BAE_303
BAE_303
Bab 303
“Grey. Aku tak akan berpura-pura untuk mengetahui adat dan
ritual apa yang dimiliki suku-suku ini...”
Caera menyentuh darah Swiftsure, yang berceceran di pakaian
dan bagian wajahnya.
“…tapi, ini sepertinya hal yang tak sopan secara universal.”
“Berhentilah gelisah,” jawabku, mengolesi sedikit darah,
agar terlihat lebih alami.
“Ah, pemandangan yang lucu.”
Regis menimpali, berbaring di tanah bersalju di dekatnya,
dengan seringai geli.
“Tak ada yang mengatakan cinta, seperti mengecat satu sama
lain, dengan darah musuhmu.”
“Tak ada yang ‘lucu’ tentang ini. Dan belum pasti, apakah
Swiftsure adalah musuh.”
Caera mendengus.
Aku menggosok salju di antara tanganku yang berlumuran darah,
untuk membersihkannya.
“Abaikan saja dia, saat dia mengatakan omong kosong seperti
itu. Itu hanya akan mendorongnya.”
“Hei! Aku bukan anak anjing yang perlu dilatih!”
Regis menyalak, surainya yang membara itu berkedip-kedip.
“Kamu benar.”
Aku menoleh ke Regis dan tersenyum sabar.
“Seekor anak anjing, setidaknya akan memiliki kesopanan
untuk merajuk, saat dimarahi.”
Caera tertawa kecil, saat Regis tergagap karena frustrasi.
Menyadari surainya bergetar semakin gila, karena angin yang
bertiup. Aku mendongak untuk melihat jika langit telah berubah, hampir
seluruhnya abu-abu sekarang.
“Hei! Aku masih berbicara denganmu, putri! Aku adalah
penggabungan dari beberapa makhluk asura, yang cukup kuat untuk…
“Ayo kita bergerak,” kataku, memotongnya.
“Aku rasa, kita tak punya waktu lama, sampai ini berubah
menjadi badai.”
Regis memelototiku, sebelum melompat kembali ke tubuhku.
Aku mengulurkan tangan untuk Caera.
“Kita akan teleportasi, melewati punggung gunung, ke tempat
kita melihat desa Shadow Claw. Aku tak ingin mengambil risiko untuk menggunakan
aether saat lebih dekat.”
Dia meraih tanganku. Tapi, menggelengkan kepalanya, dengan
tak percaya.
“Fakta jika aku bisa begitu saja menerima kenyataan, dan jika
kita akan berteleportasi. Itu membuatku merasa seperti kehilangan sesuatu…”
Menariknya mendekat, aku menyalakan God Step, mengikuti aetheric
path yang telah aku petakan secara mental, pada pengawasan pertama kami. Dalam
rentang beberapa detik, kami berdiri di tepi bibir batu tajam, yang
mengelilingi tempat perlindungan tersembunyi Shadow Claw.
Dari sana, kami berjalan kaki.
Bukan pendakian yang sulit, tapi memang butuh waktu. San
kami diterpa angin es dan dibutakan oleh salju yang turun, sebelum kami tiba di
kubah dangkal, yang memandang ke bawah ke gubuk anyaman. Yang mana sekarang
terlihat jelas, bahkan melalui badai yang semakin besar.
Bagian terakhir dari rencana itu, mengharuskan tak hanya
kami berdua. Tapi, Regis juga harus terlihat.
“Seperti yang kita rencanakan,” bisikku.
“Bukannya aku keberatan, berpose dengan kuat dan mengintimidasi.
Tapi, aku tak mengerti, bagaimana kehadiranku akan membantu kita,” kata Regis
lembut.
Caera mengangguk.
“Aku juga penasaran.”
“Aku baru saja membayangkan serigala dan macan tutul… cukup
dekat.”
Aku mengangkat bahu, mengawasi desa.
“Siapa tahu. Mungkin, kamu akan mendapat beberapa teman.”
“Sulit untuk membantah logika itu,” kata Regis sinis.
Memasukkan aether ke mataku, untuk melengkapi penglihatanku,
yang ditingkatkan secara alami. Aku mempelajari detail dan aktivitas yang
terjadi di dalam desa. Pondok tempat tinggal Shadow Claws berbentuk samar-samar,
seperti sarang lebah. Dan itu terbuat dari lapisan rumput anyaman berwarna
jerami, yang tumpang tindih.
