Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

***Dukung kami: Traktir ngopi! (min Rp 1.000,-)***
Laporan Donasi

SCG_368

gambar

SCG_368

Bab 368. Yang Menunggu (2)

Ketika Seol Jihu sadar, dia menyadari jika dia merasa nyaman.

Sensasi terbakar di sekujur tubuhnya dan rasa sakit yang mengamuk dan merobek isi perutnya, lenyap tanpa jejak.

Semuanya diam.

Tiba-tiba, dia menyadari, jika itu terjadi saat dia dipeluk oleh seseorang, yang membuatnya sangat nyaman.

Bahkan dalam keadaan setengah sadar, dia bisa merasakan paha menopang lehernya. Dan ada bau harum.

Aroma daging yang hangat membelai hidungnya.

Seol Jihu mengendus dan secara naluriah menyelinap ke kenyamanan dan harum itu.

Ketika dia merasakan sesuatu yang lembut di pipinya, dia memilih untuk mengubur wajah di dalamnya.

Senyum kecil mekar di sudut mulutnya, saat sensasi lembut dan licin menyelimuti wajahnya.

Dia tahu, dia bertingkah seperti anak manja. Namun demikian, Seol Jihu tidak ingin berpisah dari kehangatan yang ia rasakan, setelah waktu yang lama.

Salah satu hal tersulit tentang pelatihan sendirian adalah, kesendirian.

Mendaki gunung siang dan malam tanpa ada orang untuk diajak bicara atau bersandar. Itu lebih kesepian daripada yang ia harapkan.

Dengan setiap langkah yang diambilnya, kerinduannya akan omelan Jang Maldong, terus bertambah. Dia merindukan suara rekan-rekannya dan cara mereka memenuhi udara.

Pada akhirnya, dia hanya ingin berbicara dengan seseorang, siapa pun.

Sederhananya, dia merindukan seseorang.

Maka, seperti anak manja, Seol Jihu terus meringkuk dalam kehangatan. Dia tidak ingin melewatkan aroma manusia lain. Dia merasa sangat enak sehingga jika ini adalah mimpi. Dia tidak pernah ingin bangun.

‘…Hmm?’

Tepat ketika kesadarannya akan tergelincir, mata Seol Jihu tiba-tiba berkedut.

Dia merasakan tangan menyapu dahinya.

Awalnya, dia pikir dia salah. Tapi kemudian, tangan itu mulai mengacak rambutnya dengan lembut.

“Itu bukan mimpi…?”

Seol Jihu perlahan membuka matanya.

Dia melihat wajah pucat dan rambut hitam, meleleh ke langit malam.

Penglihatannya kabur dan dia kesulitan mengenali wajah itu. Tapi bahkan melalui kabutnya, dia bisa tahu, jika cahaya bulan yang mengalir, pasti berkontribusi pada suasana yang seperti mimpi itu.

“…Noona?”

Dia berseru, ketika matanya melihat sekilas pakaian putih menyerupai jubah priest. Dan kemudian, dia berkedip cepat beberapa kali.

Dia menyadari Seo Yuhui tidak mungkin ada di sini.

Lalu, siapa orang ini?

Visi Seol Jihu menajam dan matanya terbuka lebar.

“Baek…”

Dia melompat dan melepaskan diri dari kehangatan. Lalu, menendang tanah dengan kedua kaki. Dia kemudian melihat tombak hijau dan jubah putih.

Seorang wanita mistis, memancarkan getaran yang mirip dengan seorang ahli seni bela diri, menatapnya dengan mata tenang.

“…Nona Baek Haeju?”

“…”

Baek Haeju yang menatapnya, mendesah pelan.

Dia bangkit perlahan, menyesuaikan pakaiannya, sehingga bagian depannya tidak lagi terbuka.

Bingung, Seol Jihu bangun bersamanya. Melihat sekeliling, dia masih bisa melihat gunung besar, begitu tinggi sehingga puncaknya hilang di awan.

Dia juga melihat batu yang setiap kali ia gagal dorong dalam ujian, akan terus bergulir turun gunung dan berhenti di tempat yang sama, setiap saat.

Sepertinya, dia telah kembali ke titik awal.

Seol Jihu dengan putus asa berusaha mengingat, apa yang telah terjadi.

Dia ingat gagal, tepat sebelum dia akan lulus ujian pertama.

