BAE_094
BAE_094
Chapter 94: Tiba
#PoV: Claire Bladeheart
Kerendahan hati. Loyalitas. Ketetapan Hati. Keberanian.
Ini adalah kata-kata yang ditanamkan sangat dalam pada diriku, bahkan sebelum aku mengerti apa maksudnya. Ini adalah empat kata kunci yang diperlukan, dalam rangka untuk memiliki hati setajam pedang. Ini adalah kebanggaan dari keluarga Bladeheart.
Mengabaikan diri sebagai seorang anak, aku benar-benar
percaya jika aku akan mampu mengikuti doktrin suci keluargaku yang dibangun
ini… tidak peduli apapun keadaannya.
Bagaimana bisa aku benar-benar menjadi abai seperti ini.
Ini adalah pikiran yang mencakar pikiranku. Itu membuat hatiku
sakit, karena aku hanya bisa berdiri tak berdaya, menonton… hanya menonton.
Hanya diam saat Theodore dipukuli dan dibakar, hingga tidak
dikenali.
Hanya diam saat Elijah tanpa rasa
takut mencoba untuk menyerang, meskipun tanpa bantuan, aku hanya bisa berharap
jika ia… bisa keluar dari situasinya saat ini hidup-hidup.
Bahkan, dengan mataku yang terus terpaku pada kejadian di
hadapannku, aku kesulitan memproses apa yang sebenarnya terjadi… apalagi
percaya jika semua ini nyata.
Apa semua mage di sini tidak bisa melakukan sesuatu. Apa
semua profesor di sini tidak bisa melakukan apa yang Elijah, seorang diri,
telah capai.
Aku tidak pernah menganggap, dia sebagai sesuatu yang lebih
dari teman konyol Arthur. Dia hanya memberiku kesan yang santai, hampir tak
aneh setiap kali. Tapi, tidak pada saat ini.
Setelah dia mengutuk keras pada Lucas, sikapnya berubah
menjadi seseorang yang tak kukenali.
Setelah menumpahkan kemarahannya, teman santai itu
menunjukkan sesuatu yang tidak bisa dipercaya.
Seolah-olah, Elijah yang meraung marah telah melepaskan
jiwanya, tubuh Elijah seakan hampir tak bernyawa saat bahu merosot, dan
kepalanya membungkuk ke depan. Aku tidak bisa mengerti dan berpaling, ketika
tiba-tiba ledakan hitam, duri logam ditembak keluar dari tanah.
Aku pikir teman Arthur sudah meninggal, tapi aku juga
menyadari itu bukan Draneeve atau kaki tangannya, yang menggunakan mantra misterius
ini.
Itu Elijah.
Mantranya tidak biasa, hampir tidak wajar. Dan ketika dia
menempatkan telapak tangannya pada permukaan penghalang… sihir api hitam mulai
melingkar di sekitar tangannya. Itu mencairkan penghalang transparan seperti
itu mentega, yang juga membuat tulang belakangku menggigil.
Melihat jika sihir misterius itu bisa dengan mudah
menghancurkan sesuatu yang bahkan gabungan para profesor tidak bisa rusak… aku
merasa mendapatkan sebuah harapan.
Mungkin, dia bisa mengakhiri ini. Di samping perasaan
harapan ini, aku juga merasa jijik pada diriku sendiri.
Aku lalu menunduk hanya untuk menyadari, jika tanganku
secara tidak sadar mencengkeram gagang pedangku. Aku tidak bisa mengerti dan
mengejek diriku sendiri. Apa gunanya pedang ini, jika aku merasa takut, hingga
bahkan tidak berani bergerak.
Melihat kembali, aku terfokus pada Elijah.
Dia terhuyung saat berjalan, hampir mengejutkan. Seakan-akan,
dia tidak benar-benar bisa mengontrol dirinya sendiri. Siapapun yang mencoba
dan menentangnya, hampir seketika tertusuk oleh lonjakan tanah hitam.
