BAE_279
BAE_279
Bab 279
Sinar pertama fajar mengintip di atas cakrawala, pada saat
Regis dan aku telah mendaki kembali dari bukit yang dipenuhi beast di dekat
Kota Maerin.
Aku hanya fokus pada latihan God Step. Sementara, Regis mengintai di sekitar area, melakukan sedikit perburuan sendiri.
Meskipun kemajuannya lambat, aku masih bangga dengan
pertumbuhan yang terlihat dalam penguasaan godrune pertamaku. Aku dapat
mencapai tujuan yang telah aku tentukan, menggunakan God Step dengan ketepatan
yang jauh lebih baik, daripada yang aku miliki pada awalnya.
Artinya, tanpa hambatan tentunya.
Mempertimbangkan rintangan yang menghalangi ‘jalan’-ku, God
Step menjadi lebih sulit digunakan secara eksponensial.
Ada beberapa cara untuk mengatasi ini, tentu saja.
Aku bisa menggunakan God Step dalam garis lurus. Seperti
yang aku lakukan dengan Burst Step. Tapi, melakukan itu, pada dasarnya akan
menggunakan ujung pedang yang tumpul.
Sebagai alternatif, aku bisa menghabiskan waktu lama untuk
fokus dan memetakan ‘jalur’ yang bisa aku ambil, untuk tiba di tujuan yang aku tuju…
tapi itu agak sulit dilakukan, ketika monster mana seberat dua ribu pon
menyerangku. Dan, aku mengubah posisi bahkan sedikit mengubah ‘jalur’.
Lapisan perak di balik semua ini adalah jika pengembangan
awalku dari Burst Step di Epheotus, telah berfungsi sebagai roda pelatihan
untuk God Step.
Seiring dengan refleks-ku yang bertambah dari inti aether-ku
dan dari tubuh naga Klan Indrath.
Aku tahu, jika menguasai ini hanya masalah waktu dan tenaga.
Di sisi lain, Regis belum mendapatkan knowledge dalam
mengaktifkan Rune of Destruction, meski aku membimbingnya.
Aku tahu, jika aku menggunakan Rune of Destruction satu atau
dua kali lagi, dia akan dapat memperoleh knowledge tentang decrypt. Tapi, aku benar-benar
takut, dengan apa yang mungkin terjadi, ketika aku berada di bawah keadaan ‘psikotik
semu’, yang ditimbulkan oleh decrypt itu.
Namun, berkat fakta jika tidak seperti mana, ambient aetheric
ada di mana-mana. Regis berhasil membuat langkah, dalam memperkuat cadangan
aether-nya sendiri. Dengan ini, tak hanya kekuatannya meningkat. Tapi, jarak
yang bisa ia pisahkan dariku, telah meluas.
Seluruh wujudnya tampak menggambarkan kekuatannya yang
tumbuh, saat dua tanduk yang memutar di belakang telinganya, yang menjadi
semakin rumit.
Tidak hanya itu, tapi seluruh bentuknya tampak menjadi lebih
corporeal dan nyata. Karena, api ungu yang membentuk surainya, tampak seperti
nyala api sungguhan, bukan gumpalan berasap.
Dengan kepalaku bersih dari kejadian selama upacara penghargaan
dan inti aether-ku kosong. Aku mendekati tanda batu, yang menandakan kami
kembali ke dalam zona ‘aman’.
Yang mengejutkanku, ada seseorang yang menungguku tepat di
samping batu besar yang terukir di tempat terbuka.
‘Bukankah itu anak itu… er, Velma? Dari tadi malam?’
Regis bertanya, wujudnya bersembunyi di dalam diriku.
‘Apakah kamu yakin, kamu adalah senjata yang cerdas?’
Aku menggoda, sebelum memanggil bocah itu.
‘Belmun?’
‘Soul weapon,’
Regis mengoreksi sambil menggerutu.