Dia duduk di sana untuk sementara dalam frustrasi, sebelum melintasi pos pemeriksaan pertama tanpa mendorong batu… yaitu, tanpa melewati ujian pertama. Dia bertanya-tanya, seperti apa ujian kedua dan ketiga.

‘Begitu aku melewati pos pemeriksaan pertama, semua batasan dicabut, dan aku dengan mudah melewati ujian kedua. Lalu…’

Ketika dia melangkah ke jalan menuju puncak gunung melewati pos pemeriksaan kedua, dunia di sekitarnya berubah secara instan.

Kegelapan mengelilinginya, lalu kakak dan adiknya….

Wajah Seol Jihu menjadi gelap, ketika dia mengingat setiap saat, dari pengalamannya saat itu.

Itu adalah pengalaman yang mengerikan, terutama ketika tubuh dan mulutnya bergerak sendiri, dan menghidupkan kembali masa lalu. Dia tidak pernah ingin memiliki pengalaman seperti itu lagi.

Itu adalah hal terakhir yang diingatnya. Dan ketika dia sadar kembali, dia telah kembali ke titik awal. Dan, kepalanya bersandar di pangkuan Baek Haeju.

Entah dia meninggal dan secara otomatis dipindahkan ke awal, atau Baek Haeju memindahkannya sendiri.

Dia pikir itu mungkin yang pertama. Tapi dia lebih khawatir, tentang bagaimana Baek Haeju bisa memasuki ruang ini.

“Apakah kamu benar-benar… Nona Baek Haeju?”

Tanya Seol Jihu penasaran. Sebagian dari dirinya masih ragu, jika wanita itu bisa menjadi ilusi.

Baek Haeju berbicara perlahan.

“Path of Soul adalah tempat yang hanya bisa dimasuki oleh mereka, yang memiliki Divine Stigmata. Jadi, tidak ada alasan, kalau aku tidak akan bisa.”

Seol Jihu berdiri dengan linglung, tidak mampu membungkus kepalanya di sekitar kata-katanya. Baek Haeju menghela nafas panjang.

Dia kemudian menarik jubahnya, dan menunjukkan kulitnya yang putih.

Pada awalnya, Seol Jihu terkejut dengan paparan yang tiba-tiba itu. Tapi kemudian, dia melihat sesuatu di perutnya.

Di atas pusarnya yang mungil tapi indah, dia melihat bekas luka tipis.

Bekas luka itu memiliki cahaya biru redup.

“Aku memasuki ruang ini atas kebijakan Ira, ketika aku level 5.”

Baek Haeju menjelaskan, menarik jubahnya ke posisi semula.

“Pada waktu itu, aku memilih untuk menerima dua ujian dan melewati mereka, setelah lama menderita.”

Baru kemudian, Seol Jihu memberikan napas kecil.

Kalau dipikir-pikir, Divine Queen adalah Level 8 pertama, dalam sejarah Paradise.

Meskipun dia bukan Executor, dia adalah penerima sisa divinity.

Ini berarti, dia telah menapaki Path of Soul yang ada di hadapannya.  Dia sudah tahu itu. Itu hanya terkubur dalam benaknya, karena tekanan yang diberikan ujian kepadanya.

“Apakah itu berarti, kamu kembali untukku? Atau…”

“Segera setelah aku kembali ke Paradise, Nona Kim Hannah memintaku untuk bertemu.”

Kata Baek Haeju.

“Dia mengatakan padaku, jika dia telah menyisihkan bagian dari jarahanku, dan jika… kamu ingin berbicara denganku. Tapi kamu sudah pergi, ketika aku sampai di sana. Saat itulah, dia memberi-tahuku detailnya.”

“Ah, jadi itu sebabnya…”

Meskipun kedengarannya seperti jawaban yang disiapkan, itu masuk akal. Dan, Seol Jihu tidak keberatan.

“Ya, aku bilang padanya untuk memberi-tahumu itu. Tapi sebelum itu… Terima kasih atas bantuanmu. Aku tidak ingat apa yang terjadi. Tapi aku merasa, seperti didorong ke dalam situasi yang cukup berbahaya…”

Seol Jihu mendecak bibirnya, dan menundukkan kepalanya.

“Apakah kamu sudah selesai?”

Namun, bukannya mengakui rasa terima kasihnya, Baek Haeju mengangkat suaranya.

“Sekarang, bisakah aku mengajukan beberapa pertanyaan padamu?”

