SCG_359

SCG_359
Bab 359. Apa Artinya Berubah (1)
Pintu kamar tidur utama tidak terbuka untuk sementara waktu.
Orang-orang yang dengan cemas menunggu di luar,
bertanya-tanya tentang percakapan yang terjadi di dalam, meninggalkan ruang
tamu satu per satu.
Sang ibu pergi ke dapur, mengatakan dia membutuhkan segelas air untuk menenangkan diri, dan Yoo Seonhwa berjalan menaiki tangga, mengatakan dia akan berbicara dengan Seol Jinhee. Yoo Seunghae juga mengikuti kakaknya ke atas.
Ditinggal sendirian, Seol Wooseok dengan gugup menatap pintu
kamar.
Terkadang, tidak ada berita yang merupakan kabar baik. Tapi,
itu terlalu sepi.
Dia mengharapkan hal-hal menjadi cukup gaduh di dalam, dan
siap berlari ke dalam untuk menghentikan ayahnya. Jadi dia tidak bisa tidak
bertanya-tanya, apa yang sedang terjadi.
Melihat ke luar, dia memperhatikan jika langit telah berubah
menjadi gelap. Lampu jalan menerangi jalan-jalan yang gelap.
Saat ini jam 9:47 malam
Makan malam berakhir sekitar pukul 7:30, dan Seol Jihu
memasuki kamar sekitar jam 8. Jadi, hampir dua jam telah berlalu sejak itu.
“Haruskah aku merokok?”
Seol Wooseok, yang bosan menunggu, membuka pintu beranda.
Saat itu.
Klik.
Suara yang telah ditunggu-tunggu akhirnya terdengar.
Seol Wooseok berbalik seperti sambaran petir.
Seol Jihu sedang berjalan keluar dari kamar tidur utama. Perlahan-lahan,
dia menutup pintu di belakangnya.
Matanya kosong, seperti dia tersesat dalam lamunan.
Seol Wooseok langsung bertanya.
“Jadi?”
Seol Jihu menggelengkan kepalanya.
“Apa yang terjadi?”
Ketika Seol Wooseok bertanya untuk kedua kalinya, Seol Jihu
menggelengkan kepalanya lagi. Daripada mengatakan itu tidak berhasil, dia
sepertinya berarti, dia tidak tahu.
“Dia tidak mengatakan apa-apa.”
“Apa kamu memberinya penjelasan?”
“Aku akan… tapi aku pikir aku harus minta maaf dulu.”
“Bagus. Itu bagus.”
“Aku rasa, aku berlutut selama satu atau dua jam… lalu dia
bilang, dia mengerti dan menyuruhku pergi. Jadi…”
Seol Jihu menggaruk kepalanya.
‘Hmm.’
Seol Wooseok menyilangkan lengannya.
Setelah melirik pintu kamar…
“Yah, ayolah.”
Dia menunjuk ke beranda, dan mengocok bungkus rokok di
tangannya.
Seol Jihu tidak menolak.
Tak lama setelah itu, kedua saudara itu berdiri berdampingan
dan merokok.
“Jangan terlalu sedih.”
Seol Wooseok berbicara.
“Kamu tahu kepribadian Ayah yang berapi-api, kan?”
“Tentu saja.”
“Fakta jika dia tidak mengatakan apa-apa selama dua jam. Mungkin
berarti, dia memiliki banyak hal dalam benaknya. Ini bukan sesuatu yang bisa
diselesaikan segera.”
Seol Jihu mengangguk, tanpa menjawab.
“Kamu harus memperbaiki hubungan satu langkah pada satu
waktu. Terakhir kali dia menyuruhmu mengambil uang itu dan pergi. Kali ini, dia
baru saja menyuruhmu pergi, kan?”
Seol Jihu tersenyum pahit.
Dia harus menunggu untuk melihat, apakah Seol Wooseok benar
atau apakah ayahnya memutuskan untuk menghapusnya dari hidup keluarga ini.
Akan tapi, dia baik-baik saja dengan hasil apa pun.
Tidak, bukan karena dia baik-baik saja, tapi dia sudah
menguatkan pikirannya.
“Bahkan, jika aku tidak pernah dimaafkan…”
Seol Jihu bergumam pelan.
“…Aku akan terus memohon pengampunan seumur hidupku.”
Seol Wooseok melirik Seol Jihu, dengan mata membelalak. Lalu,
dia tersenyum.
“Aku bangga padamu… tapi melakukannya selama sisa hidupmu,
itu terlalu banyak.”
“….”
“Tidak peduli apa yang kamu lakukan di masa lalu, kamu tetap
anak Ayah. Aku ragu, dia akan memperlakukanmu seperti penjahat selamanya,
ketika kamu dengan tulus meminta maaf dan memohon pengampunan.”
Seol Jihu tidak mengatakan apa-apa.
Akan lebih bagus jika seperti yang dikatakan kakaknya. Tapi,
dia tidak ingin melupakan sumpah yang dia buat hari ini.
