BAE_298
BAE_298
Bab 298
Regis dan aku berdiri di gapura, yang ada di depan ke
terowongan bersalju. Pintu masuk itu sebagian runtuh dan dengan cepat dipenuhi
salju.
Di depan kami, ada hamparan warna abu-abu dan putih yang
kabur. Itu menderu-deru angin kencang, merobek, dan melemparkan butiran salju,
dengan kecepatan yang cukup untuk merobek daging dari tulang.
Aku menggaruk pipiku.
“Mungkin, tak seburuk kelihatannya.”
Regis terkekeh.
Bayangkan, itu menjadi kata-kata terakhirmu.
Mengabaikan komentar sinis rekanku, aku mendekati ujung
terowongan, di mana salju itu telah menumpuk. Dan sebagian besar, itu juga
memenuhi jurang, yang telah ditebas oleh kekuatan Caera, hanya menyisakan divot
yang dangkal.
Bintik-bintik ungu aether berputar-putar di dalam badai,
membuat salju itu menjadi merah muda, dan membuatnya semakin sulit untuk
dilihat.
“Tunggu, kamu serius?”
Regis bertanya, berjalan di sekitarku untuk berdiri di
antara diriku dan badai.
“Kita hampir tak dapat melihat dua kaki di depan kita
kemarin. Dan bahkan, badai lebih buruk dari sebelumnya.”
“Yah, kita tak bisa terus-menerus memutar ibu jari dan
berharap badai berlalu,” kataku, melangkahi rekanku.
Aku membalut diriku dengan aether, memperkuat tubuhku dari hawa
dingin, dan memotong pecahan salju dan es. Memanjat divot, aku mulai keluar
dari terowongan.
Kakiku tenggelam dengan setiap langkah di atas bubuk putih
lembut itu. Karena aku harus terus menggunakan tanganku, untuk menyingkirkan
salju dingin.
Bahkan, dengan jumlah tak berujung aether yang mengisi
kembali cadangan aether-ku. Aku bisa merasakan inti-ku terkuras dengan cepat,
dari angin yang terus-menerus memotong aetheric defense-ku.
Aku harus berjalan perlahan dan dalam posisi lebar, agar tak
terlempar oleh badai. Angin etheric-ku terus-menerus mengubah arah. Itu
menggeser lanskap dengan setiap pukulan, dan mengguncang kepercayaan diriku, pada
arahku sendiri.
“Sialan,” kutukku, suaraku tenggelam oleh deru angin.
Mengakui kekalahan, aku berbalik.
Badai salju sudah mulai mengisi parit yang aku lewati untuk
mencapai titik ini. Tapi, aku menggunakan ikatanku dengan Regis, sebagai
jangkar. Aku dengan cepat menemukan pintu masuk, yang menghilang ke terowongan
berukir aether, yang mengarah kembali ke kubah.
Saat aku kembali, Caera sudah bangun dan berdiri di samping
Regis. Itu terbungkus rapat, dengan beberapa lapis bedroll.
Caera menatapku, sebelum merinding.
“Hanya melihatmu, membuatku merasa lebih dingin.”
Aku melihat ke bawah, untuk melihat jika aku dilapisi dari
ujung kepala sampai ujung kaki, dengan lapisan tebal dan padat dari salju.
“Apakah kamu menemukan sesuatu di luar sana? Sedikit salju,
mungkin?”
Regis bertanya, dengan seringai serigala.
Menyapu gumpalan salju tebal dari rambut dan bahuku, aku segera
menjatuhkannya di atas rekanku.
“Hei!”
Teriak Regis, suara kecilnya teredam oleh salju. Dia
berjuang untuk membebaskan wujud mungilnya dari salju, sebelum Caera turun dan
menarik ekornya.
“Sepertinya, kita akan terjebak di sini sebentar,” kataku
pada Caera, saat aku membersihkan sisa saljuku.
Bangsawan Alacryan itu menghela nafas.