Dia terdengar sedikit marah, dan Seol Jihu tanpa sadar menganggukkan kepalanya.

“Apa yang sebenarnya kamu pikirkan?”

Mata Baek Haeju menyipit.

“Mengapa kamu meminta tiga ujian?”

“…Bagaimana kamu tahu?”

“Dulu, gunung itu tidak setinggi sekarang. Aku bisa melihat puncaknya dari sini.”

Kata-kata menari keluar dari mulutnya, tanpa ragu-ragu.

“Tapi sekarang, puncaknya tidak terlihat. Satu ujian cukup sulit, dan kamu meminta tiga ujian. Bagaimana tepatnya, kamu berencana melewati itu semua?”

‘Dia benar.’

Sekarang setelah Seol Jihu memiliki pengalaman dengan pengujian, dia mengerti mengapa wanita itu begitu khawatir.

“Di ruang di mana waktu berlalu sepuluh kali lebih cepat dari biasanya, pelatihan sendirian tanpa ada yang berinteraksi, bisa membuat orang gila…”

Baek Haeju menggigit bibir bawahnya.

“…Ekspedisi Alam Spirit tidak bisa dihindari, tapi ini bisa dengan mudah dicegah. Bukankah Gula menghentikanmu?”

“Dia memang menghentikanku.”

“Dan kamu masih terus maju, meskipun dewi itu menghentikanmu? Itu pilihanmu?”

Ketika Seol Jihu tidak menjawab, Baek Haeju mengerutkan alisnya sedikit, dan menatapnya.

“Apa kamu seserakah itu? Atau apa kamu menikmati bahaya?”

Seol Jihu tidak tahu, apakah wanita itu khawatir atau marah.

‘Dan dia berbicara dengan santai, dari waktu ke waktu.’

Wanita ini benar-benar sulit untuk dipahami. Dia merasakan hal yang sama, ketika dia bertarung bersamanya, saat melawan Raging Temperance.

Dari perspektif Seol Jihu, Baek Haeju tidak punya alasan untuk khawatir atau mengkritiknya. Tetap saja, dia memang membantu dan merawatnya.

“Bukan itu.”

Seol Jihu berbicara, menggaruk sisi kepalanya.

“Aku hanya ingin menjadi lebih kuat.”

Baek Haeju mengerutkan kening lebih jauh.

“Ekspedisi dan perang membuatku sadar, jika aku tidak bisa tetap seperti ini. Aku membutuhkan lebih banyak kekuatan, untuk mengalahkan Parasite.”

“…”

“Aku tahu, aku serakah. Dan aku tahu ujian akan sulit. Tentu saja, aku tidak pernah membayangkan jika ini akan seburuk ini, tapi… Pokoknya, itu saja. Aku tidak melakukan ini, karena aku menikmati bahaya.”

Alasannya sederhana tetapi tulus.

“Aku mengerti apa yang ingin kamu katakan, tapi…”

Baek Haeju menghela nafas kecil dan melembutkan wajahnya.

Akhir dari kalimatnya memudar, karena dia menyadari jika dia mengatakan yang sebenarnya. Dia tidak tahu harus berkata apa lagi.

“…Tapi, itu semua tidak ada artinya, jika kamu terluka dalam prosesnya.”

Setelah hening sesaat, dia bergumam dengan mata sedih.

“Jika kamu terburu-buru makan, kamu pasti akan sakit perut.”

Semburan tawa kecil keluar dari bibir Seol Jihu.

Saat pandangan bingung melintasi wajah Baek Haeju, Seol Jihu menjelaskan sambil tersenyum.

“Aku tidak pernah membayangkan, akan mendengar itu darimu.”

“…?”

“Jika kamu terburu-buru makan, kamu pasti akan sakit perut. Teman masa kecilku dulu, juga mengatakan itu. Dia mengatakan, jika aku terlalu tidak sabar…”

“Dia terdengar bijaksana.”

Baek Haeju berkomentar dengan tenang.

Keheningan sesaat turun.

Berbicara itu menyenangkan, mungkin karena dia tidak melakukannya dalam waktu yang lama. tapi, dia tidak bisa hanya duduk di sini selamanya.

Seol Jihu ingat tujuan dia ada di sini.

Sudah waktunya untuk kembali ke ujian.

Dia tahu, dia akan gagal dan menjadi frustrasi lagi. Namun, setelah berbicara dengan Baek Haeju, dia merasa jauh lebih baik.

