berkata dengan santai, saat keheningan yang
canggung memenuhi atmosfer.
Ibu Seol Jihu tersenyum cerah dan mengangguk.
“Tentu saja, silakan. Kamu juga, Jihu.”
“Wow, kamu benar-benar mengeluarkan resep terbaikmu untuk
Jihu. Semuanya terlihat luar biasa.”
Hanya ketika Yoo Seonhwa dengan acuh tak acuh menyebutkan
ini. Seol Jihu melihat apa yang sebenarnya ada di meja.
Segala macam hidangan lezat diletakkan di atas meja.
Mereka semua makanan yang Seol Jihu sukai.
“Terima kasih untuk makanannya...”
Yoo Seonhwa berkata dengan suara cerah, dan meraih
sumpitnya.
Yoo Seunghae yang terus mencuri pandang pada Seol Jihu, juga
dengan hati-hati mengambil peralatannya.
Seol Wooseok juga mengambil sesendok sup, lalu menyeringai.
“Ini bagus. Memiliki Jihu di sini benar-benar mengubah
rasanya.”
“Wooseok, kapan aku…”
“Kalau saja kamu memamerkan keterampilanmu secara normal.
Hei, kamu juga harus mencobanya. Itu luar biasa.”
Seol Wooseok berkata dengan santai. Berkat dia, atmosfir
yang dingin tampak mencair sedikit demi sedikit.
Seol Jihu dengan hati-hati mengambil sendoknya, sebelum
berhenti. Tatapan menyengat menusuk wajahnya.
Seol Jinhee memelototinya dengan tatapan tanpa ekspresi,
dengki.
Meskipun mulutnya tertutup rapat, Seol Jihu tidak perlu
mendengarkannya, untuk mengetahui apa yang sedang dipikirkannya.
‘Kualifikasi apa yang orang sepertimu miliki, untuk memakan masakan
ibu?’ pasti apa yang ia pikirkan.
“….”
Mengingat insiden rest area jalan raya, Seol Jihu hendak
meletakkan sendoknya, ketika…
“Ada apa, Jinhee?”
Yoo Seonhwa berkata pada Seol Jinhee.
“Kamu juga harus makan. Makanannya akan menjadi dingin. Kamu
tidak boleh ketinggalan.”
“… Unni.”
“Ini enak! Kenapa, kamu merasa tidak sehat? Apa kamu ingin
beristirahat di dalam kamarmu?”
“… Haa.”
Seol Jinhee menghela napas tercengang.
Dia mengalihkan pandangan dari Seol Jihu, lalu mengambil
sumpitnya dengan gerakan menyambar.
Yoo Seonhwa melirik Seol Jihu yang gelisah dengan
peralatannya, sebelum mengambil sepotong iga pendek besar yang berair.
“Ngomong-ngomong, bukankah kamu terlalu bersikeras? Aku
pikir, kamu akan meneleponku, setidaknya sekali.”
“…?”
“Tawaran yang aku buat. Kamu tahu, tentang bekerja di kafe
bersama. Eh, menilai dari wajah itu, kamu pasti sudah lupa semua tentang itu.”
Seol Jihu berkedip dua kali. Dia samar-samar ingat Yoo
Seonhwa membuat tawaran seperti itu. Dia lupa tentang itu, karena dia tidak
tertarik.
“Ah, aku mendapati diriku dengan sejumlah besar uang ekstra
beberapa waktu lalu, karena Jihu melunasi utangnya dalam sekali jalan.”
Ketika pandangan semua orang tertuju pada Yoo Seonhwa, dia
menjelaskan seolah itu bukan apa-apa.
“Aku mencoba membujuknya, untuk menjalankan bisnis
denganku.”
Seol Wooseok tampak terguncang. Ibu mereka terkejut, dan
Seol Jinhee terkejut.
“U-Unni, apa kamu serius? Kamu gila?”
Yoo Seonhwa mengabaikannya dan melanjutkan.
“Tapi, dia langsung menolak.”
“Dia menolak?”
“Ya. Aku pikir dia akan mengambil umpan, jika aku
melambaikannya tepat di depannya. Tapi, dia langsung menolak. Aku pikir dia
hanya bertindak angkuh, dan akan meneleponku kembali dalam beberapa hari. Tapi
jangankan menelepon, dia bahkan tidak mengirimiku pesan teks.”
Warna kulit ibu mereka cerah.
Seol Wooseok mengangguk puas, jelas berpikir, ‘Aku tahu itu.
Aku benar.’
Seol Jihu memandang Yoo Seonhwa dengan cara baru. Dia tidak
mengharapkan ini sama sekali.
Dia siap untuk yang terburuk, mengingat semua hal mengerikan
yang telah ia lakukan untuk Yoo Seonhwa. Tapi untuk beberapa alasan, dia
menyambutnya.
Dia bisa tahu, hanya dari bagaimana dia menutupi dirinya.