Kecepatan rapalan mantranya sangat tidak normal. Itu bahkan
tidak bisa disebut sebuah mantra. Tapi, lebih seperti mekanisme pertahanan
otomatis.
Aku belum pernah mendengar sesuatu seperti ini sebelumnya,
apalagi melihatnya dengan mataku sendiri, sihir yang begitu alami… dan… jahat.
Apa yang membuatku bingung, dan mungkin juga setiap orang
yang hadir, itu adalah bagaimana sikap Draneeve terhadap Elijah. Elijah
membunuh Mana beast yang menghampirinya, dia juga membunuh tiga bawahan
berjubah.
Draneeve seharusnya marah, benar-benar marah, karena Elijah
menentang rencananya. Tapi, dia malah tampak… takut.
Di sisi lain, aku hanya mampu mencoba menghubungkan
bagian-bagian dari apa yang Draneeve katakan kepada Elijah, saat dia secara
terus terang mengabaikan dalang dari bencana ini, terus bergerak ke arah Lucas.
Aku mendengar Draneeve beberapa kali mengulangi
kesalahannya…
Aku juga mendengar, dia menyebut Elijah sebagai ‘Tuan’… atau
sesuatu yang seperti itu.
Setelah upaya tak berguna untuk menenangkan Elijah
dihentikan, Draneeve mulai memberi perintah untuk bawahan berjubahnya, memberi-tahu
mereka untuk tidak meletakkan tangan pada Elijah.
Sebuah pemandangan yang aneh, saat seorang siswa berusaha
untuk membunuh anak buahnya. Tapi, pemimpinnya malah memerintahkan bawahannya
untuk tidak melawan.
Siswa lainnya juga bingung dengan adegan ini, penasaran
dengan alasannya.
Beberapa mulai menyatakan keraguan mereka, tentang apakah
Elijah benar-benar di pihak kita atau tidak. Mereka mencurigai jika Elijah
benar-benar telah bergabung dengan Draneeve. Itu terjadi hingga, upaya terakhir
Elijah untuk membunuh Lucas akhirnya gagal.
Sementara kami terlalu terkejut dengan kemarahan Elijah dan
penampilan kekuatannya. Beberapa profesor menyadari jika rusaknya penghalang
oleh Elijah, setidaknya telah memberi kami kesempatan untuk melawan.
Pikiran ini juga sudah terlintas di benakku. Aku tahu, jika
dengan kematian semua Mana beast dan Draneeve yang sibuk dengan Elijah.
Sekarang adalah kesempatan yang sempurna untuk membalas.
Aku tahu ini, tapi kakiku seakan terpaku ke tanah di
bawahku. Aku tahu ini, namun aku masih saja takut…
“Semuanya, beri jalan!”
Seorang profesor misterius memimpin sekelompok kecil
profesor menuju lubang yang ada di penghalang. Para siswa yang melamun
beringsut keluar dari jalan. Sementara banyak yang terlalu berkecil hati,
gambaran kepala Doradrea dan tubuh tak bernyawa Theodore sudah dibakar dalam
pikiran mereka.
Walau begitu, masih banyak yang bergabung dengan para
professor untuk menyerang.
Clive adalah salah satu dari mereka. Aku melihat dia
bergegas menuju professor. Tangannya sudah memegang busur dan anak panah. Tapi,
profesor di belakang menghentikannya.
“Bodoh,” bisikku dalam hati.
Tidak ada harapan. Apakah para profesor berpikir, jika
mereka entah bagaimana bisa mengalahkan Draneeve?
Mereka seharusnya tahu lebih baik dari kami. Apakah rasa
tugas yang mendorong mereka, untuk menjemput kematian mereka sendiri seperti
ini?
Atau, kebanggaan mereka yang mencegah mereka menjadi
rasional.
Apakah berani untuk kematian adalah kebodohan?
Apa yang ‘Kebanggan’
Bladeheart inginkan dariku?
Kathlyn pasti mendengar gumamanku. Dengan mata merahnya, dan
tubuhnya yang masih bergetar, dia menatapku. Seolah-olah, aku punya jawaban
yang ia cari.