Setiap struktur dilengkapi dengan pintu sederhana, dab
bingkai pintu, yang terbuat dari batang kayu.
Meski angin masih bertiup kencang, desa itu terlindung dari baddai
yang terburuk. Faktanya, seluruh kawah tempat bangunan itu dibangun, bersih
dari salju. Segenggam pohon kecil bengkok dengan daun lebar dan gelap,
menghiasi jalur tanah yang padat di antara banyak rumah, dan rerumputan hijau
tua tumbuh di mana-mana.
Di petak melingkar dari tanah berpasir, empat Shadow Claws
tampak seperti… pelatihan.
Ketika kami pertama kali tiba, kedua pasangan itu saling
menyerang, meski tanpa cakar. Saat kami menyaksikan itu, mereka menghentikan
sparing mereka, membungkuk satu sama lain, dan memulai serangkaian gerakan
identik, yang telah dilatih dengan jelas.
Gaya bertarung mereka, sangat menarik untuk ditonton.
Mereka menekankan serangan cepat ke area vital, dan selalu
bergerak. Setiap tebasan atau tendangan kaki membawa mereka, setidaknya Three
Steps dari posisi awal. Dan setiap serangan, terkait dengan manuver pertahanan.
Meskipun mereka tak secara aktif menggunakan kemampuan
aether mereka saat berlatih. Aku bisa melihat, bagaimana lompatan yang
tiba-tiba dimaksudkan itu, untuk men-simulasi-kan kemampuan mereka untuk
berteleportasi.
Saat aku mengamati mereka. Aku berharap, dapat berbicara
dengan mereka, dan mempelajari cara mereka memanipulasi aether.
‘Jika ini berjalan dengan baik, mungkin aku akan mendapat
kesempatan,’ pikirku.
Menjalankan apa yang aku rencanakan, aku berkata dan bersiap
untuk terakhir kalinya.
“Siap?”
Aku bertanya pada yang lain, dengan suara rendah. Mereka
berdua mengangguk.
Mengambil mayat Swiftsure dari rune dimensiku, aku mencengkeram
lehernya yang rusak, dan melompat dari ceruk ke desa. Aku mendarat di antara
area latihan melingkar dan dinding luar.
Caera dan Regis melompat tepat di belakangku.
Empat Shadow Claw terdekat meraung ketakutan, menjauh dari
kami, dan jatuh berjongkok rendah. Aether berkobar di sekitar mereka, saat
mereka menyihir cakar mereka.
Lebih banyak lagi datang berlarian dari sekitar desa. Mereka
keluar dari pintu atau hanya muncul di depan kami, menggunakan aetheric teleport
mereka. Masing-masing menggeram, mencakar keluar, dan siap bertarung.
Aku mengangkat mayat kaku di atas kepalaku, lalu berlutut
dan membungkuk ke depan. Itu membiarkan tubuh Swiftsure berguling dari tanganku,
ke rumput yang lebat.
Di sebelahku, aku tahu jika Caera dan Regis sedang meniru
sikap-ku. Masing-masing dari kami memperlihatkan bagian belakang leher kami, ke
kerumunan Shadow Claw. Aku mendengarkan dengan seksama suara bisikan dari satu
Shadow Claw, yang mendekat dengan hati-hati.
Aku mengintip melalui rambut gandumku dan menyaksikan
makhluk seperti kucing itu menyenggol mayat itu. Itu menyebabkan leher mayat berguling
dan memperlihatkan tenggorokan yang robek. Yang mana, itu telah dikunyah Regis,
untuk menyembunyikan tebasan, setipis pisau cukur.
Dia mengatakan sesuatu dengan suara melengking. Dan aku
mengambil risiko, dengan mengangkat kepalaku sedikit demi sedikit, untuk
melihatnya lebih baik.
Shadow Claw itu jelas sudah tua. Bulunya yang putih tebalnya
telah kehilangan kilau. bintik hitamnya memudar menjadi abu-abu. Kepalanya
tersentak saat aku bergerak dan ia mundur ke posisi bertahan.