“Aku sudah memikirkannya.”
Berjalan kembali di sepanjang terowongan dan masuk ke dalam
kubah, aku duduk di kemah kami, dan mulai berpikir. Pikiran untuk hanya
menunggu dengan santai, terasa hampir sama mengerikannya dengan perjalanan saat
melewati badai salju.
Aku berdebat, apakah akan menggunakan waktu ini untuk
memperbaiki aether core-ku. Tapi, prosesnya membuatku terlalu rentan untuk
kenyamananku, dan Regis masih perlu kembali normal.
Saat aku terus memikirkan tindakan kami selanjutnya,
tatapanku tertuju pada Caera. Yang mana itu sedang menggali tumpukan barang
acak di kaki tangga. Matanya berbinar, saat dia mengambil sebuah barang kecil,
sebelum memasukkannya ke dalam sakunya. Lalu, dia kembali melihatku lagi.
Setelah beberapa saat, dia kembali ke tumpukan bedroll yang
telah kami susun. Dia membawa segenggam tulang kecil dan batu halus.
“Apa yang sedang kamu lakukan?”
Aku bertanya.
“Kemarilah, dan kamu akan lihat,” katanya, sambil
menepuk-nepuk tanah di sampingnya.
Keingin-tahuanku sedang menguasaiku. Aku berjalan ke tempat
dia menggunakan pisau, untuk menggambar garis tipis di batu halus, sampai gambar
hexagonal yang kasar terukir.
Pada awalnya, aku pikir, dia mencoba memetakan koordinat
kami di dalam zona itu. Tapi kemudian, dia mulai menempatkan bermacam-macam
batu dan tulang secara acak, ke dalam dua sisi yang berlawanan dari gambar itu.
“Apakah ini, kebetulan… sebuah game?” tanyaku, alis
berkerut.
“Ini adalah game strategi, yang populer di kalangan
highbloods,” jelasnya.
Dia menyesuaikan beberapa bidak, sehingga berada di tengah
segi enam masing-masing.
“Aku membawa papan portabel selama perjalananku. Tapi,
karena dimensional ring-ku rusak, ini harus dilakukan.”
Caera belum makan berhari-hari.
Dalam kondisi dingin ini, di mana tubuhnya akan membakar
lebih banyak energi untuk mengatur suhu internalnya… dia akan bertahan selama
seminggu, mungkin dua minggu, jika tanpa makanan yang layak.
Tapi, dia sepertinya tak peduli, saat dia duduk di depan
papan yang dibuat dengan kasar.
“Apakah sekarang benar-benar waktu untuk ini?” tanyaku,
masih berdiri.
Caera mengangkat alis, saat dia melihat ke atas.
“Maaf, apakah kami memiliki urusan mendesak lainnya yang
harus diselesaikan, Grey?”
Aku memutar mataku. Tapi, aku duduk di ujung papan itu.
“Baiklah. Tapi, kamu harus mengajariku dasar-dasarnya.”
***
“Jadi, castor dapat bergerak hingga lima ruang ke arah
tertentu…”
“Tidak, itu bisa bergerak kemana saja, asalkan dalam lima
ruang. Di sini, aku tunjukkan lagi,” kata Caera, berbicara keras agar bisa
didengar, di atas suara badai salju di luar.
Kami masing-masing duduk di atas bedroll terlipat di dalam
kubah. papan game itu ditempatkan di antara kami. Sementara, Regis tetap berada
di tubuhku untuk mengisi kembali aether-nya.
Di depanku ada pecahan tulang, masing-masing bagian diukir
dengan gambar kecil persegi, garis, segitiga, atau lingkaran.
Bidak Caera adalah bebatuan halus, yang masing-masing diukir
dengan salah satu dari empat simbol yang sama.
“Dan bidak dengan garis adalah striker-nya?” tanyaku
ragu-ragu.