Tapi, aku tidak. Aku tahu batasku, dan aku tahu jika hanya
dengan sebagian kecil saja, sudah cukup untuk merampok kepercayaanku untuk
menghunus pedangku.
Seolah, sebuah cerita yang selalu ibuku bacakan, sebelum mengirimku
ke tempat tidur. Para profesor berbaris menuju lubang di penghalang seperti
pahlawan, pada sebuah ekspedisi untuk menyelamatkan sang putri dari mage jahat.
Aku bisa melihat profesor misterius itu, yang mengajar di
kelas semester terakhirku, memimpin.
Di belakangnya adalah profesor formasi mantra yang mengajar
kelas yang lebih rendah. Ada satu profesor yang aku tidak kenali mengikuti
beberapa langkah di belakang, dengan tongkat kayu bengkok juga.
Kemudian, bergabunglah Profesor Glory. Dia menatapku dan
memberiku sebuah senyum, untuk kemudian mengangguk serius, dan mengambil pedang
kedua dari cincin dimensi nya.
Penampilannya membuat tulang belakangku menggigil. Itu
adalah penampilan yang belum pernah kulihat darinya sebelumnya. Tapi, satu yang
naluriku tahu.
Itu adalah tampilan dari seseorang yang sudah menerima
kematiannya.
Kebanggana Bladeheart mencakar hingga ke dalam pikiranku.
Kerendahan hati. Loyalitas. Ketetapan. Keberanian.
‘Sialan.’
Memikirkan dengan ini dengan campuran emosi.
Aku merasa frustasi, karena kurang tekad, dan loyalitas dari
seorang Bladeheart yang harus ditampilkan untuk akademi-nya.
Merasa malu, karena kurang keberanian untuk berjuang bersama
mereka. Dan merasa bodoh, untuk percaya jika aku memiliki apa yang diperlukan
untuk menjadi pemimpin dari Komite Disipliner… menjadi seorang Bladeheart.
Aku menggeleng, dengan harapan untuk membersihkan pikiran
gelapku itu.
Hidup melalui semua ini akan memberiku kesempatan lain untuk
menebus diri sendiri, Atau tidak?
Aku tidak bisa berani, setia, tegas dan rendah hati jika aku
mati.
Aku lalu mengalihkan perhatianku kembali ke Draneeve, yang
berlutut di samping Elijah. Dia tampak seperti sedang memeriksa sesuatu,
memastikan jika Elijah masih hidup. Dengan hati-hati, hampir lembut, dia
bersikap seperti petugas kerajaan kepada rajanya.
Di sisi lain, para profesor, para mage berharga dari seluruh
divisi diabaikan olehnya. Karena, dia sudah memberikan perintah lebih lanjut,
untuk bawahan berjubahnya mempersiapkan sesuatu.
Akhirnya, dengan bangun sambil membawa tubuh lemas Elijah
dalam pelukannya, Draneeve mulai berjalan ke arah belakang platform batu, di
mana beberapa pria berjubah sedang membuat sesuatu yang aneh.
“Lukiyah. Perubahan rencana. Kamu akan mengurus orang-orang
bodoh yang mendekat dan buanglah para…”
Dia melirik siswa yang ditangkap, dan matanya berhenti di
Presiden Dewan Siswa kami,
‘…Sampah.’
“Aku akan kembali dulu. Aku harap, kamu mengikuti kami
melalui pintu gerbang, segeralah,”
Draneeve melanjutkan, ekspresi sombongnya tidak bisa dilihat
lagi sekarang.
“Kenapa kamu membawanya?”
Lucas bertanya, tapi suaranya berakhir saat matanya melotot
keluar. Arogansi di wajah Lucas juga hilang dalam satu detik. Dia dengan kusut
berlutut, keringat menetes di wajahnya.
“Kamu hanyalah alat belaka. Kamu akan melakukan apa yang aku
katakan, tanpa pertanyaan. Dan jika kamu terus menunjukkan kebodohan semacam
ini lagi, akan ada konsekuensinya.”