“Terima kasih. Karena percaya padaku.”
Meski begitu, Seol Jihu tidak lupa mengucapkan terima kasih.
“Itu semua berkatmu, Hyung, aku bisa sampai sejauh ini.”
“Jangan menyebutkannya.”
Seol Wooseok menjawab dengan acuh tak acuh, lalu bertanya
dengan santai.
“Kamu ingat apa yang aku katakan di kafe terakhir kali, kan?
Jika jika kamu mengkhianati kami lagi… semua orang di keluarga tidak akan bisa
menanganinya lagi.”
“Ya, aku ingat itu.”
“…Oke, tidak masalah, selama kamu mengingatnya.”
Seol Wooseok menggosok rokok di asbak, dan kemudian menepuk
bahu Seol Jihu.
“Yah… jika kamu bersyukur, buatkan aku ramen.”
“Ramen?”
Seol Jihu menoleh ke samping, terkejut dengan permintaan
mendadak Seol Wooseok.
Seol Wooseok menjilat bibirnya dan menggosok perutnya.
“Aku merasa agak pengap karena aku gugup, ketika aku makan
sebelumnya… aku pikir, aku akan merasa lebih baik, jika aku makan ramenmu.”
“Tentu… itu sangat mudah.”
“Ya? Maka, buatkan aku dua.”
Seol Wooseok berkata dengan gembira.
Saat itu.
Bzzz!
Kantung Seol Jihu bergetar.
Dia buru-buru mengeluarkan ponselnya dan melihat nama Kim
Hannah di layar.
“Biarkan aku mengurus ini dulu.”
Seol Jihu mengangkat telepon.
Seol Wooseok pergi, mengatakan dia akan mengambil ramen.
“Halo?”
-Mm, Karyawan Seol Jihu. Apa kamu baik-baik saja?
Sebuah suara yang familier terdengar melalui telepon.
Seol Jihu tersenyum.
“Ya. Bagaimana denganmu, Manajer Kim?”
-Aku juga baik-baik saja.
“Aku senang mendengarnya… tapi, ada apa? Sampai kamu bisa
menelepon pada jam ini…”
-Oh? Kamu sudah berani, ya. Apakah itu karena kamu pindah ke
tim yang berbeda?
“Eii, jangan terlalu tegang.”
-Bagaimana aku tidak bisa? Jinah sangat ingin melihat
ayahnya.
Seol Jehu berkedip.
-Itu akan menyenangkan untuk melakukan perjalanan keluarga.
Tapi, Ayah Jinah bahkan tidak kembali ke rumah. Dia terlalu sibuk, bekerja.
“Ah, ya…”
Seol Jihu terkejut. Dia tidak menyangka akan diserang balik.
-Apa kamu di rumah?
“Ya.”
-Kamu bertemu orang tuamu?
“Ya.”
-Tidak ada keraguan dalam suaramu. Kerja bagus. Bekerja itu
penting, tapi jangan lupa menghabiskan waktu bersama keluarga. Apakah kamu tahu,
betapa khawatirnya penasihat eksekutif kami padamu?
“Ya ya.”
-Baiklah, sampai ketemu lagi.
Tk.
Panggilan terputus.
Seol Jihu menatap teleponnya dengan acuh tak acuh, sebelum
berbalik.
Dia melihat telinga acak.
Seol Wooseok yang ia pikir telah pergi, sedang mengintip
telinganya di beranda.
“…Hyung?”
Telinga kembali masuk.
“Apa yang sedang kamu lakukan?”
“Menguping.”
“Menguping?”
“Aku orang yang ingin tahu. Ngomong-ngomong, Ayah Jinah ini
bukan ayah yang baik, ya. Dia sepertinya tidak memikirkan istri dan anaknya…”
Seol Wooseok berjalan pergi sambil bergumam.
Seol Jihu berdiri dengan bingung sebelum menjatuhkan diri di
kursi di beranda.
Dia pikir Kim Hannah hanya bercanda dengannya. Tapi ternyata,
dia sedang mempertimbangkan di mana dia berada.
‘Hampir saja…’
Semua earthling memiliki tugas untuk menciptakan dan
memelihara lingkungan yang aman untuk memasuki Paradise.
Seol Jihu baru saja mengetahui, jika ini tidak semudah
kedengarannya.
“Astaga.”
Seol Jihu tersenyum lembut, sebelum meletakkan ponselnya di
atas meja di dekatnya, dan menghabiskan rokoknya.
Angin sepoi-sepoi sejuk bertiup melewatinya.
Itu tidak buruk.
Menikmati angin malam yang sejuk di Bumi, di rumah.
Itu tidak buruk sama sekali.
***
Meskipun sudah terlambat, Seol Jihu memutuskan untuk kembali
ke kamar apartemennya.
Ibunya berusaha membuatnya menginap, tapi dia belum merasa
itu pantas.