Belmun bangkit berdiri, mendengar namanya dipanggil. Dia
berlari ke arahku, angin membolak-balik rambut panjangnya yang tidak terawat…
hingga bibirnya pecah, matanya yang memar, dan pipinya yang bengkak.
Anak laki-laki itu menyeringai lebar padaku, saat dia
melambaikan tangannya.
“Tuan!”
Belmun berhenti di depanku, dan berlutut.
“Tolong ajari aku cara bertarung!”
Menyadari memar dan bekas luka di sekujur lengannya yang
terbuka dan raut wajahnya yang mengeras. Aku tidak bisa tidak mengagumi tekad
bocah itu.
“Tidak,” jawabku, berjalan melewatinya.
“T-Tunggu!”
Belmun bergegas kembali ke depanku.
“Aku tidak punya apa-apa untuk ditawarkan sekarang. Tapi,
aku telah dianugerahi emblem hari ini!”
Aku mengangkat alis.
“Begitu?”
Anak laki-laki itu menggaruk kepalanya.
“J-Jadi aku punya bakat luar biasa! Aku tidak punya apa-apa
untuk ditawarkan padamu sekarang. Tapi di masa depan, ketika aku menjadi
seorang yang terkenal atau bahkan peringkat ascender… Aku akan membayarmu
kembali!”
Aku tidak tahu apa yang merasukiku, saat aku melihat
ekspresi percaya diri yang hampir sombong di wajah Belmun. Tapi, aku melepaskan
gelombang kekuatan aether, mengikatkan niat membunuh yang cukup, untuk membuat
bocah itu merangkak sambil tersedak.
Menarik niat membunuhku, serta tekanan nyata yang diberikan
melalui udara sekitar di sekitar kami. Aku menatap datar ke arah Belmun, yang sekarang
terengah-engah.
“Jangan terlalu bodoh. Dunia ini tempat yang luas. Dan bakatmu
di kota kecil ini, mungkin sebanding dengan tikus jalanan di kota besar.”
Aku pergi meninggalkannya.
Sesampainya di manor, Regis muncul dan melompat ke atas sofa
kulit.
“Aku tidak berpikir, kamu akan begitu emosional dengan anak
kecil itu.”
Aku mengerutkan kening.
“Aku tidak emosional.”
“Hm… kamu hampir tidak peduli dengan orang-orang di sini,
cukup untuk bertukar lebih dari satu kalimat dengan mereka. Kecuali, kamu
mencari informasi,” jawab Regis, berbaring.
“Tapi, kamu tidak hanya membantu anak itu. Tapi, kamu
memberinya nasihat.”
Melepas bajuku, aku membalas,
“Itu bukan nasihat. Sikapnya yang sombong setelah mendapat
sedikit pengakuan, membuatku kesal.”
Regis memutar matanya, saat dia meringkuk ke dalam keadaan
‘mediasi’.
Aku menghela nafas, saat aku duduk di tanah. Aku tahu,
mengapa aku bertindak seperti itu…
Aku hanya tidak ingin mengakui pada diriku sendiri, jika
anak lelaki kecil itu mengingatkanku pada diriku sendiri dalam banyak hal.
Menampar pipiku untuk fokus, aku memejamkan mata, saat
selimut hangat cahaya pagi menyelimuti diriku, dan mulai menyempurnakan inti
aether-ku sekali lagi.
***
Selama beberapa hari berikutnya menjelang pameran tahunan
ini, Regis dan aku telah jatuh ke dalam ritme yang nyaman, yang sebagian besar
jauh dari penghuni Kota Maerin yang penasaran.
Tanpa perlu tidur selain beberapa jam setiap tiga hari
sekali. Aku telah menggunakan pagi-ku untuk memperbaiki inti-ku untuk mengisi kembali
cadangan aether-ku.
Yang mana itu cukup untuk mempelajari relik berbentuk kubus
di sore hari.
Di malam hari dan semalaman, aku akan tinggal di dekat
puncak bukit yang dipenuhi pohon, berlatih tidak hanya God Step. Tapi, juga
bertarung menggunakan aether, secara umum.