“Ya,” kata Caera dengan cemberut. “Dan itu bukan garis, itu sword.”
Aku menundukkan kepalaku ke papan, untuk melihat lebih
dekat.
“Aku cukup yakin, itu garis.”
“Aku harus berimprovisasi. Jadi, gunakan imajinasimu saja,”
balas Caera.
“Intinya, bidak castor, yang memiliki simbol api…”
“Segitiga.”
Aku mengoreksi.
“Api…!”
Dia menekankan,
“…adalah yang paling fleksibel. Shield paling bagus
digunakan untuk pertahanan, sementara para striker cocok untuk membunuh fragment.
Ingatlah, jika kita hanya dapat menangkap fragment dengan melompati itu.”
“Dan kamu menang, jika kamu mengambil guardian-ku?”
“Mhmm.”
Caera mengangguk.
“…Atau, jika guardian-ku mencapai holder kami, yang disebut true
winning.”
Aku mengangkat alis.
“Apa perbedaan antara normal winning dan true winning?”
“True winning jauh lebih sulit didapat. Jadi, ini dianggap
sebagai pencapaian hebat.”
“Sepertinya, itu cara lain bagi bangsawan, untuk memamerkan
keterampilan mereka.”
“Aku rasa begitu.”
Caera tertawa kecil, saat dia mengatur fragmen kembali ke
posisi semula.
“Apakah kamu siap?”
Aku mengangguk. Meskipun aku belum pernah memainkan ‘game
khusus’ ini sebelumnya. Itu cukup mirip dengan game papan strategi di masa laluku.
Sehingga, aturannya mudah diterapkan dalam pikiranku.
“Secara tradisional, putih menempati urutan kedua,” katanya,
menunjuk ke potongan tulang-ku.
Meletakkan miniatur busur, aku memberi isyarat pada Caera,
untuk mengambil langkah pertamanya. Dia menggeser stone shield ke depan, satu
kotak. Aku memindahkan striker luar-ku ke sudut paling kiri dari sisi papanku.
Caera menanggapi, dengan memindahkan salah satu castor-nya
ke tepi papan, berlawanan dengan striker yang baru saja aku rubah posisinya.
Aku memindahkan castor-ku juga kali ini. Membawanya di
sekitar bagian perisai luarku, dan ke depan. Sehingga, itu akan berada dalam
posisi untuk membunuh shield di putaran berikutnya.
Tapi, Caera tampaknya telah mengantisipasi hal ini. Karena,
dia memindahkan salah satu striker-nya ke belakang shield. Sehingga, castor-ku
tak akan bisa menangkap bidak itu, dalam lima gerakan yang ditentukan.
“Ah, aku tak berpikir untuk memindahkan bidak seperti itu,”
renungku… lebih pada diriku sendiri, daripada untuk Caera.
Tak butuh waktu lama untuk game terbuka ini, untuk mendukung
lawanku. Dengan sekitar tujuh langkah lagi, aku tahu, jika aku dak bisa menang.
Jadi, aku memilih untuk memindahkan bidak-bidakku, untuk melihat bagaimana
reaksi Caera.
Paling tidak, Caera tak bisa mendapatkan true winning
seperti yang ia inginkan. Itu membuatnya menggigit bibir, karena kesal.
“Lagi,” katanya, sudah memindahkan fragment kembali ke
tempat semula, setelah menangkap guardian-ku.
“Tentu,” kataku, terhibur oleh daya saing-nya.
Caera bagus.
Jelas sekali, jika dia ingin menggunakan game ini, untuk
mempelajari lebih banyak tentang diriku. Tapi, melalui beberapa ronde
berikutnya, aku juga bisa belajar banyak tentang dirinya.
Dia bergerak dengan hati-hati, tapi tak pernah pasif. Ada
strategi dalam setiap gerakannya. Itu terbukti dalam keinginannya untuk
mempertahankan sebanyak mungkin bidak, sambil perlahan-lahan mengurangi bidakku.