Dengan sangat perlahan dan tenang, mataku tertuju pada
tanah, aku berkata, “Tolong, maksud kami, kamu tidak menyakiti.
“Kami datang mencari bantuanmu. Apakah ada orangmu yang bisa
berbicara bahasa kami?”
Shadow Claws lainnya, yang ini lebih tinggi dari yang lain,
melangkah keluar dari kerumunan. Mereka telah membentuk setengah lingkaran di
sekitar kami, dan menunjuk ke arahku. Dia mulai berbicara dalam bahasa mereka
yang mendesis. Suaranya adalah geraman rendah, dari macan tutul yang marah.
‘Ini sepertinya tak berjalan dengan baik,’ kata
Regis, memproyeksikan pikirannya, ke dalam pikiranku.
‘Sabar.’
Mereka tidak segera menyerang, itulah yang kami harapkan.
Shadow Claws ketiga, begitu tua dan membungkuk. Sehingga,
dia berjalan dengan bantuan tongkat, melangkah maju, dan menanggapi Shadow
Claws yang tinggi, yang menatapku dengan tajam, membungkuk, dan mundur ke belakang.
Desa itu menjadi sunyi, kecuali suara angin bertiup di
dinding batu. Aku menahan diri untuk tidak mengenakan aether, saat aku menunggu
sesuatu terjadi. Bahkan, jika mereka tak menyerang kami, aku tak tahu apa
kemampuan komunikasi mereka. atau, apakah mereka akan memberi kami portal
piece, setelah kami membuat mereka mengerti tujuan kami.
Jika mereka benar-benar menyerang kami, aku yakin, aku bisa
melawan mereka. bahkan, mengingat posisi strategis kami yang buruk. Tapi, aku benar-benar
berharap, itu tidak terjadi. Tapi, semakin lama mereka menunggu, semakin kecil
kemungkinan terjadinya perkelahian.
Akhirnya, Shadow Claw yang datang untuk memeriksa sisa-sisa
Swiftsure, dan mengatakan sesuatu. dua lainnya berlari untuk mengambil tubuh
itu, membawanya keluar dari pandangan.
Kemudian, makhluk seperti kucing itu duduk di depanku,
kakinya bersilang. Dengan satu cakar, itu memberi isyarat agar aku duduk.
Sambil bergeser, aku duduk di rumput, menyilangkan kakaku sendiri,
dan meletakkan tanganku di atas lutut, telapak tanganku ke atas.
Di belakangku, aku mendengar Caera dan Regis juga sama.
Mata Shadow Claw bersinar seperti batu kecubung, meskipun
sepertinya dia tak menatapku secara langsung. Sebaliknya, dia melihat
sekelilingku, pandangannya melintasi tepi bentuk fisikku. Seolah-olah, dia
dapat melihat panas yang memancar dari tubuhku.
Aetherku, atau aku menyadarinya.
Perlahan, sangat lambat, satu cakar lebar itu terulur ke
telapak tanganku yang terbalik. Tak ada kebencian dalam gerakan itu, jadi aku tetap
diam… mengamati, dan sangat ingin tahu tentang apa yang mungkin dilakukan
makhluk ini.
Bantalan lembut dari cakar Shadow Claw menyentuh tanganku. Dan
untuk sesaat, tak terjadi apa-apa. Kemudian, semuanya berubah.
Desa pegunungan yang tenang dengan gubuk anyaman telah
hilang. Begitu pula pohon buah-buahan kecil, dan kerumunan orang kucing yang
tampak khawatir. Bahkan, deru angin yang terus-menerus itu telah lenyap.
Aku merasa, seolah-olah aku melayang di angkasa. Meskipun, aku
tak benar-benar mengambang. Aku sama sekali bukan siapa-siapa. Tapi, sebelum
rasa takut muncul, warna dan cahaya itu merembes keluar dari kehampaan.
Itu berubah menjadi gambar bergerak. Seperti, aku telah
menutup mata dan membayangkan kenangan favorit.
Kecuali itu bukan ingatanku. Aku menyaksikan dua anak kucing
Shadow Claw, yang saling mengejar melalui desa. Satu, pengejar, melolong dengan
marah. Yang lainnya telah mengambil sesuatu.