‘Haruskah aku memintanya datang mengunjungiku, dari waktu ke waktu?’

Butuh waktu yang cukup lama baginya, untuk mencapai puncak gunung.

Jadi, dia tidak punya pilihan selain mempertimbangkan untuk tinggal lama. Dia pikir, akan sangat membantu, jika Baek Haeju bisa mengunjunginya sesekali.

Menghilangkan kesepiannya, tentu akan meningkatkan moralnya, seperti sekarang. Seol Jihu merasa kesal untuk bertanya atau tidak.

Ketika itu….

“Ujian diatur, sejak kamu mulai berjalan. Sejak saat itu, kamu hanya diberikan dua pilihan: untuk mencapai puncak, atau untuk berhenti.”

Suara Baek Haeju terdengar.

Maksudnya adalah jika begitu ujian dimulai, dia tidak bisa menambah atau mengurangi jumlah ujian yang ingin diterimanya.

“Selama kamu manusia, kamu punya batas. Kadang, tekad saja tidak cukup untuk mencapai hal yang mustahil. Saat kamu mendaki gunung, kesulitan ujian juga akan meningkat. Mereka mungkin menghancurkan pikiranmu dan mengganggu kepalamu.”

Seol Jihu mendengarkannya dengan penuh perhatian. Karena, dia sudah mengalami semua yang wanita itu peringatkan padanya.

“Mengetahui itu, apakah kamu masih ingin melanjutkan?”

Baek Haeju mengangkat matanya dan menatap pemuda itu.

“Tentu saja.”

Seol Jihu menjawab tanpa ragu.

Baek Haeju menggelengkan kepalanya dengan ringan, seolah dia sudah mengira jawabannya.

“Dan kamu tidak akan berhenti?”

Ketika dia bertanya lagi, Seol Jihu berpikir sejenak sebelum menjawab.

“Menyerah… sepertinya, itu sia-sia. Lebih penting lagi, aku tidak akan bisa mengangkat kepala di depan semua orang, jika aku berhenti sekarang.”

Dia berbicara dengan penuh tekanan.

“Aku ingin mencobanya lagi. Aku tahu ini berbahaya. Aku tidak bisa mengatakan dengan pasti, jika aku akan lulus. Tapi, aku akan mencoba dengan sepenuh hati. Dan jika aku masih tidak bisa lulus setelah itu, aku akan berhenti.”

“Sangat lucu.”

Baek Haeju berseru.

Mata Seol Jihu membelalak.

“Maaf?”

“Tidak, bukan apa-apa.”

“Apa maksudmu bukan apa-apa? Kamu baru saja mengatakan ‘sangat lucu’.”

Karena kesal, Baek Haeju membuka mulutnya dan menutupnya lagi.

‘Aku tahu, jika bagimu, berusaha sesuka hati. Berarti, mengambil risiko apa pun untuk mencapai tujuanmu,’ adalah apa yang sepertinya ingin ia katakan, tapi dia mengalihkan pandangannya.

“Itu bukan aku. Itu adalah Spear of Tathagata.”

“Spear of Tathagata… Maksudmu tombak itu?”

“Ya, tombak ini memiliki kesadaran. ‘Sangat lucu’ adalah apa yang dikatakannya kepadaku, ketika mendengar jawabanmu.”

“…”

“Aku mengatakannya keras-keras, karena kesalahan. Aku minta maaf.”

Spear of Tathagata berdengung.

Sampai bereaksi seperti itu, apa yang ia katakan tentang tombak itu, pasti benar. Tapi karena suatu alasan, tombak itu berdengung, seolah memprotes ketidak-bersalahannya.

‘Aku rasa itu masuk akal, karena Spear of Purity juga memiliki kesadaran… Bagaimanapun, orang yang aneh.’

Seol Jihu menatap Baek Haeju dengan curiga, mengingat kata-kata Little Chicken tentang ‘topengnya’.

“Pokoknya, aku mengerti apa yang kamu pikirkan.”

Baek Haeju mengeluarkan batuk kering.

“Tujuan dari ujian pertama harus mendorong batu itu ke pos pemeriksaan pertama.”

Dia mengabaikan pandangan Seol Jihu dan membalikkan tubuhnya, dengan santai mengubah topik pembicaraan.

Perlahan, dia mendekati batu itu. Dan kemudian dia berbicara.

“Ayo pergi.”

“Maaf?”

“Ikuti aku.”