“Kamu pasti benar-benar menyukai tempat kerjamu saat ini.”
Yoo Seonhwa mengambil tulang dari sepotong tulang rusuk
pendek, memotongnya menjadi dua, dan menempatkan satu di mulutnya, dan yang
lain di piring Seol Jihu.
“… Ya, itu sulit, tapi menyenangkan. Aku menikmatinya di
sana.”
“Itu tidak baik. Jika kamu menikmati bekerja terlalu banyak,
kamu akan menjadi gila kerja.”
Yoo Seonhwa tersenyum pahit, lalu menunjuk mangkuk nasi.
Didorong oleh pertimbangannya, Seol Jihu mengambil sesendok
nasi. Dan ketika dia menempatkan nasi yang mengepul ke dalam mulutnya bersama
dengan iga pendek yang direbus dengan matang, dia menutup matanya tanpa sadar.
‘Sangat lezat.’
Seol Jihu menemukan makanan lezat tanpa sedikitpun
berlebihan.
Sudah begitu lama sejak, dia memakan makanan buatan ibunya. Sehingga,
dia hampir menangis.
Jantungnya yang berdebar juga berhenti.
Bukan itu saja.
“Oh ya, bagaimana kamu akhirnya masuk ke Sinyoung?”
“Ya, beri tahu kami sedikit tentang itu. Aku yakin, Ibu juga
sangat ingin tahu.”
Yoo Seonhwa dan Seol Wooseok terus berbicara dengannya. Seol
Jihu tahu mereka mencoba yang terbaik, untuk tidak membuat suasana canggung.
Berkat pertunjukan niat baik mereka, Seol Jihu semakin
terbuka.
“Aku hanya mengenal mereka melalui pekerjaan…”
“Sebenarnya, yang ingin aku ketahui, adalah bagaimana kamu
tahu Direktur Yun Seohui dan Manajer Yun Seora.”
“Hah? Bagaimana Hyung tahu Nona Yun Seora… atau lebih
tepatnya, Manajer Yun?”
“Kamu sama sekali tidak mengangkat teleponku. Jadi, aku
menelepon perusahaanmu dan manajermu mengangkatnya. Dia memujimu tanpa akhir.”
“Dia melakukanya?”
“Ya. Dia sangat senang ketika dia berbicara tentangmu. Sehingga
aku pikir, dia membual tentang anaknya sendiri. Dia juga mengirim kartu dan
hadiah untuk ulang tahun Ibu. Juga, dia bilang kamu menyelamatkan hidupnya? Apa
artinya?”
“… Dia mengatakan semua itu, ya.”
Seol Jihu menggelengkan kepalanya. Dia menghargai pujian Yun
Seora. Tapi sepertinya, dia mengatakan sesuatu yang tidak perlu.
Seol Wooseok mengamati Seol Jihu dengan hati-hati, lalu
bertanya.
“Ngomong-ngomong, ada beberapa hal yang aku dengar… Apa kamu
melakukan sesuatu yang besar terjadi di tempat kerja?”
“Hmm?”
“Aku tahu kamu berada di tim Nona Yun Seora, tapi Nona Yun
Seohui juga cukup dekat denganmu. Aku tidak tahu detailnya, tapi aku mendengar
struktur bagian dalam Sinyoung kompleks. Direktur Yun Seohui memiliki segalanya
di bawah genggamannya. Tapi, aku juga mendengar Manajer Yun Seora melakukan
cukup baik baru-baru ini. ”
Seol Jihu berkedip. Kakak laki-lakinya tahu hierarki batin
Sinyoung, lebih baik daripada yang ia pikirkan.
“Bagaimana kamu tahu semua itu?”
“Aku adalah manajer Haesol Research Institute. Aku mendengar
berita, tentang orang-orang di bidang pekerjaan yang sama baik atau buruk.
Terutama, jika itu perusahaan besar seperti Sinyoung. ”
Itu masuk akal.
Tapi Seol Jihu tidak bisa tidak bertanya-tanya, apakah Seol
Wooseok sedang menyelidikinya, jika dia juga seorang earthling.
“Aku tidak suka Yun Seohui ini.”
Pada saat itu, Yoo Seonhwa memotong.
Seol Jihu mengerutkan alisnya.
“Kamu kenal dia?”
“Tidak, bagaimana aku bisa mengenalnya?”
“Lalu, mengapa kamu mengatakan itu?”
“Tak ada alasan. Aku hanya tidak suka namanya. Tapi, jangan
lupakan itu. kamu tahu intuisiku cukup bagus, bukan?”
“Tentu saja.”
Seol Jihu mengakuinya dengan mudah.
“Tetap saja, jangan terlalu khawatir.”
“Oh? Dari mana keyakinan ini berasal? Bukankah kamu hanya
seorang karyawan?”
Ketika Seol Jihu berbicara dengan jelas, Seol Wooseok
menunjukkan sedikit kejutan.