Saat mereka berlari ke arah kolam, tiba-tiba aku berada di
depan mereka, dan memaksa kedua anak kucing itu untuk berhenti.
Dengan tenang, aku mengambil benda itu… cabang kecil dengan
segenggam beri ungu di atasnya. Aku memetik buah beri satu per satu dari cabang.
Dan, kemudian memberi setiap anak jumlah yang sama.
“Bersikaplah baik satu sama lain, dan berbagi,” kataku
sederhana, meskipun kata-kataku keluar dalam bahasa Shadow Claws.
Kemudian, penglihatan itu menghilang dan diganti dengan yang
lain. Kali ini, aku melihat diriku sendiri, membungkuk. Tubuh Swiftsure
terbaring dengan canggung di hadapanku.
Aku menghidupkan kembali momen-momen, setelah kedatangan
kami di desa lagi. Meskipun kali ini, itu dari sudut pandang Shadow Claw ini.
Meskipun aku masih tak mendengar kata-kata itu sebagai
kata-kata. Aku mengerti artinya, ketika Shadow Claw, Left Tooth yang tinggi itu
berbicara, memanggilku.
“Three Steps, jelas ini pasti jebakan dari Spear Beaks yang
jahat. Kita harus membunuh makhluk ini secepatnya, sebelum kita jatuh di bawah
kekuasaan mereka.”
Shadow Claws lainnya, Sleeps-in-Snow melangkah dari
kerumunan dan berkata.
“Hati-hati, Left Tooth. Jangan sampai rasa takutmu membuatmu
menumbuhkan bulu dan paruh. Biarkan kami melihat pikiran mereka, dan mengetahui
tujuan mereka.”
Kemudian, penglihatan itu memudar, dan semuanya menjadi
gelap dan kosong lagi. Aku merasakan… harapan.
Aku pikir, aku mengerti apa yang diinginkan makhluk itu. Dia
tak bisa berbicara bahasaku. Tapi, dengan berbagi ingatan kami, kami dapat
berkomunikasi.
Aku bisa menjelaskan untuk apa kami datang.
Itu halus.
Aku harus mengedepankan ingatan yang benar, tanpa memikirkan
tentang apa pun yang dapat membuat tuan rumah kesal. Tapi, aku tak tahu, apakah
topik itu sendiri, pencarian kami atas portal piece, akan membuat mereka marah.
Pertama, aku berbagi memori tentang Caera dan diriku yang berdiri
di depan portal yang rusak, dan upayaku untuk memperbaikinya dengan aether.
Selanjutnya, aku mengulangi pertempuran dengan Ghost Bear, termasuk percakapanku
dengan Caera tentang tak ingin melawannya.
Memutuskan untuk mengambil risiko. Aku akhirnya fokus pada
ingatan tentang Old Four Fist, yang memberi isyarat agarku mengambil portal
piece klan.
Komunikasi demi ingatan ini adalah proses yang lambat. Itu
hanya dibantu oleh fakta jika aku memiliki begitu banyak pengalaman dengan
komunikasi mental melalui Sylvie. Tak terhalang, kenangan saat-saat terakhir kami
bersama bermain dalam kegelapan.
Aku menyaksikan dengan ngeri, saat tubuhnya menjadi halus
dan pecah menjadi motif emas dan lavender.
Aku memaksa ingatan itu pergi, sebelum dia benar-benar
hilang. Seolah-olah, dengan melakukan itu, aku bisa mencegahnya terjadi. Dan
aku berharap, Shadow Claw tak tersinggung dari ingatanku, yang tak disengaja.
Semuanya kosong dan sunyi sekali lagi.
Sementara aku menunggu jawaban, aku menjadi cemas dan bertanya-tanya
bagaimana kabar Regis dan Caera. Sementara rekan serigala-ku mungkin bisa
mengaturnya, Caera jelas tak memiliki pelatihan apa pun dalam komunikasi
mental.
Jika salah satu Shadow Claws memutuskan untuk berkomunikasi
dengannya, rencana kami bisa gagal.
Untungnya, koneksi terputus tanpa masalah, dan dunia
berputar kembali ke sekitarku.
Three Steps membuka dari posisi duduknya. Menggunakan
ekornya yang tebal untuk mendorongnya berdiri. Dia kemudian memberi isyarat, agar
kami juga berdiri.