Suara Draneeve sangat memerintah dan tajam, berbeda dari
bagaimana ketika ia pertama kali mengungkapkan dirinya.
Wajah Lucas terlihat berjuang untuk tetap teguh. Tapi,
Draneever menendangnya, menjatuhkannya.
“Katakan!” Dia geram.
Bahkan dari sini, aku bisa melihat rahang Lucas menahan
marah. Tapi, dia kejang-kejang dan berulang-ulang kali mengatupkan giginya,
‘Aku… hany… a… hanya… alat.’
“Sudah siap, Tuanku.”
Salah satu mage berjubah dekat landasan berkata.
“Hmph.”
Draneeve melanjutkan, meninggalkan Lucas, dan mencoba untuk
menenangkan diri sebelum kembali bangun.
Kita semua menyaksikan ini terjadi. Bahkan profesor yang
cukup berani untuk berbaris menyerang dan bermain-main dengan anggota Komite
Disipliner seperti Ragdoll, tercengang… saat dia melihat Lucas berlutut.
Profesor Glory adalah satu yang merasa ada sesuatu yang tidak
beres. Dia lalu menunjuk Draneeve yang sedang menuju ke arah landasan yang
sekarang bercahaya. Dia berteriak,
“Kita tidak bisa membiarkannya pergi!”
Keempat profesor bergegas melalui lubang di penghalang,
ketika tiang api yang setebal salah satu balok di pintu masuk utama aula
akademi, ditembakkan ke depan mereka.
Lucas masih belum pulih, wajahnya masih dilapisi dengan rasa
sakit, saat ia melihat empat profesor. Tapi, ekspresi putus asa di wajahnya
sekarang hilang. Dan dia berjalan penuh percaya diri menuju para profesor,
menyihir pilar lain dari api menggunakan tangan lainnya.
Saat ini, semuanya sudah terlambat. Draneeve dan kelompok
berjubah sudah pergi, membawa Elijah bersama mereka, mdan eninggalkan landasan
yang bersinar.
“Lucas! Beraninya seorang siswa akademi ini terlibat dalam
tindakan terorisme?”
Profesor Glory meraung, saat dia mengalirkan mananya ke
kedua pedangnya. Profesor lain juga mengangkat senjata mereka, profesor
misterius bahkan sudah menggumamkan sebuah mantra.
Seringai di wajah Lucas naik saat ia mulai terkekeh, tawanya
terdengar lebih seperti hewan dari seorang manusia.
“Bagaimana aku berani? Apa kalian pikir, kalian berada di
level yang sama denganku sekarang? Bagaimana bisa kalian berani berbicara
kepadaku, seolah-olah kalian sama denganku! Kalian hanya serangga yang perlu
diinjak!”
Saat dia berbicara, mana di sekelilingnya mulai
berputar-putar lebih cepat, pembuluh darah tipis juga muncul di lengan abu-abu
Lucas.
Dengan demikian, pertempuran dimulai. Secercah harapan yang
sekarang aku punya, sudah menghilang bersama perginya Draneeve. Mantra yang
Lucas gunakan tidak istimewa, tapi jumlah mana yang ia pamerkan dan kontrolnya
sangat menakutkan.
Untuk dengan mudah menggunakan dua mantra sekaligus. Bahkan,
Profesor Glory yang lebih terfokus dengan keterampilan dalam ilmu pedang-nya
dengan mana augmentation. Dia sendiri hampir tidak bisa melakukan tiga mantra,
sementara beberapa profesor yang lebih berpengalaman bisa menuang empat mantra
sekaligus.
Namun, Lucas dengan santai menggunakan enam mantra. Dia
dikelilingi oleh sebuah bola berapi yang melindunginya dari sihir para
profesor, empat mantra ofensif para professsor tidak berguna.