“Yah, sejujurnya, masalah itu agak menegangkan pada
awalnya.”
“Aku yakin begitu. Politik kantor seperti itu.”
“Aku bukan penggemar itu. Kamu tahu, orang lain memaksaku
untuk memihak, ketika aku hanya ingin fokus pada pekerjaanku.”
“Bukan sesuatu yang bisa kamu kendalikan, bukan?”
“Itu sebabnya aku mengertakkan gigiku, dan bersumpah untuk
menjadi kuat untuk menghindari skema curang.”
“Oh? Kamu berbicara, seolah-olah kamu mendapatkan pendukung
yang kuat.”
“Aku tidak akan mengatakan itu… tapi aku bisa berhenti, jika
ada yang salah. Ada banyak orang yang menginginkanku.”
Seol Jihu bergumam, sambil mengisi mulutnya dengan sesendok
nasi.
Berbicara sambil makan, membuat makanan semakin lezat.
Ibu mereka dengan lembut menutup matanya, ketika dia melihat
Seol Jihu, Seol Wooseok, dan Yoo Seonhwa mengobrol.
Dia sangat tersentuh.
Sudah berapa lama, dia menunggu untuk melihat pemandangan
ini sekali lagi?
Dia merasa seperti kembali ke masa lalu yang bahagia.
“….”
Namun, suasana hatinya yang gembira mereda, ketika dia
melihat kursi kosong di meja.
Segera, dia bangkit dengan tenang, membuat alasan pergi ke kamar
mandi. Dia kemudian membuka pintu kamar tidur utama dan masuk.
Di dalam, ayah keluarga itu berbaring di tempat tidur,
menonton TV.
“Sayang, apakah kamu benar-benar akan melakukan ini?”
Dia duduk di sudut tempat tidur dan memohon.
“Jihu mengerahkan keberaniannya untuk datang. Dia berjalan
di atas kulit telur, karena kamu tidak ada di sana…”
“….”
“Setidaknya, datang tunjukkan wajahmu dan dengarkan dia.
Seonhwa berkata, jika dia menawarkan agar kafenya ditanda-tangani dengan kedua
nama mereka, dan dia langsung menolak. Jihu yang lama tidak akan pernah
melakukan hal seperti itu.”
Tidak ada balasan.
Ayah terus menonton TV dengan ekspresi dingin.
“Sayang!”
“Pergi.”
Dia bergumam dengan kasar, ketika ibu mengangkat suaranya.
“Aku melakukan apa yang kamu inginkan, bukan? Kamu
mengatakan kepadaku untuk tidak keluar.”
“Itu karena…”
“Aku juga tidak ingin melihat wajah bajingan itu. Hanya
melihatnya membuatku gila. Apa kamu masih ingin aku keluar?”
Dia berkata dengan singkat.
“Aku hanya menahannya, karena ini hari ulang tahunmu dan
karena Wooseok memohon padaku, ketika dia tidak pernah sekali pun memohon
padaku seumur hidup. Kalau tidak, aku tidak akan membiarkan bajingan itu
melangkah satu kaki pun ke dalam rumah ini!”
“Say…”
“Aku sedang marah, tapi aku menahan diriku. Jika kamu
mengerti itu, jangan minta aku keluar. Aku merasa seperti akan meledak, setiap
kali aku mendengar suaranya.”
Dengan itu, dia berbalik dan menghadap ke dinding.
Ibu mencoba berbicara dengannya beberapa kali lagi. Tapi,
dia bahkan tidak menjawab dan hanya menaikkan volume TV.
Pada akhirnya, dia menghela nafas dan pergi, diam-diam
menutup pintu di belakangnya.
Dia kembali ke meja makan, dengan ekspresi bermasalah di
wajahnya. Lalu, dia bertemu mata Seol Jihu. Dia dengan cepat tersenyum.
“Kamu makan dengan baik. Bukankah Sinyoung memberimu makan?”
“T-Tidak, aku makan setiap kali waktu makan. Aku kira,
makananmu masih yang terbaik. ”
“Haha, kamu mau lebih?”
Dia mengambil mangkuk Seol Jihu bahkan tanpa menunggu
jawaban, dan mengisinya dengan nasi sampai membentuk gundukan kecil.
Itu banyak, tapi Seol Jihu tidak menolak. Dia merasa,
seperti dia bisa makan sebanyak yang ia inginkan. Karena, makanan itu lebih
baik daripada apa pun yang ia miliki di Paradise.
Saat itu.
“Bu, apa kamu mendengar deritan ini?”
Seol Jinhee bertanya, mengambil keuntungan dari jeda singkat
dalam percakapan mereka.
“Deritan? Maksudmu seperti tikus?”
“Ya, aku pikir ada tikus yang mencuri makanan kita.”
Dia berbicara, seolah-olah dia telah menunggu dengan sepenuh
hati untuk saat ini.