Setelah menghibur ibunya yang menangis, mengatakan jika dia
akan lebih sering menghubunginya… dia bersujud sekali dan kemudian meninggalkan
rumah. Yoo Seonhwa berkata, dia akan mengantarnya dan pergi bersamanya.
Tentu saja, dia tidak lupa membuat ramen untuk kakaknya,
sebelum dia pergi.
TV kamar tidur utama yang diputar film selama beberapa jam,
dimatikan.
Sang ayah tidak lagi berbaring di tempat tidur.
Dia berdiri di jendela, memandang ke halaman depan melalui
celah kecil di antara tirai. Matanya tertuju pada punggung Seol Jihu, saat dia
membuka pintu dan pergi bersama Yoo Seonhwa. Pandangannya berlangsung, sampai lelaki
itu menghilang melewati gang yang diterangi lampu jalan.
Dia menghela nafas panjang dan berbalik. Dia menatap tempat
di mana Seol Jihu bersujud.
‘Sejujurnya, aku dimarahi. Aku bahkan dipukuli.’
‘Dia bilang, aku seharusnya tidak membuat keputusan tanpa
malu, ketika aku hampir menghancurkan kehidupan orang lain…’
‘Anehnya, dia mengatakan hal yang sama denganmu. Jika aku
seharusnya tidak berpikir masalah ini selesai, hanya karena aku mengembalikan
uang yang aku kembalikan.’
‘Maka, aku harus menempatkan diriku pada posisimu…’
Sebuah tawa hambar keluar dari mulutnya.
Kakek tua di tempat kerjanya, bukan? Dia sepertinya tahu
beberapa hal, mungkin karena usianya.
Namun, apa yang masih ada dalam pikiran sang ayah adalah hal
lain.
‘Jadi, aku akhirnya siap.’
‘Di depan keluargaku… aku siap hidup sebagai penjahat seumur
hidupku.’
Cara Seol Jihu memohon pengampunan, biasanya mengikuti pola
yang sudah ditentukan.
Dia akan mengatakan jika itu sungguhan saat ini, jika dia
harus mempercayainya sekali lagi. Dia selalu penuh dengan alasan. Tapi dia
tidak seperti itu kali ini.
Dia tidak menuntut pengampunannya.
‘Maafkan aku.’
Ketulusannya bisa dirasakan, hanya dari dua kata itu.
Lebih dari waktu lainnya.
‘Hidup sebagai penjahat seumur hidupnya…’
Sang ayah tak berdaya menatap tempat di mana putra keduanya
berlutut, sebelum akhirnya membuka pintu kamar.
Ketika dia pergi ke dapur, dia melihat putranya yang paling
tua menikmati setiap gigitan ramen.
“Kamu akhirnya keluar?”
Seol Wooseok pura-pura memperhatikannya.
“Kamu pasti lapar. Aku tidak tahu apa masih ada makanan yang
tersisa… Ibu mengemasi semuanya untuk Jihu.”
“Benarkah…”
“Kamu mau ramen?”
Ayahnya batuk dan duduk.
Seol Wooseok mendorong mangkuknya ke arahnya.
“Kemari. Aku akan mencari-cari di lemari es. Jika tidak ada
apa-apa, aku akan membawa mangkuk baru dan sepasang sumpit.”
Dia bangkit, seolah-olah dia sangat murah hati. Namun, ini
adalah kesalahan kritis.
Ketika dia kembali dengan membawa sedikit sisa makanan,
mangkuk baru, dan sepasang sumpit… dia membeku kaku.
Bahkan belum beberapa menit sejak dia pergi, tapi mie telah
hilang sepenuhnya.
“Seperti yang mereka katakan, kelaparan adalah saus terbaik.
Itu bagus.”
Sang ayah meletakkan sumpit dengan puas.
Dia kemudian melihat Seol Wooseok menatapnya dengan bingung,
dan mengerutkan alisnya.
“Ada apa?”
“…Bagaimana kamu bisa makan semuanya?”
“Ini hanya semangkuk ramen… Kamu sudah makan malam, bukan?
Kenapa, kamu ingin aku membuatkanmu yang lain?”
“Itu… Jihu membuatnya untukku.”
Seol Wooseok bergumam, seolah dunianya runtuh.
Ayahnya tersentak.
“Aku pikir, kamu yang membuatnya.”
“Sudah bertahun-tahun sejak aku membuatnya…”
“Aku bertanya-tanya, mengapa itu begitu bagus.”
“…Aku bahkan membujuknya untuk membuat dua porsi … Aku juga
makan dengan hemat…”
“Aku menyisakan sup itu.”
“Jadi setidaknya, kamu memiliki sedikit nurani di dalam
dirimu.”
Seol Wooseok berkata dengan nada kritis yang jarang.
“Ini akan menjadi kehebatang, jika dia pernah membuka toko
ramen.”
Kata ayahnya dengan batuk kering, lalu bangkit.
“Oh ya.”
Dia berhenti sebelum membuka pintu kamar.
“Kamu bilang kamu memilikinya?”