Di bagian depan, knight api tinggi berjuang melawan Profesor
Glory, menjaga tuannya. Dan mereka berdiri sebagai garda depan. Sangat
menyebalkan, untuk menonton Lucas tidak kewalahan melawan upaya gabungan dari
empat profesor.
“Apa yang kita lakukan di sini, kita harus membantu mereka!”
Suara Curtis membangunkanku. Matanya yang jelas, gemetar
karena marah dan tidak sabar, dan itu mengintip jauh ke arahku.
Dia benar, itu tugasku.
Aku adalah pemimpin Komite Disipliner.
Aku lalu mengalihkan pandanganku ke menara lonceng. Di sana,
aku melihat Feyrith dan Tessia bersama dengan siswa lainnya yang ditangkap. Aku
juga melihat Theodore, dia masih hidup.
Dan kami masih bisa menyelamatkannya, jika bertindak
sekarang.
Lucas ditahan oleh para profesor dan hanya beberapa dari bawahan
berjubah, yang tinggal di belakang. Itu tugasku.
Namun, mengapa aku masih tidak bisa bergerak?
Apakah tubuhku begitu dalam terjerat dalam rantai ketakutan?
“Gah!”
Suara tangisan sedih, membuatku memutar kepala kami. Itu
adalah Profesor Glory.
Dia berbaring di tanah saat ini, menggenggam sisi tubuhnya,
dan genangan darah perlahan-lahan menyebar dari bawah nya.
Aku teringat, bagaimana dia menatapku sebelum melintasi
penghalang. Matanya mengatakan kepadaku jika ia bisa mati. Tapi, dia tidak
terlihat akan melarikan diri, sebuah tekad yang kuat. Dia pasti takut, tapi dia
tetap melakukan apa yang ia bisa, dengan harapan untuk memberikan siswa lain
kesempatan untuk hidup.
“Kamu benar.”
Aku merobek belenggu yang mengikatku untuk tetap diam di
tempat, dan mengambil langkah maju. Mencabut pedangku, aku segera mengunci mata
dengan Curtis, saat ia naik ke Grawder. Dan dia memberiku anggukkan tegas,
matanya menunjukkan tekad yang sama dengan yang Profesor Glory telah berikan
padaku.
Aku lalu mencari Clive dan beberapa siswa lain yang aku
kenal cukup mampu untuk bisa berguna, setelah melalui penghalang.
Bawahan berjubah yang menjaga kami dari melarikan diri,
sudah pergi melalui penghalang untuk membantu Lucas saat ini. jadi, aku bisa
melihat Clive sedang membantu beberapa profesor memimpin siswa melarikan diri.
Curtis dan aku, bersama dengan seorang teman dari kelas
Profesor Glory, lalu berdiri sebagai garda depan. Dan dengan Kathlyn dan Clive
yang menunggangi Grawder.
“J-jangan!”
Aku nyaris tidak berhasil mendengar suara serak Profesor
Glory, matanya lebar ketakutan, ketika kami diserang oleh bawahan berjubah.
Mereka entah bagaimana benar-benar tercakup dalam jubah mereka, bahkan dengan
wajah mereka disembunyikan oleh bayangan tidak wajar.
Aku baru saja memblokir lonjakan tanah dengan pisauku,
ketika sosok berjubah lain melompat dari belakangku, menghajarku.
Bergulir jatuh, aku mengarahkan pedang pada pria berjubah,
mengiris dia tepat di mana tenggorokannya seharusnya berada. Aku merasa jika…
sensasi pisauku tepat mengenainya. Namun, pria berjubah tidak berhenti atau
tersentak. tangan abu-abunya tetap menjangkauku, dan mananya mengelilingi itu.
Saat itu, ikatan Curtis menangani pria berjubah dari
samping, menendang dia pergi.
“Apakah kamu baik-baik saja, Claire?”
Kathlyn mengulurkan tangan untuk membantuku, setelah merapalkan
mantra untuk melumpuhkan musuh, ketika itulah aku mendengar lolongan melengking
dari para profesor yang melawan Lucas.