Seol Jihu berhenti.
Suasana tiba-tiba membeku.
Meskipun dia tidak mengatakannya secara langsung, semua
orang tahu siapa yang ia maksud.
Seol Jinhee mengangkat sudut mulutnya. Dia menggertakkan
giginya mencari kesempatan untuk memotong. Tapi dia tidak bisa, karena Yoo
Seonhwa dan Seol Wooseok terus-menerus berbicara dengan Seol Jihu.
“Kamu sudah makan cukup, jadi kenapa kamu tidak kembali?
Sangat tidak bijaksana. Aku tidak tahu, apa yang aku harapkan dari tikus.”
“Jinhee.”
“Dari mana kamu kehilangan nurani? Di salah satu aksi
pencurian-mu? Aku terkejut, kamu bisa menelan semua makanan itu. Aku kira kamu
sudah lupa, tentang semua omong kosong yang kamu tarik.”
“Jinhee!”
Ibu mereka berteriak.
“Seol Jinhee.”
Suara Seol Wooseok juga berubah dingin.
Seol Jinhee memutar mulutnya dengan menantang. Memberikan
cemberut di Seol Jihu, dia berbalik ke Yoo Seonhwa dan mengangkat suaranya.
“Oh ya, Unni! Apa yang terjadi dengan itu?”
“…Apa?”
“Kamu tahu apa yang aku bicarakan. Aku memperkenalkanmu
kepada seorang pria terakhir kali, ingat?”
Seol Jinhee tersenyum.
“Sudah saatnya kamu mencari seorang pria.”
“….”
“Oppa itu sangat terkenal di departemenku. Dia adalah model
kampus! Wajah dan sosoknya luar biasa, kepribadiannya hebat, dan dia berasal
dari keluarga kaya. Dia tidak tertarik pada wanita lain, tapi ketika aku
menunjukkan padanya salah satu fotomu. Itu adalah cinta pada pandangan pertama
baginya…”
“Hei.”
Tak.
Suara sumpit yang mengenai meja terdengar.
Seol Jinhee terdiam, sebelum dia bisa selesai berkata, ‘…Dia
sangat memohon padaku.’
Yoo Seonhwa menatapnya dengan wajah tanpa ekspresi.
Seol Jinhee tahu Yoo Seonhwa cukup baik untuk tahu, jika ini
adalah apa yang ia lakukan, ketika dia marah.
“… Ya, kamu memang memperkenalkannya padaku. Tanpa aku pernah
meminta hal seperti itu.”
Suaranya dingin.
“Aku jelas menolaknya, mengatakan aku tidak punya waktu
untuk berkencan, karena aku sibuk membuka kafeku. Tapi, kamu juga memberikan
psiko bajingan itu, alamat kafeku juga.”
“Un-Unni.”
“Lalu dia benar-benar datang ke kafe, dan meminta untuk
bertemu denganku, memberikan namamu sebagai referensi. Aku mengatakan kepadanya,
jika ada kesalah-pahaman dan memintanya untuk kembali. Tapi kemudian dia gila
dan marah, jadi aku harus memanggil polisi. Aku pikir, aku sudah memberi-tahumu.”
“Tidak, maksudku…”
“Kamu berkali-kali meminta maaf kepadaku atas kejadian itu.
Mengatakan kamu tidak tahu, jika dia seperti itu. Kamu juga bilang, kamu tidak
akan pernah melakukannya lagi, ingat?”
“….”
“Kamu dan aku sama-sama tahu ini. Dan itu pasti masa lalu. Jadi,
mengapa kamu tiba-tiba mengangkatnya?”
Seol Jinhee menjadi kehilangan kata-kata. Sejujurnya, dia
mencoba memprovokasi Seol Jihu, tahu berapa banyak dia suka Yoo Seonhwa. Tapi
reaksi Yoo Seonhwa sedikit berbeda dari yang ia harapkan.
“Kamu jelas mencoba memprovokasi Jihu, atau membuatnya tidak
nyaman. Tapi, itu yang terbaik yang bisa kamu pikirkan?”
Seol Jinhee mengerutkan kening, saat Yoo Seonhwa
mengungkapkan niatnya dengan nada tajam.
“Apa kamu harus mengatakannya seperti itu, Unni?”
“Kenapa? Apakah aku salah?”
“Unni… Apakah kamu baik-baik saja dengan ini? Mengapa kamu
melakukan ini? Apakah kalian berdua kembali bersama atau sesuatu?”
“Itu bukan sesuatu yang perlu kamu khawatirkan.”
Yoo Seonhwa menjawab dengan dingin.
“Aku mengerti jika kamu marah. Maka, kamu harus berbicara
dengan Jihu sesudahnya. Apa yang kamu lakukan di perayaan ulang tahun ibumu?
Apa kamu tidak melihat wajahnya? Sudahkah kamu memikirkan perasaannya?”