“Apa?”
“Laporan bank dan gajinya.”
Seol Wooseok yang menaruh nasi ke mangkuk ramen dengan
ekspresi murung, menoleh.
“Ayah?”
“Bawakan itu padaku. Atau kamu bisa meninggalkan mereka di
atas meja besok pagi.”
Tang.
Pintu menutup.
Seol Wooseok menatap pintu kamar untuk waktu yang lama. Dia
kemudian menatap mangkuk ramen dan berpikir.
Mungkin dia terlalu banyak membaca. Tapi dia tidak yakin,
apakah perubahan sikap ayahnya adalah karena ketulusan Seol Jihu atau ramen
yang sangat lezat ini.
***
Waktu yang sama.
Kim Hannah memegang teleponnya.
“Sepertinya dia benar-benar pergi. Mudah untuk mengatakan,
ketika dia berbohong. Suaranya bagus. ”
-Aku khawatir, jadi aku senang mendengarnya.
Suara tua mengalir keluar dari sisi lain telepon.
-Sempurna. Jangan menunda lagi dan segera lanjutkan.
“Uh… apakah itu akan baik-baik saja?”
-Mungkin tidak.
Jang Maldong berkata dengan jelas sekali, saat Kim Hannah
menunjukkan keraguan.
-Jihu telah menggantikan kecanduan judi dengan tempat itu.
Kesenangan yang datang dari perjudian, mirip dengan narkoba. Fakta jika dia berhenti
tanpa gejala penarikan. Berarti, Jihu merasa lebih senang dari sisi itu. Tidak
mungkin itu akan baik-baik saja.
“Maka, kita harus sepenuhnya siap.”
-Untungnya Jihu mengambil langkah pertama yang benar. Tapi
masih ada jalan panjang yang harus ditempuh. Bahkan berhenti merokok sangat
sulit. Melarikan diri dari kesenangan judi, akan menjadi lebih sulit.
“Jihu memang memiliki kasus kecanduan yang parah…”
Kim Hannah menghela nafas.
“Aku mengerti. Lalu, aku akan menemuimu di bandara.”
-Jangan lupa. Jihu baru sekarang berada di garis start. Di
sinilah semuanya dimulai.
“Ya, aku akan mengingatnya.”
-Dan jangan lupa apa yang aku katakan tadi.
“Tentu saja tidak.”
-Bagus. Sampai jumpa di bandara.
Panggilan berakhir.
***
Seol Jihu berjalan lama, setelah berpisah dengan Yoo
Seonhwa.
Untuk beberapa alasan, dia merasa lega dari semua
kekhawatirannya.
Kakinya menjadi lelah setelah berjalan selama puluhan menit.
Jadi, dia segera mengambil taksi.
“Terima kasih.”
Setelah turun dan memasuki kamar apartemennya, Seol Jihu jatuh
di tempat tidurnya.
Di masa lalu, dia akan pulang ke rumah dengan wajah masam,
setiap kali dia pergi menemui keluarganya. Tapi sekarang, dia bebas dan tidak
terbebani, saat dia menatap langit-langit.
Namun, dia merengut pada saat berikutnya, ketika dia
memasukkan tangan ke sakunya.
“Ah, sial.”
Dia tidak bisa mengambil teleponnya.
Dia tidak meninggalkannya di taksi.
Memikirkannya dengan hati-hati, dia sepertinya telah
meninggalkannya di meja beranda.
“Sungguh bodoh!”
Dia mencemooh dirinya sendiri, dan berguling-guling di
tempat tidur.
Matanya berbinar, ketika selembar kertas kecil menyelinap
keluar.
Meskipun dia tidak bermaksud jahat, dia tidak punya cara
untuk menghubungi orang saat ini.
Ada kemungkinan seseorang dari Area 1 ada di sana.
Karena dia sudah pergi menemui keluarganya, bukankah tidak
apa-apa, jika dia kembali dengan cepat?
‘Atau mungkin aku harus menunggu sampai besok…’
Seol Jihu memukul bibirnya, saat dia tiba-tiba memikirkan
ibunya.
Itu sudah jauh di malam hari.
Bukankah hal yang benar adalah menunggu sampai besok, dan
menelepon ibunya sebelum kembali?
Ding dong!
Bel tiba-tiba berbunyi sementara Seol Jihu sangat ragu-ragu.
Tapi siapa yang bisa selarut ini?
“Siapa ini?”
-Ini aku.
“Siapa aku?”
-500 won, jika kamu penasaran.
‘…Orang gila apa ini?’
Seol Jihu mengeluarkan koin 500 won, dan membuka pintu
dengan wajah bingung.
“Siapa…”
Dia terhenti ketika sekelompok orang mendorong masuk, begitu
dia membuka pintu.
“Wow, ini bersih.”
“Hnng, ini lebih sederhana dari yang aku kira.”
Eun Yuri dan Oh Rahee berkomentar, ketika mereka melihat
sekeliling kamar apartemennya.