Dan untuk beberapa game awal, aku menyukai taktiknya. Tapi,
kepribadiannya bocor ke dalam game ini. dan dia menunjukkan kelemahan krusial,
yang bisa aku ungkap.
“Itu kemenangan bagiku,” kataku sambil menyeringai.
Dengan sengaja, aku mengangkat soldier-nya perlahan dari
papan, agar bisa dilihatnya.
“T-tunggu,” katanya, mata merahnya sedang memindai setiap
inci papan, untuk mencari beberapa jenis kesalahan.
Aku menahan tawa. Kemenanganku dangkal. itu disebabkan oleh
keserakahan Caera sendiri untuk mendapatkan true winning dariku. Jika bukan
karena fakta itu, aku tak akan bisa menang.
“Lihat semua yang kamu inginkan. Tapi, itu tak akan mengubah
apapun.”
Aku terkekeh.
Caera mengangkat kepalanya, menatapku dengan tajam.
“Kamu pernah memainkan game ini sebelumnya, bukan?”
Aku menggelengkan kepala.
‘Aku belum.’
“Aku telah memainkan game ini selama bertahun-tahun. Dan
meskipun aku bukanlah yang terbaik, tak ada cara bagiku untuk kalah dengan
mudah, pada ronde-ronde awal.”
Sambil menghela nafas, aku meletakkan kembali penjaga di
papannya.
“Aku hanya menang, karena kamu menjadi serakah. Apakah kamu
pikir, aku tak akan memperhatikanmu yang mencoba untuk meraih true winning?”
Mata Caera membelalak, dan dia batuk karena malu.
“Kamu mengisolasi castor-mu tiga gerakan, sebelum berharap
untuk menarik soldier-ku keluar dari cengkeramannya, untuk membersihkan jalan
bagi guardian-mu, kan?”
“Lihat! Fakta jika kamu bisa berpikir seperti ini. Membuktikan,
jika kamu pernah memainkan game ini sebelumnya,” katanya.
“Satu-satunya hal yang membuktikan ini adalah, jika kamu
kompetitif dan juga pecundang,” jawabku dengan seringai.
“Kamu beruntung,” gumamnya, mengembalikan fragment- fragment
itu ke tempat asalnya.
“Aku melakukannya. Dan aku cukup yakin, kalau aku akan kalah,
jika kamu bermain dengan serius,” kataku dengan tenang.
“Kamu baik, Caera. Tak perlu seorang master untuk
melihatnya.”
Caera menyipitkan matanya.
“Kamu terus menerus mengejutkan, Gray, tahukah kamu?”
“Aku anggap itu sebagai pujian…”
Aku mengangkat kepalaku, nyaris tak mendengar suara yang
berbeda, dari raungan angin dingin biasanya.
Sebuah kerutan menutupi wajah Caera, saat dia memiringkan
kepalanya ke sisi. Tapi, tatapanku telah beralih ke pintu tunggal. yang menuju
kubah.
Mata Caera mengikuti mataku, dan kami berdua menunggu dalam
diam. Aku berpikir sejenak, jika aku pasti salah dengar.
Itu masih bisa menjadi angin yang menerpa kubah.
Lalu, aku mendengarnya lagi.
Gesekan berat dari sesuatu yang besar, bergerak melalui
terowongan bersalju. Itu datang pada kami.
“Di belakang platform,” kataku dengan nada berbisik.
Aku berlari menjauh dari perlengkapan kami, untuk meletakkan
podium di antara kami dan pintu. Caera tepat di belakangku.
“Apakah kamu merasakan sesuatu? Apakah itu lebih kuat dari
kita?”
Dia berbisik, sedikit ketakutan dalam suaranya.
“Bukan itu.”
Aku berlutut, mengintip dari sudut platform, sehingga aku
bisa melihat pintunya.