Aku melirik ke belakangku. Caera dan Regis tak bergerak,
meskipun mereka berdua memperhatikanku dengan gugup.
‘Dari mana saja kamu?’
Regis bertanya, menyentuh pikiranku.
‘Kamu semacam… pergi untuk sementara waktu, ketika benda
itu menyentuhmu. Aku tak bisa merasakan pikiranmu sama sekali.’
Aku berdiri dan mengulurkan tanganku ke Caera. Tapi, dia
melompat berdiri tanpa bantuanku. Beralih ke Regis sebagai gantinya, aku hanya
berkata.
“Kita membuat beberapa kemajuan.”
Three Steps mengumumkan sesuatu kepada seluruh klan Shadow
Claw, mengirimkan riak melalui dua puluh makhluk itu. Beberapa membungkuk
dengan hormat. Beberapa dengan cepat menahan ekspresi terkejut. tapi, Left
Tooth dan dua lainnya menggelengkan kepala tak percaya dan tampak, seolah-olah
mereka akan berdebat.
Tapi, sebelum mereka sempat, Sleeps-in-Snow menjatuhkan
ujung tongkatnya ke tanah yang membeku, dan berbicara singkat. Apa pun yang
diucapkan. Tampaknya, itu meredakan ketegangan yang meningkat, setidaknya untuk
saat ini.
Setengah lingkaran dari Shadow Claws terbuka, memungkinkan
Three Steps untuk melewatinya. Dia memberi isyarat agar aku mengikuti, dan aku melakukannya.
Aku melihat Left Tooth dari sudut mataku, saat kami melewati
barisan orang kucing, yang sebagian besar berdiri tak lebih tinggi dari bahuku.
Tapi, dia tetap tak bergerak.
Three Steps membawa kami melewati kota ke sebuah rumah
sederhana, di sebelah kolam air. Lalu, dia menahan pintu terbuka dan melambai
agar kami masuk, dan kami pun melakukannya.
Interiornya sederhana, seperti di desa Spear Beaks dan Four
Fists. Permadani anyaman itu menutupi sebagian besar lantai. Sementara, alas
rerumputan kuning itu menempel di dinding yang jauh.
Hiasan kepala berbulu putih itu tergantung tepat di dalam
pintu. Dan setumpuk pendek piring batu tulis itu rada di samping tempat tidur.
Seperti, gambar yang kami temukan di Shadow Claw yang terbunuh, pelat atasnya
tergores. Meskipun, aku tak bisa melihat gambarnya.
‘Ruang agak sempit di sini,’ pikirku pada rekanku.
‘Mengapa kamu dak tetap siaga, saat meditasi?’
“Waktunya makan,” kata serigala bayanganku. Menjilat
moncongnya, sebelum dia melompat ke dalam tubuhku dan menghilang ke dalam
tubuhku.
Three Steps memperhatikan ini dengan hati-hati. Matanya yang
cerah melebar, ketika Regis menghilang. Kemudian, Shadow Claw tua itu
mencondongkan tubuh ke depan, mengintip dari dekat ke dadaku, dan matanya
semakin lebar.
Dia mengatakan sesuatu dalam bahasanya sendiri, berhenti,
dan menggelengkan kepalanya. Dia menunjuk ke mana Regis berada. Lalu, dia
menunjuk ke dadaku.
Aku mengangguk.
Three Steps mengeluarkan tawa yang tajam dan pelan,
mengejutkanku dan Caera. Dia menyeringai liar, meski aku tak yakin, apa yang
menurutnya menjadi hiburan. Melihat kebingunganku, dia menunjuk ke tanganku,
yang aku ulurkan. Lalu, dia menekan cakar lembutnya ke tangan aku lagi.
Aku tak diambil dari dunia kali ini, meskipun aku masih
menerima visi ingatan Three Steps. Enam Shadow Claw berdiri di area pelatihan
melingkar, di sisi lain desa.
Aku sedang menjelaskan sesuatu.
Kami mendiskusikan sifat dari kekuatan Creator, bagaimana
setiap suku telah dikaruniai kemampuan unik, yang sesuai dengan kebutuhan
mereka. Aku menjelaskan, bagaimana mereka tak boleh berhenti untuk mendaki gunung
pengetahuan. Karena, tak memiliki puncak.