Mereka bukan satu-satunya.
Yi Seol-Ah dan Yi Sungjin datang juga, dan Ibu Jinah yang
tampaknya adalah pemimpin kelompok itu, juga ada di sini.
“Berhenti menghalangi jalan dan minggir. Kenapa kamu tinggal
di tempat sekecil ini? Kamu tidak merasa sempit?”
Bahkan Phi Sora masuk dengan dua tas koper.
Sejenak, Seol Jihu tidak mengenal mereka, karena mereka
mengenakan atau menyeret tas koper, dan mengenakan pakaian kasual mereka.
“A-Apa yang kalian lakukan di sini?”
Seol Jihu tersentak dari linglung dan bertanya.
“Apa yang kami lakukan di sini?”
Kim Hannah berkata dengan wajah santai.
“Ini.”
Chak, chak.
Dia tiba-tiba bertepuk tangan dua kali.
Lima penyusup yang tersisa semua berbalik ke arahnya, dan
saling menatap aneh.
Saat Seol Jihu merasa ada sesuatu yang tidak beres…
“Tahan dia! Temukan dengan cepat!”
“Waaaaah!”
“Biarkan aku keluar dari ini. Aku tidak ingin dia membuatku
kesal…”
“Ah, hei! Setidaknya pegang dia!”
Empat orang termasuk Phi Sora bergegas padanya.
‘Yap!’
Eun Yuri memeluk Seol Jihu dari belakang, dan Phi Sora
meraih tangannya.
Seol Jihu berdiri dengan linglung, sebelum merasakan tangan
merogoh sakunya dan menyadari apa yang mereka coba lakukan.
“Ah, sial!”
Dia mencoba menggeliat, tapi tangan Yi Seol-Ah sudah
mengeluarkan sepotong kertas kecil dari sakunya.
“Ketemu!”
Dia berteriak dengan senyum berseri-seri.
“Kerja bagus. Sekarang, bawa ke sini.”
Kim Hannah mengulurkan tangannya dan berbicara.
Mata Seol Jihu melebar dengan cepat. Tanpa selembar kertas
itu, dia tidak bisa pergi ke Paradise.
Menyadari jika kertas itu telah dicuri, api menyala di dalam
dirinya.
“Untuk apa itu!?”
Raungan meledak dan bergema di kamar apartemen kecil itu.
Itu sangat keras, sehingga Yi Seol-Ah yang akan menyerahkan kertas itu kepada
Kim Hannah, menyusut kembali. Bukan hanya dia yang terkejut. Semua orang juga
begitu.
Mata Seol Jihu berkedip biru dengan amarah. Dia tidak
terlihat seperti bercanda saat ini.
“Ah.”
“Astaga.”
Seol Jihu melempar Eun Yuri dan Phi Sora pergi dan menginjak
Yi Seol-Ah.
“Serahkan.”
“Tunggu. Ada sesuatu yang ingin aku katakan kepadamu.”
“Aku tidak peduli. Serahkan saat aku masih tenang.”
“Dengar… Aaaah!”
Kim Hannah dengan cepat masuk dan mengulurkan lengannya. Tapi,
dia mengerutkan alisnya di saat berikutnya.
Seol Jihu meraih lengannya dengan keras.
Saat dia jatuh berlutut, Seol Jihu mengalihkan pandangannya
seperti setan.
Takut, air mata mengalir di mata Yi Seol-Ah.
“Ma… maaf…”
“Ah, kenapa kamu berteriak!? Kamu menakuti dia!”
Merasakan jika suasana berubah suram, Phi Sora berteriak
kembali dan memotong di antara mereka.
“Lihat, kamu membuatnya menangis! Apakah itu sesuatu yang
membuatnya sangat marah?”
“U-Unni, ini salahku. Maaf, maaf…”
Begitu Phi Sora mengangkat suaranya, Yi Seol-Ah mulai
terisak.
Seol Jihu mengerutkan alisnya. Dia merasa baik setelah
pulang, tapi semuanya hancur, karena seseorang.
Seol Jihu memelototi Kim Hannah, yang menggigit bibir
bawahnya.
“Terserahlah, aku keluar dari sini.”
Kwang!
Pintu terbanting menutup.
Keheningan yang tiba-tiba memenuhi kamar apartemen, yang
ditinggalkan Seol Jihu.
“Aku tahu ini akan terjadi.”
Oh Rahee menggelengkan kepalanya.
“Maksudku, aku mengerti kenapa dia marah. Tapi, bagaimana
dia bisa melakukan itu pada kita!? Dia sering mengolok-olok kita!”
Phi Sora berteriak dengan suara cemberut.
“…Apa yang harus aku lakukan? Aku belum pernah melihat Oppa
sangat marah.”
Tanya Eun Yuri, menampar bibirnya.
“…Ini dia.”
Kim Hannah tersenyum pahit.
“Mengapa ini sangat sulit…”
Dia menggerutu dengan tangan di pinggangnya. Dia mengingat
Seol Jihu dan memukul bibirnya.