Mayla telah mampir pada hari pertama, setelah penghargaan. Tapi
aku mengatakan kepadanya, jika aku tidak akan pergi kemana-mana, dan membuatnya
pulang.
Aku tidak ingin dia menghabiskan sebagian besar hari denganku,
ketika waktunya bersama dengan saudara perempuannya sangat terbatas sekarang.
Aku mengetahui darinya, jika Belmun telah mulai berlatih
dengan serius pada striker, sampai dia akan mendaftar di Akademi Stormcove.
Ternyata, memar yang ia terima pada malam setelah penghargaan,
itu karena dia bertengkar dengan beberapa murid striker.
Sementara kemajuan telah dibuat dalam mempelajari relik
berbentuk kubus dan juga God Step. Aku perlahan-lahan semakin tidak sabar
tinggal di kota kecil ini.
Jadi, ketika akhir pameran tahunan tiba, aku benar-benar
bersemangat.
“Apakah kamu yakin, ingin melakukan ini sekarang?”
Regis bertanya, menatapku.
Aku memegang batu Sylvie dengan lembut di telapak tanganku.
“Sudah lama, sejak aku mencoba dan inti aether-ku menjadi
lebih kuat, setelah berlatih God Step.”
“Aku tahu. Tapi, bukankah usaha terakhirmu hampir menyedot
cadangan aether-mu sampai kering? Apakah kamu akan baik-baik saja, selama
pameran?”
“Tepat. Aku tidak bisa berlatih hari ini karena pameran. Jadi,
itu mungkin. Sekarang diam.”
Aku menjawab. Lalu, fokus pada batu tembus pandang, saat aku
melepaskan aether dari inti-ku.
Aku bertemu dengan sensasi yang sama, dari aether yang
mengalir dari tubuhku, saat selubung ungu menyelimuti batu.
Tidak seperti terakhir kali, ketika aku merasa seperti
mencoba mengisi kolam dengan beberapa tetes sekaligus. Sekaran,g aku bisa
merasakan aliran aether, yang sebenarnya mencapai dimensi dalam di dalam batu.
Dengan aether-ku yang lebih murni dan lebih padat dari
sebelumnya. Bahkan, lebih sedikit aether yang terbuang, melalui proses
‘filtrasi’, yang terjadi di dalam batu ini.
Namun, sementara kemajuan pasti dibuat… pada saat aku berkeringat
dan terengah-engah, karena hampir semua aether-ku tersedot keluar dari inti-ku…
Tak ada perubahan yang terlihat, pada batu tembus pandang
ini.
Aku meletakkan batu itu kembali ke rune ekstradimensi, dan
jatuh kembali ke lantai yang dingin.
Menatap langit-langit, aku memikirkan, seberapa jauh aku masih
harus pergi. Bahkan, setelah aku sampai sejauh ini. Aku merasa, seperti baru
saja melangkah maju dalam perjalanan ini.
Tapi yang paling aku takuti adalah, apa yang akan terjadi,
setelah aku mencapai babak terakhir.
Akankah memenuhi aether ke dalam batu, dan benar-benar
membawa kembali Sylvie?
Dia telah memberiku bentuk fisiknya, untuk menyelamatkanku.
Apakah dia benar-benar akan kembali sebagai Sylvie yang sama, yang aku kenal
dan cintai?
Apakah dia akan kembali?
Dadaku sakit karena pikiran ini. Dan rasanya, tubuhku tumbuh
beberapa kali lebih berat, karena motivasi dan tekadku goyah.
‘Tidak. Kamu sudah sejauh ini, Arthur. Kamu tidak bisa
berhenti sekarang.’
Menghembuskan nafas yang tajam, aku bangkit dan berbenah.
Sensasi dari armor hitam seperti kulit, yang menempel di kulitku. Itu adalah
perubahan yang disambut baik, setelah pakaian kain sebelumnya.