Hanya karena mereka belum pernah melihat, sesuatu dilakukan.
Bukan berarti, itu tak bisa dilakukan.
Setelah ceramah, mereka mulai berlatih dengan cakar, dan
kemampuan teleportasi mereka. Aku mengoreksi dan mendorong mereka, memberikan
bimbingan dan umpan balik. Dan melalui ingatan, aku mulai memahami sesuatu,
tentang bagaimana mereka menggunakan aether.
Bagi Shadow Claws, memanggil aether sama saja dengan
menggunakan paru-paru mereka untuk bernapas, atau jantung mereka untuk memompa
darah.
Sepertinya para hantu, Creator mereka, aku kira… dia telah
memberi mereka kemampuan ini. seperti, chimera yang tanpa sadar memanipulasi
aether untuk bergerak, bertarung, dan bahkan merekonstruksi kembali tubuh
mereka sendiri.
Kecepatan mereka berteleportasi, sangat mengesankan. Mereka
tak perlu berhenti dan mencari ‘jalan yang benar’, seperti yang aku lakukan. Sesuatu
yang menghalangi kemampuanku, untuk menggunakan God Step dalam pertempuran.
Penglihatan itu berakhir, dan Three Steps menarik tangannya
ke belakang. Tapi, aku punya ide. Aku menggerakkan telapak tanganku yang
menghadap ke arahnya, mencoba untuk menyampaikan, jika aku ingin terhubung
lagi. Dia sepertinya mengerti maksudku, dan menyentuh tanganku.
Aku mengirimkan potongan ingatannya, sepanjang perjalananku melalui
Relictomb. Di masing-masing, aku mempraktikkan beberapa bentuk aetheric art,
mencoba belajar mengendalikan kemampuan baruku, mengasahnya dan menjadi lebih
baik dalam menggunakannya.
Butuh beberapa menit. Tapi, ketika aku memutuskan koneksi, aku
bisa merasakan lapar akan pengetahuan yang berasal dari Three Steps. Tangan
kami baru saja terbuka, sebelum dia menyatukannya kembali, dan kenangan lain
memenuhi pikiranku.
Aku sedang duduk di samping Sleeps-in-Snow, di suatu tempat
di puncak terjal di atas desa. Kami telah berbicara, berdansa seputar topik
yang ingin aku sampaikan. Tapi, aku gugup untuk melakukannya.
Sleeps-in-Snow tak setua itum ketika aku melihatnya beberapa
menit yang lalu. Dia belum pernah menggunakan tongkat jalan.
“Pikiran apa yang aku lihat bersembunyi di balik matamu, Three
Steps?”
Dia bertanya padaku, matanya yang berwarna ungu badai,
menyelinap ke mataku.
“Apa tujuan kita, Sleeps-in-Snow?”
Shadow Claw tua itu mengawasiku beberapa saat, sebelum
menjawab.
“Apa tujuan dari
gunung itu? Atau salju? Atau ikan di sungai?”
Aku mengharapkan tanggapan seperti ini.
“Gunung adalah rumah kami, salju melindungi kami… dan ikan
memenuhi perut kami, saat kami lapar.”
“Beginilah hal-hal ini menyentuh hidup kita, kan, Three
Steps? Tapi, apakah itu tujuan mereka?”
Sleeps-in-Snow membuat wajahnya tetap kosong. Tapi, ada
sesuatu yang menggoda dalam nadanya.
Aku menekan kakiku ke tumpukan salju kosong. Lalu, aku menariknya
keluar dengan hati-hati, meninggalkan jejak yang sempurna.
“Mereka sendiri tak memiliki tujuan yang melekat. Terserah
kita untuk memutuskan tujuan mereka.”
Sleeps-in-Snow mengangkat alisnya, saat dia menjawab dengan
nada menantang.
“Dan siapakah kamu, untuk memutuskan hal seperti itu? Apakah
kamu penguasa gunung dan salju, untuk memberi tahu mereka apa tujuan mereka
seharusnya?”
Aku menggelengkan kepalaku, menyadari jika aku telah jatuh
ke dalam jebakannya.