“Ayah Jinah, pantatku. Kamu Jinah yang sebenarnya, dasar
brengsek.”
***
Seol Jihu tidak pergi jauh.
Dia duduk di samping meja di sebuah toko terdekat, dan merokok
satu demi satu.
Trio Kim Hannah, Oh Rahee, dan Eun Yuri sedang mengintip
keluar dari sudut gang, menatapnya.
Tiga puluh menit sudah berlalu.
“Aku tidak mengira, dia akan semarah ini…”
Eun Yuri memiringkan kepalanya, tidak tahu cerita latar
belakang yang lengkap.
Kim Hannah mendecakkan lidahnya.
Prediksi Jang Maldong sangat tepat.
Reaksi yang ditunjukkan Seol Jihu barusan, kemungkinan besar
sama dengan ketika seseorang mencegahnya pergi ke kasino.
Itu sebabnya, dia menyerang.
Bagaimanapun, hanya mengawasinya seperti ini, tidak akan
menghasilkan keuntungan.
Kim Hannah akhirnya memanggilnya. Dia pikir itu lebih baik,
daripada berbicara dengannya secara langsung.
-Halo?
Mata Kim Hannah melebar.
Seol Jihu bukan yang mengangkatnya.
Apalagi orang yang mengangkat telepon adalah seorang wanita.
“Maaf, bukankah ini ponsel Jihu?”
-Ya itu. Dia meninggalkannya di rumah. ID penelepon
mengatakan Manajer Kim Hannah. Apakah kamu mungkin seniornya dari pekerjaan?
‘Bajingan ini.’
Kim Hannah menutup matanya, tapi dengan cepat berbicara.
“Ah ya! Benar. Dan kamu pasti…”
-Aku teman masa kecilnya. Kamu memanggilnya cukup larut. Apa
sesuatu terjadi?
“Tidak tidak. Aku sudah bertemu dengan Jihu.”
-Pada jam ini?
“Ada pekerjaan di luar negeri, jadi kita harus mendapatkan
tiket pesawat, tapi Jihu mengatakan dia tidak memiliki paspornya.”
-Ah, bukannya dia tidak memilikinya. Dia hanya tidak tahu di
mana itu. kamu dapat menemukannya di kompartemen kedua dari laci.
Teman masa kecil Seol Jihu ini, sepertinya mengenalnya lebih
baik daripada Seol Jihu sendiri.
Kim Hannah mengerutkan alisnya, sebelum mengingat latar
belakang dan pengertian keluarga Seol Jihu.
Teman masa kecil. Itu pasti mantan pacarnya. Begitu
pikirannya mencapai titik ini, dia bertanya untuk berjaga-jaga.
“Terima kasih. Aku akan segera memberi tahu dia.”
-Tidak masalah. Dia mungkin kurang di beberapa daerah, tapi
tolong jaga Jihu-ku.
“Tentu saja. Ngomong-ngomong…”
-…?
“Ada sesuatu yang ingin aku tanyakan, kalau tidak apa-apa
denganmu. Ada sedikit masalah, kamu tahu…”
Kim Hannah mengambil posisi dan wajah Seol Jihu, dan
menyusun sebuah cerita dengan tepat.
Setelah penjelasan berakhir, suara bingung terdengar.
-J-Jihu merajuk?
“Y-Ya.”
-Dia sedikit kekanak-kanakan, tapi dia tidak sering merajuk…
Apakah dia sangat merajuk?
“Dia menyerbu keluar. Ah, jangan salah paham. Itu jelas
kesalahan kami.”
D-Dia menyerbu keluar? Tanpa mengatakan apa-apa?
‘Kenapa dia terkejut?’
Kim Hannah menatap telepon dengan aneh.
-Dia benar-benar tidak mengatakan apa-apa? Seperti apa
ekspresinya? Apakah itu dingin?
“Aku tidak yakin, tapi dia tidak sepenuhnya diam. Dia
berteriak sedikit, dan terlihat sangat marah. Siapa pun bisa tahu, hanya dengan
satu pandangan.”
-Ah… itu tidak terlalu buruk, kalau begitu.
Napas lega keluar, meskipun Kim Hannah masih bingung.
-Itu merajuk sedang.
“…Merajuk sedang?”
Kim Hannah mengerutkan alisnya. Kemudian, dia menunjukkan
ekspresi tercengang pada penjelasan berikut.
Seol Jihu tampaknya memiliki lima tahap merajut: merajuk
kecil, merajuk sedikit, merajuk sedang, merajuk besar, dan merajuk super.
-Aku senang. Aku pikir, dia meletus dengan cemberut untuk
pertama kalinya, dalam empat belas tahun… Yang terakhir membutuhkan satu tahun
dan dua bulan untuk menyelesaikannya…
Kim Hannah ingin bertanya, apakah dia harus memisahkan
tingkat kesederhanaan Seol Jihu menjadi beberapa tahap, tapi menahannya.