Profesor misterius itu sedang ditahan tepat di lehernya oleh
knight api Lucas. Lehernya mengepul, saat bau kulit terbakar memenuhi udara.
Saat profesor misterius berjuang untuk membebaskan diri,
teriakannya akhirnya semakin berkurang dan berubah menjadi suara terengah-engah,
saat dia putus asa menendang dan meronta-ronta liar pada knight api yang
dipanggil oleh Lucas.
Aku tidak akan pernah melupakan ekspresi wajahnya, saat
tubuhnya jatuh lunglai. Aku mengalihkan mataku dari tubuh profesor yang
terbakar. Itu terbakar melalui pakaian dan kulitnya, karena dia dimasak
hidup-hidup dihapadan semua orang.
Aku harus mendorong keinginanku untuk melarikan diri.
Apa pilihanku salah?
Aku tahu profesor itu. Aku masih ingat, saat dia menunjukkan
gambar saat ia bersama seorang gadis yang masih berusia tiga tahun. Saat itu
aku mengatakan kepadany,a jika dia membuang-buang uang karena memotret jelas
jauh lebih murah. Tapi, dia hanya tersenyum bodoh, dan memeluk gambarnya
seperti itu benar-benar anaknya.
Apa yang akan terjadi kepada keluarganya sekarang?
Aku merasakan dorongan mengerikan untuk muntah. Tapi, aku
cukup bisa menahannya. Namun, aku juga bingung, hingga hampir membuatku
diserang oleh bola api, tepat di dada oleh pria berjubah lain.
Setelah hampir tidak bisa menangkis mantra dan menendang
pria itu pergi, aku menggunakan kesempatan ini untuk survei situasi.
Aku melaih sebuah kekacauan, saat para profesor yang tidak
berperang melawan Lucas mencoba usaha terbaik mereka, dalam memimpin siswa yang
tersisa menjauh dari daerah ini. Di dekatku, aku melihat Curtis dengan Kathlyn
naik di atas Grawder.
Di menara lonceng, aku melihat Clive yang baru saja
mengambil Tessia dari tanah, tersingkir pergi oleh salah satu Mana beast yang
terluka. Beberapa siswa lain yang aku bawa bersamaku dan berasal dari kelas
Profesor Glory, sedang melakukan upaya terbaik mereka untuk menghadapi lima mage
berjubah.
Untuk sebelah kananku, ada tiga profesor yang tersisa,
sekitar selusin meter dari mereka adalah Lucas.
Di antara mereka, Profesor Glory terluka parah, tangan
kanannya berdarah… sedangkan tangan lainnya terus berusaha menekan bagian
tubuhnya yang terlukka.
Mengertakkan gigiku, aku berlari menuju tempat Clive. Aku
tahu apa yang Profesor Glory ingin aku lakukan. Aku harus menyelamatkan para
siswa, saat mereka menjaga Lucas sibuk.
Mengumpulkan mana ke pisauku, aku mengambil kecepatan,
merapalkan.
‘Flame Lance.’
Tombak api kemudian menyerang serigala grizzly, yang
kulitnya sudah berubah warna dan sedang menyerang Clive. Aku berniat
membantunya, ketika kekuatan yang kuat tiba-tiba menyerangku dari tanah.
Mata Clive yang tajam melebar dan bibirnya mengucapkan
namaku. Tapi anehnya, aku tidak bisa mendengar suara.
Itu bukan hanya dia, Aku tidak bisa mendengar suara apapun. Dan
ketika aku melihat lonjakan keluar dari perutku.
Aku menjatuhkan pedangku, aku melihat ke bawah dan
menyentuhnya. Ada darah.
Darahku.
Tiba-tiba, suara datang kembali bertubi-tubi, teriakan dan
jeritan mengisi telingaku.
Mataku melirik bolak-balik antara tangan berdarah dan
lonjakan yang keluar dari perutku. Aku ingin membalikkan tubuhku untuk melihat
apa yang terjadi. Tapi aku sadar, jika kakiku menggantung di udara.