“Tidak, aku bukan penguasa gunung atau salju.”
Sikap santai menjadi senyum pengertian. Sleeps-in-Snow
melingkarkan ekornya di bahuku.
“Pikiran yang lebih jernih dan lebih dalam dari kita, telah
merenungkan pertanyaan tentang tujuan kita. Hanya dengan mendaki gunung kebijak-sanaan,
kita dapat melihat lebih banyak dari apa yang ada di sekitar kita.”
“Dan jika kita tak pernah mendaki cukup tinggi, untuk
menemukan jawaban yang kita cari?”
Sleeps-in-Snow menggeliat dan menguap. Dan retakan
persendian tua-nya, bergema di sisi tebing. “Kemudian berharaplah, jika mereka
yang kamu ajari mendaki lebih tinggi dari dirimu, ketika giliran mereka.”
Kelopak mataku terbuka, saat penglihatan itu berakhir. Aku bahkan
tak menyadari, jika aku telah memejamkan mata. Tapi, ingatan ini terasa jauh
lebih kuat, daripada yang lain.
Aku tak bisa menahan perasaan, jika aku telah diperlihatkan
sesuatu yang sangat pribadi.
Three Steps memperhatikan wajahku dengan cermat, meskipun
seberapa baik ia bisa membaca fiturku, aku tak tahu. Apa yang aku tahu adalah, jika
dia lapar akan pengetahuan. Dan mungkin saja, dia harus mengajariku tentang
aether, sebanyak yang aku bisa ajarkan padanya.
“Grey?”
Caera berkata lembut dari sampingku, membuatku terlonjak.
Aku hampir lupa, jika dia ada di sana.
“Bukan maksudku untuk mengganggu. Tapi, apa rencananya?
Apakah kita tamu di sini? Apakah kita tahanan?”
Aku menatap Three Steps, sebelum kembali padanya.
Kita tamu.”
Bangsawan Alacryan itu menghela nafas, tanduknya melorot
lega.
“Bagaimana dengan portal piece… menurutmu, mereka bersedia
memberikannya kepada kita?”
“Aku belum bertanya,” jawabku.
“Untuk saat ini, aku pikir, kita harus tetap di sini, dan
menunggu badai berhenti.”
“Apakah itu benar-benar perlu?”
Caera bertanya dengan cemberut.
“Kita sudah menghabiskan begitu banyak waktu di zona ini…”
Suaranya menghilang, saat aku menatapnya… benar-benar
menatapnya. Dia telah diam tanpa keluhan. Tapi, Caera jelas telah kehilangan
berat badan, dan kulitnya tidak sehat. Pipinya berlumuran kotoran dan darah.
Pipinya cekung. Dan kantong hitam menempel di bawah matanya, karena kurang
tidur.
Dia telah mengikutiku, seseorang yang hampir tak membutuhkan
makanan, air, atau tidur untuk bertahan hidup. Dan dia melakukannya tanpa
protes.
Dia tak bisa mengeluh, karena dia lah yang berbohong dan
menyembunyikan dirinya, untuk mengikutiku. Terlepas dari siapa dia, dan apa
yang tersirat dari darahnya, sebagian kecil dari diriku merasa tak enak.
“Mari kita istirahatkan dirimu,” kataku lembut.
“Aku akan bertanya, apakah kita bisa mandi. Dan aku akan
berjaga, saat kamu tidur.”
Caera mengangguk tanpa kata. Tapi, senyum tipis terlihat di
bibirnya.
“Bertahanlah di sana,” tambahku.
Kami masih perlu menemukan Ghost Bear dan ‘makhluk liar’. Lalu,
mencari cara untuk kembali ke Spear Beak.
Tapi sebelum semua itu, aku harus tetap di sini. Aku tak
bisa begitu saja mengabaikan kesempatan untuk belajar dari Shadow Claws.
Bukan hanya kemampuan mereka untuk berteleportasi jarak
pendek. Tapi, kemampuan mereka untuk menyihir senjata paling mematikan, yang
sepenuhnya dari aether.
Mungkin, aku tak perlu mencari pengganti Dawn’s Ballad.
Aku bisa membuatnya.
Post a Comment for "BAE_303"
comment guys. haha