-Namun, aku senang. Merajuk sedang terjadi sekali atau dua
tahun sekali. Tapi, itu mudah diselesaikan dengan kunci cheat khusus.
“Kunci Cheat?”
-Ya. Apakah ada orang di dekat situ yang dipercaya oleh
Jihu?
Mata Kim Hannah tertuju pada Oh Rahee dan Eun Yuri.
“…Tidak.”
-Aku rasa, tidak ada pilihan. Biarkan aku bicara dengannya.
“Apa kamu yakin?”
-Aku akan baik-baik saja. Jangan katakan apa-apa dan pangil
saja dia.
Kim Hannah melakukan apa yang ia katakan.
Setelah meminjam telepon Eun Yuri, dia dengan hati-hati
berjalan ke Seol Jihu dan meletakkan teleponnya sendiri di telinganya.
“Apa yang kamu…”
Seol Jihu yang akan menyerang lagi, melompat kaget.
“Seon, Seonhwa? K-Kenapa kamu…”
Seol Jihu memelototi Kim Hannah dengan tajam, ketika Kim
Hannah menekan tombol pada ponsel Eun Yuri.
“Oke, oke, aku agak terlalu keras. Aku berjanji. Tidak,
sungguh.”
-Apa kamu baru saja berteriak padaku?
“Tidak, aku tidak berteriak. O-Oke, aku tidak akan
berteriak.”
Seol Jihu menyelesaikan panggilan dengan pa,s dan kemudian
menoleh.
“Argh… Hei, Kim Hannah.”
Sebelum dia bisa mengatakan apa-apa, Kim Hannah mendorong
telepon lain ke telinganya.
-Apakah ini kamu, Jihu?
Suara Jang Maldong mengalir.
Seol Jihu mengertakkan gigi.
“…Ya guru.”
-Ini adalah pertama kalinya, kita berbicara di Bumi, bukan?
“Sama seperti di Paradise.”
-Aku dengar kamu pergi mengunjungi orang tuamu.
“Ya, aku kembali belum lama ini.”
-Dan orang tuamu?
“Aku sudah bertemu dengan mereka berdua.”
-Kerja bagus. Sungguh, kerja bagus.
Suasana hati Seol Jihu yang sedikit surut, dengan pujian
Jang Maldong.
-Sekarang kamu berpikir, kamu seharusnya pergi lebih awal,
bukan?
“Ya, haha…”
-Namun, aku dengar ada masalah?
“Tidak, orang-orang ini hanya…”
-Jangan terlalu keras pada mereka. Aku menyuruh mereka
melakukannya.
“Kamu yang menyuruhnya?”
-Dengan kepribadianmu, aku pikir kamu akan segera masuk paradise.
Tapi sekarang, aku berpikir tentang hal itu, itu agak keras. Maafkan aku.
“Tidak, kamu tidak perlu meminta maaf… Aku tahu kamu sedang
memikirkan kepentingan terbaikku.”
Jang Maldong tertawa kecil.
-Namun, kamu harus pergi bersama kami. Ini akan menjadi
kesempatan bagus, untuk beristirahat. Selain itu, apakah kamu benar-benar
berpikir, aku akan bersenang-senang?
“Maaf?”
-Kamu akan tahu begitu sampai di sana. Ada sesuatu yang
ingin aku tunjukkan kepadamu, dan seseorang yang ingin aku perkenalkan juga
kepadamu.
Seol Jihu tidak bisa menolak dengan Jang Maldong yang mengatakannya
seperti ini. Bukankah dia yang menasihatinya, untuk mengunjungi keluarganya?
“…Baiklah. Aku minta maaf karena menyebabkan masalah.”
-Kamu bocah, kamu berubah dalam waktu yang singkat?
Jang Maldong tertawa kecil.
Setelah berjanji untuk bertemu di bandara, Seol Jihu menarik
nafas panjang, sambil memegang telepon di tangannya.
Kim Hannah hanya bersiul, saat dia menatap kejauhan.
Begitu Seol Jihu menatapnya dengan mantap, dia berhenti
bersiul dan diam-diam berbicara.
“…Maaf.”
“Maaf tentang apa?”
“Maaf. Aku minta maaf.”
“Kamu bahkan tidak tahu kenapa aku marah, kan?”
Seol Jihu membentaknya.
“Aku mengerti maksudmu. Tapi jika kamu begitu khawatir, kamu
bisa saja memintanya. Mengapa kamu mencoba mencurinya?”
“Oke aku minta maaf. Aku tidak akan melakukannya lagi.”
Ketika Kim Hannah meminta maaf berulang kali, Seol Jihu
berhenti bawel dan mengulurkan tangannya.
Kim Hannah dengan patuh mengambil selembar kertas dari
tasnya, dan kemudian menyerahkannya.
“Aku akan mengembalikan ini… tapi, bisakah aku bertanya
sesuatu?”
“Apa?”