Ketukan lembut di pintu, memberi-tahuku, jika sudah hampir
waktunya pameran dimulai.
“Ayo pergi,” kataku pada Regis.
Dengan anggukan, wujudnya menghilang ke punggungku.
Setelah menarik jubah teal ke bahuku, dan memasukkan belati
putih ke dalam saku tersembunyi di lapisan dalam, aku menuju ke pintu.
Aku disambut oleh Mayla yang muram. Dia memberiku senyuman,
yang tidak sampai ke matanya.
“Selamat Pagi, Ascender Grey.”
“Mayla?”
Aku mengangkat alis.
“Aku pikir, aku mengatakan untuk mengirim orang lain untuk
menemaniku.”
Gadis yang kelihatannya hanya beberapa tahun lebih muda dari
adikku menggelengkan kepalanya.
“Aku tidak bisa melakukan itu. Pikiranku akan lebih damai,
membimbing diriku sendiri kepada yang terhormat. Terima kasih atas pertimbanganmu.
Aku menikmati beberapa hari terakhir ini, dengan saudara perempuanku.”
“Ada baiknya, jika kamu baik-baik saja,” gumamku, sambil
menggaruk pipiku.
Kami berdua berjalan menuruni bukit menuju ke kota, dalam
keheningan. Gadis yang dulu banyak bicara itu sepertinya melamun. Beberapa kali,
dia tersandung di jalan yang tidak rata.
“Ah, aku hampir lupa,”
Mayla tiba-tiba berkata, menoleh padaku.
“Chief Mason telah menyiapkan rune-card milikmu dengan uang
yang kamu peroleh dari menjual Mana Beast. Dia pikir, karena kamu kehilangan
cincin dimensi-mu bahkan dengan biayanya. Itu akan lebih praktis, daripada
membawa sekantong emas.”
‘Runecards adalah kartu fisik, yang terkait dengan
lembaga perbankan menggunakan rune. Sehingga, kamu tidak perlu membawa uang
fisik,’
Regis menjelaskan, hanya setelah dorongan mental cepat dariku.
“Aku pasti akan mengambilnya, sebelum pergi,” jawabku, terkesan
sekali lagi dengan betapa mahirnya Alacrya dibandingkan dengan Dicathen.
Aku tergoda untuk memikirkan, bagaimana cara bertanya secara
halus, tentang bagaimana lembaga perbankan di sini bekerja, ketika kami tiba di
kota itu.
Suasana hari ini jauh lebih hidup, dibandingkan beberapa
hari yang lalu. Dan itu semakin parah, saat kami mencapai arena.
Hiruk pikuk lusinan percakapan yang semuanya memperjuangkan
supremasi mengalahkan para prajurit yang mencoba mengatur kerumunan yang
semakin banyak.
Untungnya, kami tidak perlu mengambil pintu masuk utama.
Kami berdua dikawal oleh salah satu penjaga, menuju pintu samping menuju ke
daerah itu.
“Aku akan pergi dari sini, ascender yang terhormat,” kata
Mayla, menundukkan kepalanya.
“Hanya pejabat kota dan tamu dari Akademi Stormcove, yang
diizinkan masuk ke ruang VIP ini.”
Melihat dia berjalan kembali, meninggalkanku dengan penjaga
di koridor yang terang benderang. Aku mengutuk dalam hati, karena berpikir jika
aku akan dapat menonton pameran dengan damai.
Aku sudah bisa menebak, betapa menyesakkannya ruangan yang
dipenuhi pejabat kota, yang menjilat para perwakilan Akademi Stormcove.
Pengantar tamu yang berdiri di ujung koridor, dengan
tergesa-gesa membuka pintu dari pohon cherry, dan mengarahkanku ke dalam, saat
dia berseru,
“Ascender Grey telah tiba!”
Aku berjalan ke ruang terbuka yang menghadap ke arena, yang
memiliki barisan remaja dan praremaja berseragam, yang menonjolkan kota mereka
dengan jelas.