“Sesuatu telah meninggalkan ‘sesuatu’ di sini. Itu
menunjukkan kecerdasan. Aku ingin melihat apa itu, sebelum kita terlibat.”
Aku memfokuskan pendengaranku di terowongan. Mendengarkan
dengan cermat, setiap suara di atas deru angin salju yang deras. Tapi, aku tak
mendengar apa pun. Pada saat ini, Regis telah bangun dari meditasinya.
‘Mungkin itu hanya kemenangan…’
Pemikiran rekanku terputus, saat sebuah massa aether ungu
besar, yang muncul di ambang pintu. Itu begitu besar, sehingga harus ditekan
untuk melewatinya.
Bentuk aetheric itu berhenti. Dia tampak berbalik ke arah
peralatan kami. Dan aku mendengar suara mengendus...
Baru setelah bentuknya berubah, dan mengambil langkah
hati-hati menuju bedroll kami, aku baru mengenalinya.
Dia memiliki tubuh yang panjang, kekar, punggung miring, dan
empat anggota tubuh yang kuat. Kepalanya yang berbentuk segitiga menunduk ke
tanah, saat dia terus mengendus. Jelas, dia berusaha menangkap aroma kami.
Ukuran dan bentuknya mirip dengan Boo. Meski pun itu lebih
panjang dan tak terlalu lebar di tubuhnya. Setiap langkah yang diambil makhluk
mirip beruang itu lambat dan disengaja. Gerakannya waspada, hampir halus.
Tapi, kenapa aku tak bisa melihatnya?
Aku bertanya-tanya. Aku bisa melihat jika ada aether, tapi
itu bukan binatangnya. Itu hampir seperti aetheric ghost, makhluk dengan energi
murni.
‘Aku ragu, jika hantu bersuara, ketika mereka bergesekan
dengan dinding terowongan,’ kata Regis, memperkuat pikiranku sendiri.
Berbalik hati-hati untuk menarik perhatian Caera, aku menunjuk
ke mataku. Lalu, ke arah penyusup itu. Dia menatapku dengan bingung, lalu
menggelengkan kepalanya.
‘Dia tak terlihat,’ pikir Regis. Tapi, aku
menggelengkan kepalaku.
Lebih dari itu, dia menggunakan aether untuk melindungi
dirinya, agar tak terlihat.
‘Itu trik yang tak keberatan aku pelajari,’ kata
Regis lapar.
Tiba-tiba, beruang yang tak terlihat itu, mendorong ke arah
papan game dengan moncongnya. Menyebarkan semua fragment di lantai putih yang
dingin.
Mata Caera membelalak, karena terkejut. tapi, dia berhasil
tetap diam. Tapi, kumpulan warna ungu yang tak terlihat itu semakin mendekat. Kepalanya
menelusuri langkah-langkah yang telah aku dan Caera lakukan, selama pelarian
kami yang terburu-buru.
Aku mengantar Caera di sudut podium. Lalu, aku menunjuk ke
atas, sebelum membersihkan ketinggian platform dan berbaring datar. Sehingga,
makhluk aetheric itu tak bisa melihatku.
Caera mengikutinya, melompat sejauh sepuluh kaki ke puncak
peron. Dan dia menggunakan tangannya, untuk melunakkan pendaratannya.
Hanya beberapa detik berlalu, sebelum aku menangkap suara
mendengus dari bawah.
Dia bergerak sangat lambat di sekitar tepi platform. Jadi, aku
mulai mendorong aether melalui tubuhku, kalau saja makhluk itu menemukan kami.
“Mungkin, kita harus menyerang dulu, lompat ke atasnya.”
“Tidak, aku ingin melihat apa yang dilakukannya, jika kita
bisa,” jawabku.
Jika aetheric beast itu cerdas, jika bisa berkomunikasi
dengannya. Maka, mungkin itu bisa membantu kami keluar dari zona itu.
‘Kapan terakhir kali, kita bertemu monster pintar di
Relictombs?’