“Unni!”
“Diam. Jangan angkat suaramu.”
Seol Jinhee menggertakkan giginya.
“Masalah antara Jihu dan aku adalah sesuatu yang harus kami
tangani. Kamu tidak perlu melakukannya dengan tidak perlu. Jangan mencoba
menggunakan hubungan kami, untuk melampiaskan kemarahanmu. Mengerti?”
Yoo Seonhwa berkata dengan tegas.
Dia sama, baik sekarang dan di masa lalu, dan membenci orang
lain mengganggu hubungannya.
Seol Jinhee melompat dari kursinya dengan marah.
Dia sangat frustrasi, sehingga matanya berkaca-kaca.
Karena tidak berharap diperlakukan seperti ini, dia menjadi
pendendam dan memelototi Seol Jihu dengan penuh kebencian. Kemudian, tepat saat
dia akan melemparkan lebih banyak penghinaan…
“Coba katakan satu hal lagi.”
Yoo Seonhwa balas menembaknya dengan tajam.
“Pergi jika kamu tidak akan duduk diam, dan makan dengan
tenang. Jangan merusak mood.”
“…Keuk!”
Seol Jinhee berbalik dan lari dengan kecepatan cahaya.
Koong, koong, koong, koong!
Suara keras terdengar berturut-turut dari tangga.
KWANG!
Kemudian diikuti oleh suara pintu yang dibanting menutup.
Meski begitu, Seol Jinhee telah mencapai tujuannya.
Suasana gembira telah merosot ke posisi terendah baru.
“Kenapa dia harus membawa itu tiba-tiba? Ehew…”
Seol Wooseok bergumam, sambil mengunci jari-jarinya di
belakang kepalanya.
“Jangan terlalu keras pada Jinhee. Lagipula itu salahku…”
Kata Seol Jihu dengan senyum pahit.
“Yah… insiden jalan raya benar-benar buruk…”
Seol Wooseok menggaruk kepalanya.
“…Ngomong-ngomong, sekarang kita berada di topik ini,
bagaimana denganmu? Kamu punya pacar?”
Seol Wooseok bertanya, untuk menghidupkan suasana lagi.
“Tidak mungkin dia punya…”
Yoo Seunghae bergumam pelan. Seol Wooseok membelalakkan
matanya, mendengarnya berbicara untuk pertama kalinya.
“Jihu Oppa punya pacar baru?”
Dia terkikik.
“Mengapa? Jihu tidak buruk, dan aku tidak hanya mengatakan
ini sebagai kakaknya.”
“Tidak, bukan itu masalahnya.”
“Kemudian?”
“Mm… bagaimana aku harus mengatakan ini…”
Yoo Seunghae terdiam, saat dia mencuri pandang pada Yoo
Seonhwa.
“Aku ragu ada yang bisa menangani Jihu Oppa pada titik ini…
Karena seseorang…”
“Apa yang kamu coba capai, Seunghae?”
Yoo Seonhwa bertanya dengan ramah. Dia berbicara dengan
suara malaikat, tapi Yoo Seunghae cegukan dan menggelengkan kepalanya segera.
“T-Tidak.”
Kemudian, dia menutup mulutnya.
Bahkan kemudian, dia terus menatap Seol Jihu dengan iba. Tapi
berkat Yoo Seunghae, suasananya sedikit membaik, dan Seol Jihu menunjukkan
senyum tipis.
“Belum ada yang memintaku untuk pacaran secara resmi. Aku
juga belum benar-benar memikirkannya.”
“Ketika kamu mengatakan ‘secara resmi’ dan ‘belum’, apakah
itu berarti kamu memiliki seseorang dalam pikiran?”
Yoo Seonhwa bertanya dengan nada lucu, sambil memberinya
pandangan malu-malu.
Seol Jihu merasakan tusukan di hati nuraninya.
“S-Seseorang yang ada dalam pikiran?”
“Kamu menghindari mataku. Itu pasti benar kalau begitu.
Mengapa, apa kamu bertemu dengan seorang wanita cantik, baik hati, dan berdada
besar, yang memanjakanmu di tempat kerjamu?”
Seol Jihu melompat kaget.
“M-memanjakanku? T-Tidak, aku dimarahi belum lama ini.”
“Oleh siapa?”
“Uh, dia di perusahaan sebagai semacam konsultan… Dia sudah
tua. Seorang kakek. Dia biasanya keras dan serius, tapi dia tetap baik padaku.
Aku suka bekerja dengannya.”
“Mmn, karena kamu mengatakan semua itu… aku bisa
membayangkan orang seperti apa dia.”
Yoo Seonhwa mengangguk.
“Dia sepertinya orang yang baik. Kamu harus menjalankan
nasihatnya. Perlakukan dia dengan baik juga. Jangan mengecewakannya.”
“…Hah? Mengapa?”