Seol Jihu balas dengan ketus, saat dia mengembalikan kertas
itu ke sakunya.
“Jika aku menjelaskan situasinya dan memintamu, akankah kamu
memberikannya padaku?”
“Bukankah itu jelas?”
“Bisakah kamu bersumpah?”
“….”
Seol Jihu tidak menjawab.
“Ayo cepat kembali. Aku juga harus minta maaf pada yang
lain.”
Kim Hannah melirik sekilas, saat dia melihat Seol Jihu
pergi.
Pada saat yang sama, keraguan muncul di benaknya. Dia
menyangka, dia akan menyebabkan keributan seperti banteng. Namun, dia
dikendalikan dengan agak mudah.
‘Teman masa kecil… Yoo Seonhwa, bukan?’
Teman masa kecil ini sepertinya tahu banyak tentang Seol
Jihu. Dengan sangat detail.
Mungkin itu bukan karena Seol Jihu tidak bisa dikekang. Tapi,
dia sudah dikekang dengan sempurna oleh orang lain.
Kim Hannah tidak bisa tidak berpikir, mungkin itu sebabnya
dia tidak bisa mengendalikannya.
***
Seol Jihu membuka pintu apartemennya dengan batuk.
Ada tiga orang yang duduk di dalam.
Yi Seol-Ah sedang duduk di lantai dan menangis, dan Yi
Sungjin menghibur kakaknya yang menangis.
Adapun Phi Sora…
Tak! Tak!
Dia berlutut, dengan rapi melipat pakaian Seol Jihu.
Ngomong-ngomong, lemari dan laci-nya semua terbuka.
Bahkan obat-obatan darurat, sikat gigi, dan pasta gigi dimasukkan
ke dalam kantong Ziploc dan dimasukkan ke dalam tas.
Dia sepertinya sedang mengepak tasnya untuknya.
Phi Sora melirik ke pintu depan, saat dia mengemas pakaian
dalam Seol Jihu di dalam koper.
“…Kamu kembali?”
Dia tampak agak lemah lembut.
“Kamu tidak marah sekarang?”
“….”
“Maaf karena melewati kamarmu tanpa izin, tapi kami
kekurangan waktu. Jadi aku pikir, aku akan berkemas sebelumnya.”
“Aku seharusnya melakukannya…”
“Aku sebenarnya cukup terkejut. Kamu memiliki hampir semua
kebutuhan hidup pokok. Segala sesuatu selain pakaianmu juga dikemas rapi. Kamu
tidak melakukan ini, kan?”
Ketika Phi Sora berbicara seolah-olah tidak ada yang
terjadi, Seol Jihu merasa lebih menyesal.
“…Maaf.”
Dia menggaruk kepalanya.
Phi Sora mendengus.
“Yah… aku juga minta maaf. Aku tidak berpikir, kamu akan
bereaksi begitu kuat.”
“….”
“Tetap saja, bagaimana kamu bisa berteriak pada anak-anak
ini, begitu tiba-tiba? Sebagai perwakilan organisasi, tidak kurang. Kamu
seperti ayah dari grup ini juga. Karena kamu biasanya tidak seperti itu, kamu
membuatnya semakin ketakutan. Lihat saja dia.”
Phi Sora terus mengomel.
“O-Orabeowi…”
Yi Seol-Ah memanggil Seol Jihu sambil terisak.
“Aku minta maaf…”
Seol Jihu segera menundukkan kepalanya.
“Aku sangat menyesal. Aku agak tersentak, dalam panasnya
momen ini…”
“Ayah bilang dia menyesal. Kamu harus berhenti menangis
juga.”
Yi Seol-Ah mengangguk dan menyeka matanya.
Begitu Seol Jihu menghiburnya, kulitnya sedikit cerah.
“Hah.”
Cemoohan terdengar.
Kim Hannah bersandar di pintu depan, dengan tangan
bersedekap.
“Kapan kamu membuat keluarga lain?”
“Apa artinya itu?”
“Kamu memanggilku Ibu Jinah, tapi apa ini? Kamu sudah
memiliki dua anak lain?”
Kepala Phi Sora menoleh pada kata-kata Kim Hannah.
“Ayah Jinah, jelaskan jika kamu tidak ingin surat cerai,
dikirim ke depan pintu rumahmu. Apakah ini aku atau perempuan jalang itu?”
“Hak!”
Pada akhirnya, Phi Sora tertawa terbahak-bahak.
“Ayah Jinah, katanya! Nama apa itu! Kakaka!”
Seol Jihu tersenyum pahit, ketika dia melihat Phi Sora
tertawa histeris.
Dini hari itu, sebuah van yang membawa Seol Jihu tiba di
Bandara Internasional Incheon.
Kelompok yang terdiri dari Seol Jihu dan enam lainnya, naik
pesawat ke Hawaii.
Setelah sekitar delapan setengah jam penerbangan, pesawat
tiba di tujuan mereka.
Post a Comment for "SCG_359"
comment guys. haha