Ruangan itu didekorasi secara sederhana, dengan vas bunga di
atas furnitur kayu gelap. Kurangnya kursi di ‘area duduk’ ini, sepertinya,
mereka menyarankan ‘promosi’ dengan
berjalan-jalan dan mengenal satu sama lain.
Di dalamnya, ada orang-orang terhormat dari berbagai usia,
yang semuanya mengenakan setelan atau gaun mewah. Mereka masing-masing memegang
gelas anggur di tangan mereka, seperti mereka sedang berpose untuk difoto, saat
mereka menatapku.
“Ascender yang terhormat!”
Suara yang akrab dan menggelegar memanggil. Chief Mason
mengenakan setelan pas, yang menonjolkan tubuhnya yang lebar. Rambut nyadisisir
ke belakang dan diikat mendekati ujung. Sementara, janggutnya disisir dengan
benar.
Dia menyerahkan padaku salah satu dari banyak seruling
anggur, yang dipajang di meja koktail, yang diatur di seluruh ruangan. Sebelum,
beralih ke orang-orang lain yang hadir di ruangan itu.
“Kami semua sangat senang, kamu bersama kami hari ini!”
“Terima kasih telah menerimaku.”
Aku menerima gelas dan menoleh ke individu yang menatap,
mengangkat gelasku, dan memberikan senyuman.
“Aku sendiri pasti sedikit bersemangat. Mengingat, bagaimana
aku berpakaian, untuk bergabung dengan anak-anak di sana, daripada minum di
sini.”
Tawa terdengar, memecah ketegangan, saat para pejabat yang
hadir mulai mengerumuni kami.
‘Wow. Siapakah pembicara yang lancar ini. Aan, apa yang
telah kamu lakukan dengan Arthur yang pemarah, yang semakin aku toleransi? Aku pikir,
kamu mengatakan, jika kamu buruk dalam pertemuan sosial,’ kata Regis.
‘Tutup mulutmu. Dan aku bilang, aku tidak suka pertemuan
sosial. Itu tidak berarti, aku bersikap buruk pada mereka.’
“Seperti yang diharapkan dari ascender yang terhormat. Bukan
hanya kehadiranmu yang begitu mengesankan. Tapi, penampilanmu juga
menakjubkan,”
Seorang wanita yang tampaknya berusia awal dua puluhan,
berkata sambil cekikikan, menyentuhkan tangannya ke tanganku.
Aku balas tersenyum, saat aku melangkah ke arahnya.
“Silahkan. Panggil aku Grey.”
Tidak peduli untuk mengetahui namanya, aku berhasil melewati
kerumunan lebih dari dua puluh orang. Mengabaikan keinginan mereka yang
berlebihan untuk memperkenalkan diri kepadaku dan memamerkan kekuatan apa pun
yang mereka miliki untuk menarikku.
Aku tetap mempertahankan suasana yang menawan dan ringan.
Aku telah menghabiskan beberapa gelas anggur, ketika aku bertukar
salam dan minum dengan orang-orang yang hadir, sambil belajar lebih banyak
tentang tiga kota tetangga… ketika seluruh tubuhku tiba-tiba bergidik.
Regis juga merasakannya, saat seluruh perhatianku tiba-tiba
ditarik ke pintu tempat kami masuk.
“Tetua Cromely dari Akademi Stormcove, siswa Aphene dan
Pallisun dari Akademi Stormcove telah tiba!”
Penerima tamu mengumumkan, dan membuka pintu.
Obrolan dan tawa di sekitarku segera tenggelam oleh darah
yang memompa di telingaku, saat Regis dan aku fokus pada pria kurus beruban,
yang mengenakan setelan gelap.
Lebih khusus lagi, yang menarik perhatian kami adalah batu
sederhana yang dipasang di tongkat obsidian ramping di tangannya.
Batu sederhana yang memiliki banyak aether di dalam
permukaannya yang sudah rusak.
Post a Comment for "BAE_279"
comment guys. haha