“Tak ada alasan.”
Yoo Seonhwa tersenyum tipis.
“Hanya intuisiku.”
Dia menatap Seol Jihu dan mengedipkan matanya.
***
Meskipun ada sedikit cegukan, makan malam berakhir tanpa
hambatan.
Seol Jihu mencuci piring, Seol Wooseok menyiapkan
buah-buahan, dan Yoo Seonhwa memotong kue.
Kelompok itu berkumpul di sekitar meja untuk menyanyikan
‘selamat ulang tahun’. Lalu, mereka mengambil waktu untuk membuka hadiah yang
dibawa Seol Jihu.
Saat dia membawa hadiah untuk semua orang, suasananya cukup
meriah.
Seol Wooseok menatap dompet barunya dan menukar uang dan
kartunya ke dompet itu.
Yoo Seonhwa memandangi sepasang pakaian dalam dan mengangguk
setuju.
Yoo Seunghae mengedipkan matanya, menatap set makeup baru.
Semua orang tampak bahagia.
Seol Jihu menanggapi kata-kata terima kasih mereka, dengan
senyum diam.
Itu menyenangkan, tapi sedikit asing pada saat yang sama.
Dia ingat pemandangan seperti itu biasa di masa lalu. Tapi
sekarang, itu membuat semua orang tertawa, dan berbicara di satu tempat tampak
baru.
Yang penting adalah jika pemikiran untuk kembali ke Paradise,
tidak ada dalam pikiran Seol Jihu saat ini. Dia menemukan itu misterius, tidak
peduli seberapa banyak dia memikirkannya.
Pada saat itulah dia melihat ibunya dengan gembira, memeluk
piyama merah yang dibelinya.
Dia membeli barang-barang lain yang lebih mahal untuknya
juga. Tapi, dia memeriksa piyama dengan bersemangat, seolah itu semacam harta.
“Um…”
Menatapnya dengan kosong, Seol Jihu berkata pelan.
“Ibu.”
“Hm? Ya, nak?”
“Ada … sesuatu yang ingin aku katakan padamu. Sejujurnya,
aku…”
“Tidak apa-apa.”
‘Hah?’
Seol Jihu meragukan telinganya.
Dia langsung mengangkat kepalanya yang lebih rendah. Ibunya
menatapnya dengan senyum lembut.
“Aku mendengar semuanya dari Wooseok. Bukankah kamu bekerja
untuk perusahaan yang benar sekarang?”
“Y-Ya.”
“Dan kamu sudah melunasi hutangmu.”
“Ya.”
“Dan kamu benar-benar berhenti pergi ke kasino?”
“Ya… aku tidak akan pergi ke kasino lagi. Sampai aku mati.”
“Bagus. Maka, tidak apa-apa.”
Dia tersenyum cerah.
“Wooseok mengatakan itu benar juga, dan itu sudah cukup
bagiku. Tidak ada lagi yang aku inginkan. Aku selalu tahu, anakku akhirnya akan
menarik dirinya keluar dari lumpur.”
Seol Jihu menjatuhkan rahangnya, lalu menutupnya lagi.
Dia tidak bisa menatap mata ibunya.
Melihat ke belakang, dia selalu seperti itu. Mencintai, mempercayai,
dan mendukungnya tanpa syarat.
Dia telah mengecewakannya dan mengkhianati wanita itu
berkali-kali. Seberapa besar dia menyakitinya dengan tindakannya?
‘Kamu tidak mengerti perasaan orang tuamu sedikitpun…!’
Seperti yang dikatakan Jang Maldong.
Ibunya pasti memiliki banyak hal yang ingin ia katakan. Namun
dia menyiapkan pesta, karena dia kembali, dan menunjukkan cinta yang tak
tergoyahkan untuknya.
Seol Jihu tidak bisa mulai memahami apa yang ia rasakan di
dalam.
Dia hanya bisa mengepalkan giginya dan menutupi wajahnya
dengan tangannya.
“Jangan khawatir. Aku baik-baik saja. Aku ibumu. Jika aku
tidak dapat memahami perasaanmu, siapa yang akan melakukannya?”
Dia dengan lembut menepuk punggungnya.
“Kamu hanya harus memastikan, untuk tidak melakukannya lagi…”
Sementara Seol Jihu melakukan yang terbaik untuk menenangkan
diri, dia menatap kamar tidur utama.
Desahan dalam keluar dari mulutnya secara rahasia. Dia jelas
terlihat, seperti dia ingin suaminya keluar.
Melihat ini, Seol Wooseok perlahan duduk di sebelah Seol
Jihu.
“Jihu.”
“Wooseok, tidak apa-apa. Jangan…”
“Aku hanya punya sesuatu untuk dibicarakan dengan Jihu,
tentang hal yang sangat cepat. Apa yang akan kamu lakukan?”
Seol Jihu perlahan mengangkat kepalanya, dan menatap kamar
tidur utama. Dia tahu ayahnya ada di rumah.