Melihat ke bawah, aku bisa melihat lonjakan raksasa yang
telah menusukku dari tanah. Dan aku melihat Curtis mendorong Clive yang
tertegun, saat ia berjalan ke arahku.
“Claire!”
Aku melihat Curtis berteriak. Tapi kali ini, itu hanya
terdengar teredam, hampir seolah-olah aku sedang mendengar ia dari ruangan yang
berbeda.
Adegan kemudian menjadi lebih lambat, setelah aku melihat
Kathlyn melompat dari Grawder dan bergegas kearahku. Kedua tangannya menutupi
mulutnya dengan shock.
Suara Kathlyn juga terdengar sama, teredam.
Aku mencoba mengatakan sesuatu, tapi semua yang aku bisa
hanyalah mengeluarkan suara serak.
Aku teringat ayahku. Tatapannya. Dan matanya yang terkulai
sedikit karena usia.
Dia adalah salah satu yang mengatakan kepadaku, tentang
pentingnya apa yang diwakili oleh nama Bladeheart. Apakah ia akan bangga, jika
dia melihatku sekarang?
Tepat seperti aku merasa semua yang memudar, aku
mendengarnya, raungan yang menusuk melalui langit.
Itu sama dengan gemuruh guntur, dan itu mengguncang tanah
dan duri yang menusuk melaluiku. Bahkan di ambang kematian, aku masih entah
bagaimana merasa takut. Tapi, itu bukan jenis rasa takut yang membuatku
berhenti bergerak seperti sebelumnya. Tapi, satu yang membuat tubuhku merasa
ingin untuk secara naluriah membungkuk hormat.
Dalam keadaan hampir mati ini, aku pikir untuk saat itu aku
entah bagaimana halusinasi mendengar suaranya. Tapi kemudian, keluar dari sudut
mataku, aku benar-benar melihatnya.
Sosok jelas dari binatang bersayap, yang setiap adventurer
berharap untuk melihat sekilas darinya.
Itu dragon.
Itu ternyata tidak jauh dengan sesuatu yang pernah ibuku
tunjukkan dalam buku-buku, untuk menakut-nakutiku sebagai seorang anak. Tidak, dragon
ini malah membuat gambaran-gambaran itu terlihat manis.
Dengan dua tanduk menonjol dari setiap sisi kepalanya yang
tajam, dan mata warna-warni yang bisa membekukan bahkan seorang petualang
veteran… itu adalah manifestasi dari kedaulatan dan keganasan.
Sementara sebagian besar buku yang aku baca saat masih
seorang anak, menjelaskan jika sisik dragon berharga untuk perhiasan karena
mengkilap. Sisik dragon ini sangat berbeda, warnanya hitam yang mana itu
membuat bayangan tampilan lebih gagah.
Tapi, rasa hormatku bukan untuk dragon yang mengesankan,
serta tampak memiliki ukuran sebuah rumah kecil itu. apa yang membuat hatiku
benar-benar gemetar ketakutan adalah anak yang ada di bawahnya.
Itu anak laki-laki dengan berambut pirang yang jelas dengan
seragam yang akrab. Setiap langkah yang ia ambil, ia berjalan dengan santai,
gagah, dan dipenuhi kepercayaan padat yang belum pernah aku lihat.
Pori-pori kulitnya mengeluarkan mana yang sangat mengamuk,
cukup membuat lawan mereka ketakutan dan melarikan diri. Udara bahkan tampak
menjauhinya saat tanah di bawahnya hancur karena kekuatannya.
Tiba-tiba, aku tidak bisa mengerti dan tertawa tersedak,
pada betapa bodohnya aku saat membandingkannya dengan Lucas. Saat inderaku
terus meredup, aku merasa lega, jika aku tidak perlu menjadi saksi apa yang
akan ia lakukan untuk orang-orang yang menghalangi jalannya.
Tapi aku menyesal, karena tidak bisa melihat ekspresi Lucas
dari kekalahan akhirnya.
Post a Comment for "BAE_094"
comment guys. haha