Regis bertanya. Tapi, aku mengabaikan komentar itu, meskipun
fakta jika dia tak sepenuhnya salah.
Sambil meluncur melintasi bebatuan sutra, aku bergerak. Sehingga,
aku bisa melihat dari balik bibir panggung. Setelah beruang itu membuat
lingkaran penuh di sekitar podium, dia mendekati tumpukan barang di dasar
tangga. Dan aku merasakan sengatan kekecewaan.
Apakah itu hanya ditarik ke sini, oleh bau tulang?
Tapi, alih-alih menggeledah gundukan itu, beruang itu
meletakkan sesuatu dengan hati-hati di atas tumpukan itu. Lalu, dia berjalan
dengan susah payah menuju pintu.
Menyadari makhluk itu akan pergi, aku perlahan-lahan
mendorong diriku ke posisi berjongkok, dan mengangkat tanganku di atas kepalaku,
dalam apa yang aku harapkan sebagai tanda perdamaian universal. Bahkan, untuk
beruang tak terlihat itu.
Massa ungu yang berkilauan itu membeku, berdiri diam.
‘Orang besar itu tak menyadari, jika kita bisa
melihatnya,’ pikir Regis.
‘Apa sekarang?’
Perlahan-lahan bangkit, sampai aku berdiri tegak. Tanganku masih
berada di atas kepalaku. Aku mengunci mata dengan makhluk itu… atau paling
tidak, aku melihat ke tempat yang aku pikir adalah matanya.
“Kami tak akan menyakitimu,” kataku, menjaga nada bicaraku
tetap tenang dan tak mengancam.
Binatang seperti beruang itu tak bergerak. Aku tahu, jika aku
tak bisa melihat satu sama lain. Dia sama sekali tak terlihat dan sunyi. Mau
tak mau, aku bertanya-tanya, apakah ada jenis aetheric beast lain yang menghuni
zona bersalju ini, jika makhluk yang begitu besar dan mengesankan ini… yang
telah mengembangkan mekanisme pertahanan yang begitu mengesankan.
“Menurutmu, apa yang sedang kamu lakukan?”
Caera mendesis.
“Aku belum yakin,” kataku dari sudut mulut. Aku melangkah ke
samping menuju tangga, tak pernah mengalihkan pandangan dari beruang yang berlapis
aether itu. Lalu, aku meraba-raba dengan kakiku di tepi peron, sampai aku
menyentuh tangga di bawah.
Dengan hati-hati, aku turun selangkah demi selangkah.
Di tangga paling bawah, aku maju selangkah.
Seketika, suara gemuruh yang menenggelamkan badai salju di
luar itu memenuhi kubah besar itu. Dari sudut mataku, aku bisa melihat jika
Caera panik dengan pedang merahnya yang terhunus.
Menjatuhkan posisi merangkak, aetheric beast itu menyerangku.
Aku mengangkat tangan, memberi isyarat agar Caera tetap di
belakang, sambil menyelimuti diriku dengan lapisan aether yang kental. Aku bisa
merasakan terkurasnya cadangan aether-ku. Tapi, lebih baik mengambil tindakan
pengamanan, terhadap musuh yang kekuatannya tak diketahui.
Aku menurunkan posisi-ku, untuk menghadapinya secara langsung.
mengharapkannya untuk mundur dan menyerang atau membelok. Tapi sebaliknya dia
menurunkan kepalanya yang lebar, dan aether yang mengelilinginya menyala… saat dia
berlari langsung ke arahku.
Menyimpang di saat-saat terakhir, aku mendorong telapak
tanganku ke samping, berharap bisa membuatnya kehilangan keseimbangan. Tapi,
binatang itu memindahkan beratnya pada saat bersentuhan. Dan dia menggunakan
kekuatan pukulanku, untuk berputar di tempatnya.
Binatang tak terlihat itu menyerang di tengah putaran itu
dengan cakarnya, yang sebesar piring makan.