Dia mulai mendorong batu itu.

“Nona Baek Haeju. Tunggu sebentar.”

Seol Jihu memanggilnya, tapi Baek Haeju dengan cepat menjauh darinya. Dia sangat cepat, bahkan ketika dia mendorong sebuah batu sebesar pria dewasa.

“…Aku seharusnya menghadapi ujian sendirian.”

Seol Jihu menggerutu, tapi berubah pikiran pada saat berikutnya.

‘Tunggu sebentar. Mungkin dia mencoba menunjukkan sesuatu padaku?’

Dia tidak bisa benar-benar mengetahui Baek Haeju. Tapi memang benar, jika dia wanita itu melewati ujian di hadapannya.

Mungkin dengan mengamati gerakan wanita itu, dia akan mendapatkan petunjuk yang menentukan tentang bagaimana mendaki ke puncak gunung.

Hanya menontonnya, akan sangat membantunya.

Berpikir demikian, Seol Jihu mengikuti Baek Haeju dengan tergesa-gesa. Baek Haeju mendaki lereng dengan sedikit usaha, mungkin dengan menggunakan mana.

Dia mendorong batu itu dengan satu tangan, mencapai pos pemeriksaan pertama, dan kembali menatap Seol Jihu.

“Seperti apa ujian kedua?”

“…”

“Tuan Seol Jehu?”

“…Aku tidak tahu.”

“…?”

Baek Haeju berkedip kebingungan.

Seol Jihu perlahan mengalihkan pandangannya dari wanita itu.

“Apakah itu berarti… kamu bahkan tidak lulus ujian pertama, dan kamu naik?”

“Jangan salah paham, aku tidak mencoba curang. Aku hanya ingin tahu, tentang apa yang terjadi selanjutnya. Juga, aku merasa sangat frustrasi. Dan aku berpikir, mungkin aku bisa mendapatkan petunjuk, jika aku naik.”

Seol Jihu mengaku dan Baek Haeju menutup matanya.

Dia memiliki banyak hal untuk dikatakan, tapi menahan keinginan untuk mengkritik.

Baek Haeju membuka matanya lagi, dan menatap lereng yang menuju ke pos pemeriksaan kedua. Dia berpikir sejenak, lalu mendorong batu itu ke jalan.

Rumble!

Segera lusinan batu besar mulai bergulir ke arah Baek Haeju, baik di depan maupun di sampingnya, seperti yang ia duga.

Tapi, Baek Haeju tidak berhenti.

Dia terus mendorong batu, mengangkat Spear of Tathagata ke arah langit.

“Bagaimana dia bisa lewat?”

Seol Jihu menyaksikan dengan antisipasi, sebelum matanya melebar karena terkejut.

Lusinan sword qi hijau melesat keluar dari ujung Spear of Tathagata.

Seperti air mancur, sword qi melonjak ke langit dan meledak seperti kembang api di udara, ketika mereka terbang menuju batu-batu besar yang menghujani mereka dari semua sisi.

Rahang Seol Jihu terpesona, ketika dia menyaksikan Baek Haeju menghancurkan jutaan batu. Dia tidak bisa tidak mengagumi cara wanita itu mengendalikan sword qi-nya.

Baek Haeju menunggu puing-puing itu tenggelam. Lalu, mulai mendorong batu itu lagi.

‘Apakah aku dapat melakukan apa yang ia lakukan, ketika aku datang ke sini lagi, setelah melewati ujian pertama…?’

Setelah berpikir panjang, Seol Jihu menggelengkan kepalanya.

Bahkan jika dia entah bagaimana bisa membagi sword qi-nya, dia tidak bisa mengendalikannya setepat Baek Haeju.

‘Haruskah aku melatih sword qi-ku…? Tidak, sebelum itu, aku harus mencari tahu apa ujian kedua.’

Saat Seol Jihu melewati pos pemeriksaan kedua, dia tenggelam dalam pikiran yang mendalam. Tapi, ketika dia merasakan sesuatu di dadanya, dia sadar.

Bagian belakang kepala Baek Haeju menyentuhnya.

Dia bertanya-tanya, mengapa wanita itu berhenti. Kemudian dia memperhatikan bahunya, tidak, seluruh tubuhnya bergetar.

Seol Jihu segera menyadari mengapa.

Baek Haeju sudah menginjakkan kaki di jalan setapak, melewati pos pemeriksaan kedua untuk menuju puncak.