Hanya saja …
“Kamu akan menemuinya, kan?”
“….”
Seol Jihu tidak menjawab. Sebagai gantinya, dia perlahan
bangkit dari sofa.
Dia berjalan menuju kamar tidur utama. Seol Wooseok memberi-tahunya.
Jang Maldong juga memberitahunya.
Untuk melihat orang tuanya. Setidaknya, untuk memberi mereka
penjelasan yang tepat.
Meski dia memikirkan ini…
Seol Jihu berhenti di depan pintu.
Bukannya pikiran untuk kembali tidak melintas di benaknya.
Ini sudah cukup baginya untuk kembali dan memberi-tahu Jang
Maldong, jika dia pergi menemui keluarganya.
Mungkin, ini juga akan lebih baik untuk semua orang yang
terlibat.
Godaan seperti itu membuatnya ragu.
Tapi setiap kali ia mencoba merasionalisasi pikirannya …
‘Mengatakan sesuatu yang menggelikan… Apa kamu dalam posisi
apa pun untuk membuat keputusan itu…?’
‘Kamu hampir menghancurkan kehidupan orang lain, seolah-olah
hidupmu tidak cukup. Dan kamu mengatakan apa?’
‘Kamu pikir uang masalahnya? kamu pikir semuanya sudah
berakhir setelah melemparkan mereka seamplop uang?’
Suara Jang Maldong bergema di kepalanya seperti Guntur, dan
menyingkirkan pikiran jahat itu.
Meskipun tangannya mulai bergetar, meskipun jantungnya mulai
berdebar, Seol Jihu menarik napas dalam-dalam.
Seol Wooseok dan Jang Maldong tampaknya mendorong
punggungnya untuk bergegas.
Mengikuti kekuatan ini, Seol Jihu mengetuk pintu dan membuka
pintu.
Ketika pintu kamar utama terbuka, dia perlahan berjalan
masuk dan menutup pintu di belakangnya. Film diputar di TV. Itu adalah film terkenal
yang bahkan Seol Jihu kenali.
Seol Jihu menatap TV tanpa henti, sebelum perlahan
mengalihkan pandangannya.
Ayahnya sedang berbaring di tempat tidur, menatap
lekat-lekat ke layar TV. Dia pasti sudah mendengar ketukan atau suara dia
masuk, namun dia bahkan tidak meliriknya sekilas.
Dia mengutuknya di masa lalu, tapi tidak mengabaikannya.
Seperti pepatah, ketidak-pedulian lebih menakutkan daripada kritik, niatnya
jelas.
Tidak peduli mengabaikan memiliki putra kedua, dia menolak
untuk mengakui keberadaannya.
‘Apa yang harus aku katakan?’
Seol Jihu berdiri diam untuk sementara waktu tanpa
kata-kata.
Akhirnya, dia memutuskan untuk melepaskan pikiran jujurnya.
“…Aku malu.”
“….”
“Aku tidak mengatakan, jika aku malu kecanduan judi dan
menyakiti semua orang.”
“….”
“Tentu saja, aku juga menyesalinya… tapi aku malu, karena
aku baru datang untuk menemuimu sekarang.”
Ayahnya masih tidak mengatakan apa-apa.
Dia pasti telah menguatkan tekadnya untuk mengabaikan apa
pun yang dikatakan Seol Jihu, sambil terus menatap TV.
“Sejujurnya, aku tidak mau datang.”
Seol Jihu melanjutkan dengan tenang.
“Kamu lah yang mengatakan itu, Ayah. Jika aku seharusnya
tidak pernah melakukan sesuatu untuk meminta belas kasihan lagi. Tapi, aku
tidak bisa menepati janji itu. Jadi aku pikir… mungkin akan lebih baik, jika
aku tidak pernah muncul di hadapanmu lagi.”
Tiba-tiba, sebuah omelan terdengar.
“Yah, kamu sudah berpikir bagus.”
Ayahnya akhirnya berbicara.
“Itu berita terbaik yang aku dengar sepanjang hari. Lalu,
apa alasanmu merangkak ke sini?”
“….”
“Jika kamu melakukan apa yang kamu katakan. Setidaknya, aku
akan berpikir kamu memiliki sepotong hati nurani yang tersisa di dalam dirimu.”
“…Karena aku malu.”
“Jika kamu tahu itu… Tidak, tidak apa-apa. Aku sudah selesai
ditipu oleh kata-katamu.”
“Sejujurnya, aku dimarahi. Aku bahkan dipukuli.”
“…Apa?”
Seol Jihu tersenyum tipis.
Itu adalah senyum sedih.
“Ada kakek tua di tempat kerjaku. Aku mengatakan kepadanya
tentang situasiku… dan dia menjadi marah, dan mengangkat tongkatnya ke arahku.