Aku memblokir serangan itu, menangkap cakar raksasanya di
tanganku, sebelum memutar posisiku, dan melemparkan lengannya ke bahuku. Aether
melesat dari inti-ku, saat aku memanggil kekuatan untuk melempar raksasa dua
ton itu ke tangga, mengguncang seluruh kubah.
Lapisan aether itu berkilauan dan memudar. Dan tiba-tiba,
aku bisa melihat sesuatu yang tersembunyi di bawahnya, berserakan di dasar
tangga.
Dia memiliki bulu yang tebal dan putih cemerlang, yang
berkilau dengan warna merah muda, seperti mutiara… ketika makhluk itu bergerak.
tulang abu-abu baja menonjol dari dahinya yang lebar, seperti tanduk yang telah
digergaji beberapa inci dari tengkoraknya. Dan tulang yang melilit setiap bahu,
seperti armor.
“Apakah kamu baru saja… melempar binatang raksasa ini?”
Caera bertanya, perlahan menuruni tangga.
“Aku tak ingin melukaimu,” kataku, tetap melihat beruang
yang tertegun oleh benturan itu.
Aku pernah melihatnya meninggalkan sesuatu di tumpukan benda
di kaki tangga podium. Pasti ada arti dibalik itu.
Aku berjalan mendekati binatang putih seperti beruang itu,
ketika matanya tiba-tiba terbuka. Dan dia menerobos ke arahku, dengan kecepatan
luar biasa.
Mataku membelalak karena terkejut. Tapi, kecepatan reaksiku
tak lebih lambat dari beruang itu. Aku berputar di atas tumitku, tepat ketika
beruang itu berusaha menghantamku, dan mencoba meraih bulunya yang tebal.
Sayangnya, beruang itu telah mengelilingi dirinya dengan
aetheric armor sekali lagi, dan tanganku terlepas.
Aku jatuh ke tanah, sebelum mestabilkan diriku sendiri. Pada
saat itu, Caera sudah mengejar wujud binatang itu yang memudar, pedang di
tangannya.
“Berhenti! Jangan bunuh dia…”
Aku merasakan kesemutan di tulang punggungku, saat dia
memanggil birth power Vritra-nya, dan menyebabkan tirai api hitam meledak hidup
di dalam pintu. Tepat di depan beast yang melarikan diri.
Itu tidak cukup.
Beruang itu meraung lagi, dan menerobos dinding api yang
gelap itu, meninggalkan bau bulu hangus.
Menyalurkan aether ke rune, aku menyalakan God Step. Tapi,
itu disambut dengan rasa sakit yang tajam. Dengan cadangan aether-ku sudah
rendah, karena Regis dan jumlah yang telah aku habiskan, dalam waktu singkat
pertempuran kami ini.
Aku tak memiliki cukup aether, untuk menggunakan God Step.
“Jangan sampai hilang, Regis!”
Aku memesan, mengutuk dalam hati.
‘Aye aye.’
Regis muncul yang sekarang seukuran anjing besar. Dan dia
berlari mengejar beruang dalam warna hitam dan ungu yang kabur.
“Gray, itu tak layak…”
“Kamu melihatnya yang berpura-pura tak sadarkan diri,”
sergahku, memotong Caera.
“Ini cerdas. Dan jika kita dapat menemukan dari mana
asalnya, kita mungkin dapat menemukan potongan-potongan lengkungan kubah yang
hilang itu.”
Bahkan, tanpa tatapan tak pasti dari Caera. Aku tahu, itu
tembakan yang jauh. Tetap saja, makhluk itu bisa memanipulasi aether, dengan
cara yang bahkan aku tak bisa melakukannya.
Harus ada makna yang lebih besar, dari kehadirannya di dalam
kubah. Dia tak berjalan secara tak sengaja. Dan sepertinya, dia terkejut
menemukan kami di sana. Yang berarti, dia tak datang karena kami.