‘Tempat ini…’

Di sinilah semuanya menjadi gelap, dan trauma masa lalunya mulai memburunya.

“Nona Baek Haeju.”

Tidak ada Jawaban.

Baek Haeju membuka mulutnya lebar-lebar, dan dengan cepat menutupnya. Setetes air liur dari bibirnya yang terkumpul, jatuh ke tanah.

Seol Jihu mengulurkan tangannya untuk meraihnya. Tapi, Baek Haeju dengan cepat mengangkat tangannya dan memberi isyarat, agar dia berhenti.

Cara dia bereaksi terhadap gerakannya adalah bukti, jika dia masih sadar. Bahkan, tangannya yang lain masih dengan kuat mendukung batu itu. Tapi itu membuatnya takut, jika seluruh tubuhnya bergetar tak terkendali.

“Haeuk…”

Setelah satu menit yang terasa lebih seperti sepuluh menit, Baek Haeju menghela napas.

Dia segera mundur selangkah dan menundukkan kepalanya. Lalu, dia menyeka air liur di dekat mulutnya.

“…Paling buruk….”

“Apa kamu baik baik saja?”

Baek Haeju tidak menjawab.

“Memperlihatkan trauma masa lalu melalui ilusi… dan bahkan mereproduksi rasa sakit fisik, menyiksa pikiran dan tubuh… Gula, kamu brengsek…”

Dia bergumam pada dirinya sendiri, sebelum berbalik untuk menghadapi Seol Jihu. Matanya berkedip dengan resolusi dan penolakan.

“Pegang ini.”

Baek Haeju menelan nafasnya, memegang Spear of Tathagata terbalik, dan mengarahkannya ke arah Seol Jihu.

Ketika Seol Jihu meraih tombak tanpa melawan, tiba-tiba aliran energi besar keluar dari tubuh Baek Haeju.

Demikian juga, semburan energi hijau keluar dari Spear of Tathagata, dan memeluk Seol Jihu dengan lembut.

Perasaan yang aneh.

Orang mungkin menyebutnya ‘cermin bening, masih air’. Energi penyegaran meresap ke dalam tubuh Seol Jihu, membantu menenangkan tubuh dan pikirannya.

“Tutup matamu, dan fokuslah pada energi itu.”

Seol Jihu menutup matanya, seperti yang dikatakan.

Dia berpegangan erat pada Spear of Tathagata, ketika Baek Haeju membawanya ke lereng.

Ketakutannya tidak sepenuhnya hilang. Tapi, dia mencoba untuk menahannya, dan berkonsentrasi pada energi itu.

“Ho.”

Merasakan lereng curam di bawah kakinya, Seol Jihu berseru di dalam kepalanya.

Sesuatu pasti berbeda kali ini.

Sebelumnya, dia telah kehilangan akal sehatnya, bahkan sebelum dia merasa telah menginjak tanah. Tapi kali ini, energi yang mengelilinginya, tampaknya melindungi pikiran dan tubuhnya.

“Jadi, ini salah satu cara untuk melewati sini.”

Dilihat dari warna energi-nya, Baek Haeju tampaknya telah menggunakan kekuatan atribut anti-evil, yang juga dikenal sebagai air suci.

Energi Seol Jihu serupa, hanya dengan warna yang berbeda.

‘Aku akan bertanya, apakah dia bisa mengajariku, ketika kita sampai di puncak.’

Seol Jihu berpikir dan bergegas langkahnya.

Tiba-tiba suara batu yang bergulir berhenti.

Pada saat yang sama, Seol Jihu berhenti, karena dia merasakan sedikit dorongan di tangannya, yang mencengkeram tombak.

Baek Haeju tampaknya berhenti mendaki, sekali lagi.

‘Apa yang sedang terjadi?’

Dia bertanya-tanya, apakah dia harus membuka matanya.

“Tidak.”

Saat itulah dia mendengar suara tajam dari atas.  Seol Jihu meragukan telinganya. Dia tidak bicara. Dan itu juga bukan suara Baek Haeju.

Dia belum pernah mendengar suara ini sebelumnya. Tidak, tunggu… tapi benarkah? Untuk suatu alasan, suara itu terdengar akrab di telinganya.

“Orang di belakangmu itu, dia belum pantas berada di sini. Kembalilah.”

Seol Jihu membuka matanya.




< Prev  I  Index  I  Next >

Post a Comment for "SCG_368"