Dia berkata, aku seharusnya tidak membuat keputusan tanpa malu, ketika aku
hampir menghancurkan kehidupan orang lain.
Anehnya, dia mengatakan hal yang sama denganmu. Jika aku
seharusnya tidak berpikir masalah ini selesai, hanya karena aku mengembalikan uang
yang aku miliki.”
Seol Jihu menurunkan pandangannya.
“Maka, aku harus menempatkan diriku pada posisimu… Jadi, aku
melakukannya. Dan aku akhirnya mengerti, betapa bodohnya aku saat itu.”
Benar, Seol Jihu merasakan benjolan di hatinya, setiap kali
dia memikirkan kunjungan terakhirnya. Itu sangat menyesakkan dan mencekik. Sehingga
dia ingin melarikan diri, mengatakan itu tidak akan berhasil.
Tidak, dia telah melarikan diri.
Tapi.
‘Dulu aku, apa? Aku? Lihat itu!? Kamu membuat mereka begitu
sedih selama bertahun-tahun. Namun, kamu bahkan tidak memikirkan perasaan
mereka, dan hanya memikirkan dirimu sendiri!’
Setelah dimarahi oleh Jang Maldong, tiba-tiba dia memiliki
pemikiran yang berbeda.
‘Apakah aku… pernah memohon maaf pada mereka?’
Tidak, dia tidak pernah melakukannya.
Dia tidak pernah mengatakan jika dia salah, jika dia
menyesal.
Takut ditolak, dia membuat alasan untuk dirinya sendiri. Dia
berpikir seseorang seperti dirinya tidak pantas dimaafkan. Jadi, dia tidak
pernah mengatakannya dengan keras.
Dia hanya berharap keluarganya akan mengerti dia setelah
melihat uangnya, setelah melihatnya takut-takut dan takut.
…Betapa bodohnya dia.
-…Maafkan dia?
Selama jeda singkat, suara melayang keluar dari film yang
diputar di layar TV.
-Bagaimana kamu bisa memaafkannya?
-Bahkan jika aku mau, aku tidak bisa.
-Orang itu berkata, dia sudah dimaafkan.
Seol Jihu berbicara.
“Dalam film… pemeran wanita pergi ke penjara, di mana
pembunuh yang membunuh putranya dikurung.”
“….”
“Tapi, apa yang dikatakan pembunuh itu kepadanya, sangat
mengejutkan. Dia mengatakan, jika Tuhan sudah memaafkannya. Meskipun… sebelum
mengampuni dirinya sendiri atau mencari Tuhan untuk pengampunannya, dia harus
meminta pengampunan dari korban…
Awalnya aku mengutuknya, melihat bagaimana dia menurunkan
beban dari dadanya sendiri. Tapi ketika aku memikirkannya dengan cermat…”
Seol Jihu tersenyum pahit.
“…Aku tidak berbeda dengan si pembunuh itu.”
“….”
“Aku tidak dalam posisi untuk mengutuk siapa pun. Aku malu, jika
aku baru tahu itu sekarang.”
Sebenarnya, Seol Jihu tahu, jika melakukan ini tidak akan
mengubah apa pun.
Mungkin dia mungkin tidak akan pernah memperbaiki
hubungannya yang rusak, dengan keluarganya. Tapi dia menolak untuk melarikan
diri lagi.
Dia layak dikutuk, dia layak diabaikan, dan dia layak
dipukuli.
Karena dia memperlakukan keluarganya seperti sampah. Itu
hanya benar, jika mereka memperlakukannya seperti sampah juga.
Lagi pula…
“Jadi…”
Itu adalah Gold Order yang ia putuskan untuk dijalani.
“Jadi. aku akhirnya siap.”
Seol Jihu berbicara.
“Di depan keluargaku… aku siap hidup sebagai penjahat seumur
hidupku.”
Alis ayahnya berkedut.
“Ada… banyak yang ingin aku katakan, setelah melihatmu. Aku
ingin membuat alasan… jika aku melunasi hutangku, jika aku berhenti pergi ke
kasino, jika aku menjalani hidupku sepenuhnya dengan kemampuanku sendiri.
Tapi…”
Seol Jihu menelan ludah.
“Ada sesuatu yang harus aku katakan, sebelum itu.”
Pada saat yang sama, dia perlahan berlutut.
Dia meletakkan tangannya di lantai dan menekuk punggungnya
sampai dahinya menyentuh tanah.
Sehingga….
“Ayah…”
Dia akhirnya mencurahkan kata-kata tulus dari lubuk hatinya.
“…Maafkan aku.”
Pada saat itu, mata sang ayah menoleh ke samping, meskipun
sedikit.
Seol Jihu mengepalkan giginya.
Dengan tubuh gemetar, tangan gemetar, dan suara gemetar…
katanya lagi.
“Aku… benar-benar minta maaf… Ayah.”
Post a Comment for "SCG_358"
comment guys. haha