Hantu telah merancang setiap aspek Relictomb, untuk
menantang semua orang yang memasukinya. Fakta jika relik tak berfungsi di zona
ini, portal keluar yang rusak, beruang yang tak terlihat.
Semuanya harus dihubungkan.
Caera menatapku dengan tajam.
“Aku tak tahu apa yang membuatmu tidak membeku di luar sana.
Tapi, aku tak akan bertahan selamanya. Aku bisa memberi diriku sedikit waktu,
tapi…”
Dia tak perlu menyelesaikan ucapannya. Aku tahu apa yang ia
maksud. Jika kita mengikuti aetheric beast, tapi tersesat dalam badai… dia bisa
mati.
“Jika kita tak mau mengambil resiko, kita tak akan pernah
bisa keluar dari sini,” kataku dengan sungguh-sungguh, dan menatap mata
merahnya. Dia hanya mengangguk, lalu mundur selangkah, dan mengumpulkan
kekuatannya.
Api aether berkedip-kedip di sekujur tubuhnya.
‘Darimana saja dirimu?’
Regis berteriak di kepalaku.
Dalam perjalanan. Jangan sampai hilang!
Aku melewati pintu dan berlari di sepanjang bagian luar
kubah. Caera tepat di belakangku. Pada saat kami berpaling dari tembok, Regis
sudah jauh di depan kami. Dia menggigit tumit beruang raksasa.
Aku bisa melihat, di mana beast itu bergesekan dengan sisi
terowongan saat berlari. Bahunya mencungkil parit tebal ke dinding bersalju.
Dia menyebabkan runtuhnya sebagian terowongan, sehingga Caera dan aku tak punya
pilihan selain menggali jalan kami.
Waktu yang berharga.
Kami mendaki bukit salju, yang mengarah ke permukaan. Sementara,
aku terus mengisi cadangan aether-ku.
Beruang itu berlari dengan gesit di antara tumpukan salju,
massa ungu itu bisa dibedakan dari badai salju yang tertutup rapat. Sementara,
bentuk hitam Regis pun hampir seluruhnya diselimuti.
Tetap saja, beast itu meninggalkan jejak yang berat, dan aku
mengikutinya tanpa ragu-ragu.
Kemudian, suara Regis terngiang di kepalaku.
‘Aku kehilangannya, Arthur! Dia menembus salju, seperti
ikan besar yang marah. Aku tak bisa mengikutinya!’
‘Tunggu beberapa menit lagi.’
Aku mendesak, cadangan aether-ku hampir cukup terisi, untuk
menggunakan God Step.
Memanfaatkan semua kekuatan tubuh asura-ku, aku menggunakan
jejak salju yang dipadatkan oleh beast itu, sebagai batu loncatan untuk
melanjutkan pengejaran.
Caera berjuang di belakangku, aura api itu membuatnya tetap
hangat. Dan itu menggerogoti serpihan yang melewati kami dalam angin, yang penuh
dengan aether.
Sambil berhenti, aku menoleh ke Caera, yang masih mengejar.
“Terus ikuti jejak ini!”
Aku menggonggong.
“Aku pergi dulu.”
Mata Caera membelalak. Tapi, aku tak sabar untuk menunggu
jawaban. Memunggungi dia, aku menyalakan rune-ku.
Aku membiarkan mataku tak fokus, saat aku mencari melalui
getaran di aether, yang aku bisa selipkan menggunakan God Step.
Tapi, badai salju itu berkobar dengan cahaya ungu,
mengaburkan segalanya. Bahkan, getaran dan tujuan yang mereka tuju. Jantungku
berdebar kencang, saat aku merasakan jalan di sekitarku, sementara waktu terus
berdetak.
Mengetahui jika aku tak dapat membuang waktu lagi, aku mengunci
getaran yang berkilauan.
Lalu, aku melangkah maju.
Post a Comment for "BAE_298"
comment guys. haha